Pemilu 2024

Saldi Isra Heran MK Utak-atik Putusan Syarat Capres jelang Ketuk Palu

Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra mengaku heran dengan putusan MK terkait dengan usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden

Ketua MK Anwar Usman dan delapan hakim konstitusi membacakan putusan syarat batas usia capres-cawapres di Gedung MK, Jakarta Pusat. Foto: apahabar.com/Nandito

apahabar.com, JAKARTA – Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra mengaku heran dengan putusan MK terkait dengan usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Sebab, Saldi Isra menjadi salah satu Hakim Konstitusi dari empat hakim yang menyatakan pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam putusan MK terkait batas usia capres-cawapres.

Terlebih, Saldi tak setuju MK yang membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun untuk mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden selama berpengalaman menjadi kepala daerah.

“Menimbang bahwa terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI-2023 yang menasbihkan makna baru atas norma Pasal 169 huruf q UU &/2017, saya, Hakim Konstitusi Saldi Isra, memiliki pendapat atau pandangan berbeda atau dissenting opinion,” ujar Saldi dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta, Senin (16/10).

Baca Juga: MK Restui Capres Belum 40 Tahun Asal Pernah jadi Kepala Daerah

Di samping itu, Saldi mengakui aneh luar biasa dan menyebut putusan tersebut jauh dari batas penalaran yang wajar, karena dia mengeklaim Mahkamah berubah pendirian dalam sekejap.

“Sejak saya menapakkan kaki sebagai Hakim Konstitusi di gedung mahkamah ini pada 11 April 2017, atau sekitar enam setengah tahun yang lalu, baru kali ini saya mengalami peristiwa aneh yang luar biasa dan dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar: Mahkamah berubah pendirian dan sikapnya hanya dalam sekelebat,” tuturnya.

Perubahan itu, kata dia, tidak hanya sekadar mengenyampingkan putusan sebelumnya, tetapi juga didasarkan pada argumentasi yang kuat setelah mendapat fakta-fakta penting yang berubah di tengah-tengah masyarakat.

“Pertanyaannya, fakta penting apa yang telah berubah di tengah masyarakat sehingga mahkamah mengubah pendiriannya dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 dengan amar menolak sehingga berubah menjadi amar mengabulkan dalam Putusan a quo?” ucap dia.

Lebih lanjut dia mengungkap bahwa ketika rapat permusyawaratan hakim (RPH) untuk memutus Perkara Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 pada tanggal 19 September 2023, RPH dihadiri oleh delapan hakim konstitusi kecuali Ketua MK Anwar Usman.

Baca Juga: Denny Telah Prediksi MK Loloskan Syarat Capres Asalkan Kepala Daerah

“Hasilnya, enam Hakim Konstitusi, sebagaimana amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51- 55/PUU-XXI/2023, sepakat menolak permohonan dan tetap memosisikan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagai kebijakan hukum terbuka (opened legal policy) pembentuk undang-undang. Sementara itu, dua Hakim Konstitusi lainnya memilih sikap berbeda (dissenting opinion),” ungkapnya.

Kemudian, dalam RPH berikutnya untuk membahas putusan perkara nomor 90-91/PUU-XXI/2023, RPH dihadiri oleh seluruh hakim konstitusi.

Beberapa hakim konstitusi yang dalam Perkara Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 telah memposisikan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagai opened legal policy, kata Saldi, tiba-tiba menunjukkan ketertarikan dengan model alternatif yang dimohonkan dalam petitum Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.

“Meski model alternatif yang dimohonkan oleh pemohon dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 secara substansial telah dinyatakan sebagai kebijakan hukum terbuka dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023,” ucap Saldi.

Baca Juga: Hakim MK Guntur Hamzah Ogah Patok Usia Capres-cawapres

Tanda-tanda berubah pandangan beberapa hakim konstitusi itu, menurut Saldi, memicu pembahasan yang lebih detail dan ulet, sehingga pembahasan terpaksa ditunda dan diulang beberapa kali.

“Tidak hanya itu, para pemohon Perkara Nomor 90-91/PUU-XXI/2023, sempat menarik permohonannya dan kemudian sehari setelahnya membatalkan kembali penarikan tersebut,” pungkasnya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan batas usia capres-cawapres belum berusia 40 tahun, namun memperbolehkan kandidat asalkan pernah menjadi penyelenggara negara.

Hal ini disampaikan Ketua MK, Anwar Usman dalam sidang pleno di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (16/10).

"Mengadili mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Anwar.