Transaksi Mencurigakan

Istri Kapolres Kotabaru: Harta Rp4,3 Miliar dan Pernah jadi Wakapolres

Kompol Silfia Sukma Rosa, istri dari Kapolres Kotabaru, AKBP Tri Suhartanto mengantongi harta senilai Rp4,3 miliar.

Wakapolres Cianjur, Jawa Barat, Kompol Silfia Sukma Rosa menyerahkan bantuan langsung tunai pada penerima pelaku usaha kecil mikro di Aula Mapolres Cianjur, Sabtu (9/4/2022). ANTARA/Ahmad Fikri/am.

apahabar.com, JAKARTA - Kompol Silfia Sukma Rosa, istri dari Kapolres Kotabaru, AKBP Tri Suhartanto mengantongi harta senilai Rp4,3 miliar.

Merujuk pada data e-LHKPN KPK yang dilaporkan 18 Januari 2022, Silfia yang saat itu masih menjabat Kapolsek Babakan Madang, Kabupaten Bogor memiliki dua bidang tanah dan bangunan di Kabupaten/Kota Bogor seluas 300 meter persegi yang terbagi masing-masing seluas 150 meter persegi.

Dua bidang tanah dan bangunan ditaksir senilai Rp4 miliar. Lalu harta lainnya, Silfia juga memiliki satu unit mobil Toyota Innova Venturer yang ditaksir seharga Rp350 juta.

Baca Juga: Profil Kompol Silfia Istri Kapolres Kotabaru Transaksi Rp300 Miliar

Baca Juga: apahabar.com Jadi Sumber Berita Terfavorit Pilihan Warganet

Baca Juga: Cek Gaya Hidup Kapolres Kotabaru, Pemilik Transaksi ‘Gendut’ 300 M

Kemudian harta bergerak lainnya yang dimiliki mantan Wakapolres Cianjur ini senilai Rp130 juta. Kas dan setara kas senilai Rp33,8 juta.

Maka total harta yang dikantongi Silfia senilai Rp4,5 miliar. Namun Silfia juga tercatat memiliki utang Rp200 juta sehingga total harta kekayaannya terhitung mencapai Rp4,3 miliar.

Sebelumnya isu transaksi 'gendut' Kapolres Kotabaru, AKBP Tri Suhartanto mencuat ke publik yang diklaim didapati dari bisnis jual beli mobil.

Temuan tersebut diendus Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) medio 2004-2018 yang disambut dengan klarifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab Tri sempat menjadi penyidik KPK hingga akhirnya didapuk menjadi Kapolres Kotabaru, Kalimantan Selatan.

Baca Juga: Transaksi Gendut Kapolres Kotabaru dari Bisnis Mobil, Begini Simulasinya

Baca Juga: DPR Sebut Transaksi 'Gendut' Kapolres Kotabaru Coreng Reputasi Polri

Di tengah riuh polemik transaksi 'gendut', AKBP Tri kini diperiksa Propam Polri untuk mengusut tentang bisnis mobil yang dijalankannya.

Bahkan Tri juga memberikan penjelasan bahwa transaksi 'gendut' senilai Rp300 miliar didapati dari bisnis mobil dan usaha serabutan lainnya.

"Di rekening itu tidak ada dalam buku senilai Rp 300 miliar. Tidak ada pernah terendap gitu, duit Rp300 miliar itu kan gak ada. Dalam satu hari ada Rp300 miliar itu di dalam rekening, enggak ada. Jadi keluar masuk aja semua itu," kata Tri.

Kemudian Tri juga menyebut bahwa penghasilan keluarganya pun didapatkan dari penghasilan istrinya yang juga anggota Polri, Kompol Silfia Sukma Rosa.

"Istri saya kan polisi juga," kata dia.

Baca Juga: Riuh Transaksi Gendut Kapolres Kotabaru, Kapolda Kalsel Bicara

Respons DPR RI di halaman selanjutnya: 

Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Panjaitan menyebut transaksi 'gendut' Kapolres Kotabaru, AKBP Tri Suhartanto mencoreng reputasi Polri.

Sebab ia mempersoalkan anggota Polri yang berbisnis dan dikhawatirkan mengganggu tugas utamanya melayani masyarakat.

"Jika disebut soal berbisnis mobil, polisi itu bertugas bukan berbisnis. Berbisnis saja itu dia sudah tidak pas," kata Hinca kepada apahabar.com, Selasa (11/7).

Baca Juga: Pak Kapolri! Kapolres Kotabaru Sebaiknya Dinonaktifkan

Hinca menerangkan jika anggota Polri sibuk berbisnis maka bakal terjadi konflik kepentingan lantaran suatu kondisi yang berpeluang berbenturan dengan tugas utamanya sebagai anggota Polri.

AKBP Tri Suhartanto pamer motor di media sosial. Foto: Instagram @tr_suhartanto

"Jadi, fokus saja pada tugasnya. Dengan tetap menjunjung asas praduga tak bersalah, kita dukung institusi Polri dan Kapolri memerintahkan divisi propamnya untuk melakukan tugasnya sebagaimana mekanisme yang berlaku di institusi Polri," jelasnya.

Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri dinilai mesti bertanggung jawab untuk mengusut kasus transaksi 'gendut' Kapolres Kotabaru.

"Ini penting karena institusi Polri kita ini harus dijaga betul-betul agar dia setia di garis perjuangan dan pekerjaan tupoksinya (tugas pokok dan fungsi)," imbuh dia.

"Jika benar misalnya individu Polri itu melakukan bisnis mobil ini, maka itu sudah pasti salah karena tugasnya bukan berbisnis. Jadi harus diungkap oleh propam," sambung dia.

Adapun ia menilai Propam Polri harus mengusut dengan detail seperti di mana bisnis mobil itu dijalankan, mobil apa yang dijual hingga dari mana mobil tersebut berasal.

"Bayangkan kalau Polisi saja yang mengawasi pelaksanaan menegakan hukum di Indonesia termasuk para pebisnis lalu malah jadi pebisnis juga, siapa yang akan mengawasi nantinya?" kata dia menegaskan.

Hinca menyimpulkan bahwa Propam Polri mesti membongkar transaksi 'gendut' dan seluk beluk bisnis mobil yang dijalankan AKBP Tri Suhartanto.

"Nama baik institusi Polri yang baru berulang tahun ke-77 yang dikomandoi Pak Sigit harus dijaga benar-benar kredibilitas dan integritasnya, mulai dari pangkat Jendral tertinggi hingga yang terbawah," pungkasnya.

Riuh transaksi gendut Kapolres Kotabaru, AKBP Tri Suhartanto masih bergulir. Kapolda Kalsel, Irjen Andi Rian Djajadi akhirnya bicara.

Respons Kapolda Kalsel di halaman selanjutnya: 

Rupanya, urusan transaksi gendut Tri ini, Polda Kalsel tak dilibatkan. Tersirat dari jawaban Andi Rian saat ditanya wartawan.

"Mabes Polri yang menangani, bukan Polda Kalsel," sahutnya dimintai tanggapan.

Hanya sampai di situ. Tak ada lagi tanggapan lain. Komentar soal Tri berakhir di situ.

Biar tahu saja. Tri Suhartanto menggantikan posisi AKBP Mochammad Gafur Aditya sebagai Kapolres Kotabaru. Serah terima jabatan tertanggal 18 April 2023.

Baca Juga: Profil Kompol Silfia Istri Kapolres Kotabaru Transaksi Rp300 Miliar

Sebelumnya, Tri adalah eks penyidik KPK. Ia aktif di lembaga itu sejak 2018. Polisi yang satu ini jadi sorotan publik. Dirinya terendus Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melakukan transaksi jumbo senilai Rp300 miliar.

KPK sendiri sudah mengklarifikasi soal transaksi tersebut. Namun akhirnya mereka lepas tangan. Tri dianggap bersih.

Jika merujuk e-lhkpn KPK yang dilaporkan 28 Februari 2023, Tri hanya mengantongi kekayaan senilai Rp11,6 miliar. Sedangkan untuk transaksi gendut itu, katanya hasil bisnis mobil.

Rekomendasi Pakar

Kapolres Kotabaru AKBP Tri Suhartanto. Foto via Metro Kalsel

Nama Kapolres Kotabaru AKBP Tri Suhartanto tengah menjadi sorotan. Eks penyidik KPK tersebut tersudut rekening gendut.

Baca selengkapnya di halaman selanjutnya: 

Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan mengendus laporan transaksi mencurigakan senilai Rp300 miliar di dalam rekening AKBP Tri.

Sedianya, Tri sendiri telah membantahnya. Alumnus Akpol 2004 itu menyebut uang segede itu tak ada kaitannya dengan posisi tugasnya saat di KPK maupun Polri. Setali tiga uang, KPK menyebut bahwa uang tersebut adalah hasil bisnis pribadi Tri.

Baca Juga: Cek Gaya Hidup Kapolres Kotabaru, Pemilik Transaksi ‘Gendut’ 300 M

KPK mestinya tak boleh percaya begitu saja. Angka tersebut terlampau tak wajar. Terlebih bagi seorang polisi. Lantas bolehkah seorang polisi berbisnis? Pakar hukum maupun peneliti kepolisian kompak tak setuju.

Bagi Peneliti Pusat Studi Antikorupsi Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah, misalnya, tak elok jika polisi berbisnis.

"Secara prinsip tak boleh berbisnis. Rawan konflik kepentingan dan berpotensi abuse of power untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya," jelas Castro sapaan karibnya kepada apahabar.com.

Baca Juga: DPR Sebut Transaksi 'Gendut' Kapolres Kotabaru Coreng Reputasi Polri

Selaras dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2/2003 tentang disiplin anggota kepolisian. Beleid itu sebenarnya telah melarang anggota kepolisian berbisnis.

Namun dilemanya, Peraturan Kapolri Nomor 9/2017 berkata lain. Beleid satu ini justru memberi lampu hijau untuk anggota Polri boleh berbisnis. "Ini kan kontradiktif," jelasnya.

Fakta bahwa AKBP Tri memiliki Rp300 miliar di rekeningnya berangkat dari keterangan mantan penyidik KPK, Novel Baswedan. Dalam sebuah poadcast, Novel pun menyayangkan sikap lunak KPK yang membiarkan Tri begitu saja kembali ke institusinya. Malahan sampai mendapat promosi sebagai kapolres.

"Seharusnya KPK tak pandang bulu mengusut kasus korupsi," begitu kata Novel.

Kapolri sebenarnya sudah angkat bicara merespons pemberitaan seputar AKBP Tri. Jenderal Listyo Sigit memerintahkan tim profesi dan pengamanan atau propam untuk memeriksa AKBP Tri. Namun istilah jeruk makan jeruk bisa saja berlaku di sini.

Baca Juga: IPW Minta Propam Bernyali Usut Transaksi 'Gendut' Kapolres Kotabaru

Makanya, untuk memudahkan proses penyelidikan, Castro melihat sebaiknya Tri dinonaktifkan dulu dari jabatannya.

"Sebaiknya yang bersangkutan diberhentikan dulu sementara agar lebih fokus menjalani pemeriksaan," kata Castro.

Penonaktifan Tri menjadi penting. Salah satunya demi menghindari potensi penghilangan barang bukti. "Kewenangan yang bersangkutan masih ada jika masih menjadi polisi aktif," jelas Castro.

Apalagi jika berkaca dari kasus Ismail Bolong. Castro turut menyarankan agar perkara AKBP Tri ditelisik oleh aparat penegak hukum lain. Bolong merupakan mantan polisi dari Samarinda. Ia terjerat perkara suap tambang ilegal. Di tangan kepolisian, kasus Bolong tak kunjung naik ke tahap persidangan.

"Sebaiknya dinonaktifkan, agar jauh lebih objektif. Tak terkesan jeruk makan jeruk. Rentan upaya menyelamatkan anggota korps-nya sendiri," jelas Castro.

Masyarakat perlu tahu. Penonaktifan bukan berarti pencopotan. Bambang Rukminto peneliti kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) sepakat dengan Castro.

Baca Juga: Kompolnas Sarankan Kapolres Kotabaru Segera Dinonaktifkan!

"Hanya dinonaktifkan sementara waktu untuk mempermudah pemeriksaan. Kalau nyatanya tak terbukti ada pelanggaran, tentu bisa langsung diaktifkan kembali."

Makanya, Bambang menyarankan agar proses pemeriksaan di Propam jangan memakan waktu yang lama. Tujuannya, untuk memberikan asas kepastian hukum.

"Ini penting dilakukan sekaligus untuk menunjukkan responsibilitas seperti jargon 'Presisi Kapolri'," ujar Bambang.

Sebagai legitimasi tindakan anggota Polri, Bambang melihat Perkap nomor 9/2017 justru membuka peluang penyalahgunaan kewenangan. Sebab, sarat dengan konflik kepentingan.

Ya, negara begitu besar memberi kewenangan kepada Polri khususnya kapolri. Sebagai contoh, di zaman Kapolri Bambang Hendarso Danuri (BHD), seorang anggota Polri boleh beristri lebih dari satu atau poligami. Namun di era Kapolri Idham Azis, Perkap warisan BHD yang diketahui beristri dua itu dicabut.

Baca Juga: Kapolri: Propam Usut Transaksi 'Gendut' Kapolres Kotabaru!

"Begitulah risiko bila menjadi lembaga superpower. Peraturan dibuat-buat sendiri, disesuaikan dengan kepentingan pragmatis," jelasnya.

Sebelum isu rekening gendut AKBP Tri mencuat, kepercayaan publik terhadap Polri sudah tergerus buntut peristiwa penembakan Duren Tiga, skandal Teddy Minahasa dan Tragedi Kanjuruhan.

Publik tentu saja menanti keseriusan dari Kapolri Listyo Sigit untuk membenahi internal mereka. "Pada akhirnya semua tergantung komitmen, konsistensi dan integritas sosok kapolri. Kalau kapolri-nya baik, baik pula Polri-nya, demikian juga sebaliknya bila visi sosok kapolri hanya pragmatis," pungkas Bambang.

Respons Kapolri 

Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Listyo Sigit Prabowo (Foto: apahabar.com/ Farhan)

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyebut Divisi Propam Polri tengah memeriksa Kapolres Kotabaru, AKBP Tri Suhartanto yang terendus bertransaksi senilai Rp300 miliar.

Baca selengkapnya di halaman selanjutnya: 

“Ya, Propam sedang melaksanakan pemeriksaan (terhadap AKBP Tri Suhartanto),” ujar Kapolri Sigit, Rabu (5/7).

Baca Juga: Dulu Sidik Maming, Sekarang Kapolres Kotabaru Punya Rekening Gendut

Kapolri Sigit menerangkan bahwa jika dalam pemeriksaan Divpropam Polri ditemukn pelanggaran etik, maka ia memastikan akan menjatuhkan sanksi tegas terhadap Kapolres Kotabaru, Kalimantan Selatan.

“Kemudian nanti kalau memang ditemukan ada pelanggaran nanti kita proses,” ujarnya.

Sebelumnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklarifikasi temuan transaksi Rp300 miliar yang dikantongi mantan penyidik KPK yang kini menjabat Kapolres Kotabaru, Kalimantan Selatan, AKBP Tri Suhartanto.

Baca Juga: Karier Mengilap Kapolres Kotabaru, Eks KPK yang Tersandung Isu Rekening ‘Gendut’

Sebab transaksi jumbo telah diendus Pusat Pelaporan Analisis Transaksi dan Keuangan (PPATK). Namun transaksi tersebut diketahui sebelum bekerja di lembaga antirasuah.

"Terkait isu tersebut kami sudah konfirmasi ke yang bersangkutan dan disampaikan bahwa itu tidak benar bila ada kaitan selama bertugas di KPK," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri di Jakarta, Senin (3/7).

Transaksi jumbo tersebut berhubungan dengan bisnis pribadi yang dijalankan Tri Suhartanto.

"Transaksi itu hanya uang berputar direkening karena ada bisnis pribadi sejak tahun 2004 dan itu jauh saat belum bergabung dengan KPK," ujarnya.