MK Bakal Putuskan Nasib Pilkada Barito Utara 17 September

Mahkamah Konstitusi (MK) dijadwalkan akan memutuskan sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Barito Utara pada 17 September 2025.

Oleh Ahya Fr
Mahkamah Konstitusi (MK) dijadwalkan akan memutuskan sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Barito Utara pada 17 September 2025. Foto-sc

bakabar.com, MUARA TEWEH - Mahkamah Konstitusi (MK) dijadwalkan akan memutuskan sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Barito Utara pada 17 September 2025.

Putusan ini akan menjadi penentu akhir dari proses panjang sengketa Pilkada yang diajukan pasangan calon nomor urut 2, Jimmy Carter-Inriaty Karawaheni.

Jadwal putusan tersebut disampaikan langsung oleh majelis hakim dalam sidang pemeriksaan saksi yang digelar pada Jumat, 12 September 2025, di Gedung MK, Jakarta.

Dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo, majelis memberikan kesempatan kepada para pihak untuk membuktikan dalil masing-masing.

Paslon Jimmy-Inri menggugat hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang digelar pada 6 Agustus 2025, dengan tudingan adanya praktik politik uang.

Dalam sidang, saksi dari pihak pemohon mengaku menerima dan membagikan uang kepada relawan.

Fiki, salah satu saksi, mengaku membagikan uang kepada 30 orang relawan, sementara Juditman menyebut telah memberikan uang Rp4,8 juta kepada 16 orang relawan.

Saksi-saksi tersebut mengaku sebagai bagian dari relawan pasangan calon nomor urut 1, Shalahuddin-Felix.

Namun, pernyataan itu dibantah oleh Rusiani, Sekretaris Tim Pemenangan Shalahuddin-Felix, yang hadir sebagai saksi pihak terkait.

Menurutnya, timnya tidak pernah membentuk relawan seperti yang dimaksud para saksi pemohon.

"Itu hadir dengan sendirinya, Yang Mulia. Bahkan Fiki datang sendiri ke sekretariat dan menyatakan membentuk relawan di Kecamatan Lahei," ujar Rusiani di hadapan majelis hakim.

Sementara itu, Titi Anggraini, praktisi pemilu yang dihadirkan sebagai saksi ahli, menjelaskan bahwa insentif kepada relawan bukan termasuk politik uang.

Menurut Titi, pemberian uang kepada relawan tergolong biaya operasional dalam kampanye, bukan vote buying (pembelian suara).

"Banyak referensi aturan yang menyatakan bahwa uang operasional untuk relawan bukan politik uang. Apalagi, di TPS yang dituduhkan terjadi politik uang, justru suara pemohon menang," jelasnya.

Ia juga menegaskan bahwa MK menggunakan indikator Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) dalam memutuskan kasus sengketa pemilu.

"Dalam perkara ini, saya tidak melihat adanya bukti yang menunjukkan keterlibatan aparatur negara (terstruktur), perencanaan besar (sistematis), maupun dampak besar terhadap hasil pemilihan (masif)," tambah Titi.

Putusan final MK pada 17 September mendatang akan menjadi penentu nasib Pilkada Barito Utara; apakah hasil PSU tetap sah, atau akan digelar pemilihan ulang kembali.

Baca Juga: Pakar: Sengketa Pilkada Barito Utara Bisa Picu Apatisme Rakyat