Pemilu 2024

Ketua MK Anwar Usman Didesak Angkat Kaki dari MK!

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman didesak untuk angkat kaki dari Mahkamah Konstitusi lantaran berbenturan kepentingan dalam mengadili perkara.

Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman. Foto: Antara

apahabar.com, JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman didesak untuk angkat kaki dari Mahkamah Konstitusi lantaran berbenturan kepentingan dalam mengadili perkara.

Anwar kini berstatus sebagai adik ipar Presiden Jokowi. Maka MK berpeluang akan mengadili Undang-undang yang dihasilkan pemerintah yang dipimpin Jokowi.

"Anwar telah melanggar prinsip keberpihakan, sebab PMK tersebut mengatur seorang hakim konstitusi harus mengundurkan diri dari pemeriksaan perkara yang putusan perkara tersebut berdampak langsung terhadap kepentingan anggota keluarganya," kata Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Ilhamdi Putra kepada apahabar.com, Selasa (17/10).

Baca Juga: MK Dicap Lembaga yang Kangkangi Kewenangan Pemerintah-DPR!

Maka terbukti dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK dinilai memutus sesuatu yang kontroversial. Bahkan terdapat perseteruan pendapat di antara hakim konstitusi.

Anwar berpeluang melanggar melanggar Peraturan MK Nomor 9/2006 tentang Pemberlakukan Deklarasi Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim MK.

Ketua MK Anwar Usman dan delapan hakim konstitusi membacakan putusan syarat batas usia capres-cawapres di Gedung MK, Jakarta Pusat. Foto: apahabar.com/Nandito

Ilhamdi mengatakan, sejak mempersunting adik kandung Presiden Jokowi, Anwar harus dipandang berada dalam keadaan berhalangan tetap untuk menjabat sebagai hakim konstitusi.

Sebab perkara yang ditangani MK salah satunya adalah pengujian UU yang dihasilkan pemerintah.

Baca Juga: Pakar: Putusan MK soal Syarat Capres adalah Tragedi Demokrasi!

"Harusnya Anwar mundur dari MK, ini adalah pelanggaran etik dan sangat tidak negarawan. Menjatuhkan muruah MK dengan bentuk paling buruk," kata Ilhamdi.

Ia juga menyoroti perbedaan putusan dalam uji materi pasal yang sama setelah dan sebelum keterlibatan Anwar Usman. Dalam tiga putusan uji materi Pasal 169 hurf q, MK konsisten menyatakan bahwa ketentuan itu adalah kebijakan hukum terbuka yang kewenangan perubahannya ada di pembentuk undang-undang.

Namun setelah keterlibatan Anawar Usman dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, Mahkamah mengabaikan pertimbangan hukum pada tiga putusan sebelumnya dan mengabulkan gugatan tersebut.

Baca Juga: Saldi Isra Heran MK Utak-atik Putusan Syarat Capres jelang Ketuk Palu

Pelanggaran etik Anwar, kata Ilhamdi, terendus dari pernyataan Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam dissenting opinion-nya.

Arif Hidayat mengatakan ketidakterlibatan Anwar dalam RPH perkara nomor 51, 29, dan 55 dikarenakan untuk menghindari konflik kepentingan.

"Akan tetapi pada RPH atas Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 dan Nomor 91/PUU-XXI/2023 dengan isu konstitusionalitas yang sama, Anwar justru hadir dan ikut membahas perkara. Kehadiran Anwar inilah yang membalikkan keadaan," kata Ilhamdi.

Baca Juga: MK Restui Capres Belum 40 Tahun Asal Pernah jadi Kepala Daerah

Ilhamdi meyakini kehadiran Anwar dalam penanganan perkara tersebut sangat mempengaruhi sikap sejumlah hakim yang sebelumnya konsiten menolak gugatan pasal 169 huruf 1.

"Patut untuk dipertanyakan, daya pikat seperti apa yang dimiliki Anwar sehingga mampu membuat Enny, Daniel, dan Manahan beralih? Atau mungkin pertanyaannya, kekuatan apa yang berdiri di balik toga Hakim Konstitusi Anwar?" kata Ilhamdi.

Anwar Usman, kata dia, mesti menyadari bahwa pelanggaran etik yang dilakukannya terendus saat ikut terlibat dalam perumusan putusan tersebut.

"Ini adalah hantaman telak yang meluluhlantakkan puing-puing independensi Anwar Usman yang sejak lama dipertanyakan publik setelah ia berstatus sebagai adik ipar Presiden Jokowi. Itupun bila Anwar masih memiliki rasa malu dan kehormatan sebagai Hakim Konstitusi," katanya. 

Baca Juga: Mahfud MD Minta Para Penggugat UU Pemilu Legawa Terima Putusan MK

Putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 menjadi sorotan karena MK merestui seseorang untuk mencalonkan diri sebagai capres/cawapres meskipun belum berusia 40 tahun asalkan pernah/sedang menjabat sebagai kepala daerah atau jabatan yang ditetapkan berdasarkan pemilihan umum.

Saat ini satu-satunya kepala daerah yang berusia di bawah 40 tahun dan diisukan menjadi calon wakil presiden adalah putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka.

Wali Kota Solo itu kini berusia 36 tahun. Ia digadang-gadang akan mendampingi Prabowo Subianto pada Pemilu 2024 mendatang.