Fakta-fakta Lemahnya Tuduhan KPK Dibeberkan di Sidang Pembelaan MHM 

Sidang pembelaan Mardani H Maming digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin, Rabu (25/1).

Penasihat hukum Mardani, Habib Abdul Qodir saat membacakan nota pembelaan menyatakan, bahwa dakwaan itu akhirnya terbantahkan. Mardani tak pernah melanggar aturan tersebut. Sebab terungkap bahwa Jaksa KPK tak secara utuh menyuguhkan pasal 93 itu.

apahabar.com, BANJARMASIN - Sebuah pertanyaan disodorkan tim kuasa hukum Mardani H Maming di sidang pembelaan (pledoi) yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin, Rabu (25/1).

Kalimat tanyanya sederhana, "Apakah benar mantan Bupati Tanah Bumbu itu telah melakukan tindak pidana korupsi?”.

Pertanyaan itu sengaja dimunculkan untuk kemudian dijawab dengan fakta-fakta hukum yang telah terkuak di persidangan.

Di antaranya soal dakwaan Mardani telah melanggar Pasal 93 ayat 1 Undang-undang RI Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara, lantaran telah menerbitkan SK pelimpahan izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi (OP) PT BKPL kepada PT PCN.

Penasihat hukum Mardani, Habib Abdul Qodir saat membacakan nota pembelaan menyatakan dakwaan itu akhirnya terbantahkan.

Mardani tak pernah melanggar aturan tersebut.

Sebab terungkap bahwa Jaksa KPK tak secara utuh menyuguhkan Pasal 93 tersebut.

"Pengalihan IUP menjadi diperbolehkan, jika memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Pasal 93 ayat 2 dan 93 ayat 3, yakni jika IUP sudah melewati tahapan eksplorasi tertentu dan peralihannya diberitahukan kepada Bupati/Walikota, Gubernur, atau Menteri sesuai kewenangannya masing-masing," ucap Penasihat hukum Mardani, Habib Abdul Qodir saat membacakan nota pembelaan.

Hal ini pun diamini saksi ahli sekaligus fakta Fadli Ibrahim selaku Kepala Bagian Hukum Minerba Kementerian ESDM yang sebelumnya dihadirkan di persidangan, yang menyatakan bahwa ayat 2 dan 3 pada Pasal 93 adalah pengecualian. Sederhananya, pengalihan IUP OP sah-sah saja jika dilakukan.  

"Keterangan saksi Fadli Ibrahim tersebut ternyata juga bersesuaian dengan keterangan ahli hukum pertambangan Prof. Dr. Ir. Abrar Saleng yang secara tegas juga menerangkan pengalihan IUP boleh dilakukan jika memenuhi persyaratan yang terdapat dalam Pasal 93 ayat 2 dan 3," kata Qodir.

Kemudian soal tuduhan Mardani telah memanggil dan mengumpulkan sejumlah pejabat di Tanah Bumbu di rumahnya untuk secara khusus memaraf draf SK pelimpahan IUP OP PT BKPL kepada PT PCN adalah hal yang mengada-ada.

Sebab fakta sebenarnya penandatanganan dan pemarafan yang dilakukan tidak hanya dilakukan secara khusus terhadap SK peralihan IUP OP tersebut.

Melainkan juga terhadap ratusan draf keputusan terkait IUP perusahaan lainnya.

Itu dilakukan karena desakan dan keterbatasan waktu menjelang proses rekonsiliasi atau seringkali juga disebut Proses CnC di masa transisi perizinan pertambangan saat Mardani menjabat sebagai bupati.

Selanjutnya soal tuduhan pembuatan tanggal mundur dalam SK tersebut juga tak sesuai kenyataan.

Sebab faktanya, ujar Qodir, Jaksa KPK tak tidak bisa membuktikan dengan alat bukti yang sah dan meyakinkan. 

"Jaksa penuntut umum mendasarkan tuduhan tersebut hanya dengan mengandalkan alat bukti flashdisk yang diserahkan oleh saksi Buyung Rawando Dani dengan merujuk salah satu informasi dalam "file attributes" yaitu "date modified”, yang dapat dilihat atau merupakan suatu fitur dalam aplikasi "Windows File Explorer," jelasnya.

lebih jauh dikatakan Qodir dalam nota pembelian menyatakan, informasi semacam itu sama sekali tak dapat dipertanggungjawabkan kebenaran dan keabsahannya, karena dalam praktiknya mudah sekali untuk diubah dan direkayasa, apalagi informasi dari alat bukti tersebut bukanlah berasal dari kesimpulan yang didapatkan setelah melalui pemeriksaan forensik. 

"Ketiadaan pemeriksaan forensik terhadap flashdisk yang menjadi alat bukti tersebut dapat diketahui karena dalam dokumen yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum, baik yang terlampir dalam bundel Berkas Perkara maupun yang secara khusus diajukan di muka persidangan, sama sekak tidak didapati adanya laporan hasil pemeriksaan barang bukti elektronik yang dikeluarkan oleh Laboratorium Barang Bukti Elektronik (LBBE) Deputi Bidang Informasi dan Data KPK," kata Qodir.

Selain itu, Jaksa KPK ternyata juga tak pernah melakukan penyitaan atas buku catatan pengeluaran nomor dan tanggal atas seluruh SK bupati Tanah Bumbu yang berada dan disimpan di Bagian Hukum Kabupaten Tanah Bumbu, yang semestinya bisa menunjukkan benar atau tidaknya tuduhan pemberian tanggal mundur atas SK Bupati bernomor 296/2011 tersebut.

Selanjutnya, yang lebih mengherankan lagi, bukti SK bertanggal mundur yang diajukan oleh Jaksa KPK ternyata hanya berupa copy atas scan yang tidak utuh, berbeda format footer dan jenis huruf antara halaman satu dengan lainnya, sehingga validitas dan keabsahannya sangat diragukan, bahkan patut diduga telah terjadi rekayasa alat bukti (tampering with evidence), dan oleh karena itu sudah sepatutnya ditolak atau dikesampingkan sebagai alat bukti yang sah. 

"Seandainya pun benar terdapat pencantuman tanggal mundur pada SK Bupati No. 296/2011, dalam persidangan perkara ini sama sekali tidak ada satu alat bukti pun, termasuk keterangan saksi, yang menunjukkan atau mengatakan bahwa ada perintah atau permintaan Terdakwa Mardani H Maming untuk mencantumkan tanggal mundur pada SK Bupati No. 296/2011," jelas Qodir.

Lalu soal tuduhan Mardani telah menerima pemberian uang sejumlah Rp.118.754.731.752 baik secara langsung maupun tidak langsung, sebagai hadiah atas penerbitan SK peralihan IUP OP adalah tidak benar. "Faktanya duit itu adalah murni dari hasil bisnis," ucap Qodir.

Usia pembacaan pembelaan diri tim kuasa hukum, Mardani yang mengikuti persidangan secara virtual dari Rumah Tahanan Pomdam Jaya Guntur (Rutan Guntur) pun turut menyampaikan pembelaannya secara pribadi.

Mengenakan kemeja putih, Mardani tampak begitu tegar membacakan pembelaannya. Dia mengatakan bahwa perkara yang tengah dia hadapi merupakan ujian hidup yang harus dilalui.

"Kemerdekaan saya dirampas dan dijadikan terdakwa dengan dalih suatu tuduhan bahwa saya telah melakukan tindak pidana korupsi. Tuduhan, yang dari sejak semula hingga detik ini, tidak bisa saya terima dan tidak pernah saya akui, karena saya amat meyakini tidak pernah melakukan perbuatan jahat yang dituduhkan atas diri saya tersebut. Betapapun hati dan nurani saya berontak atas ketidakadilan ini, tapi saya bertawakal, percaya dengan sepenuh hati serta berpasrah diri atas kehendak Allah Subhanahu wa ta’ala," katanya.

Selain itu, dia bercerita tentang kegiatannya selama menjalani masa penahanan yang telah dijalani hampir setengah tahun terakhir ini.

"Sekarang saya kembali menjalin kegiatan yang lama sudah saya tidak lakukan. Membaca buku-buku tokoh-tokoh bangsa," imbuhnya.

"Salah satu pesan Bung Karno yang terus melekat di ingatan saya, yaitu 'Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri'. Terbukti benar apa yang telah diperingatkan oleh Bung Karno, bahwa di masa kini tak jarang terjadi upaya menjatuhkan sesama anak bangsa, melalui cara-cara yang licik dan tidak berkeadaban, bahkan dengan memakai tangan-tangan kekuasaan, juga termasuk melalui kriminalisasi," lanjutnya.

Dalam kesempatan itu pula Mardani kembali menyatakan bahwa semua tuduhan yang dialamatkan kepadanya adalah tidak benar.

"Tuduhan kejahatan yang dialamatkan pada diri saya adalah tidak benar. Maka, kini tiba saatnya bagi saya menggunakan kesempatan terakhir kalinya dalam persidangan perkara ini, untuk mencoba mengetuk kembali pintu kebijaksanaan Yang Mulia Majelis Hakim. Saya sungguh tidak memohon apapun, selain keadilan yang menjadi hak saya," tutupnya.

Usai pembelaan disampaikan, Majelis Hakim yang diketuai Heru Kuntjoro pun memberi kesempatan kepada Jaksa KPK untuk replik atas pembelaan Mardani.

Atas hal itu Jaksa KPK pun menyatakan tetap pada tuntutannya. 

Selanjutnya, atas musyawarah hakim dan kesepakatan Jaksa KPK serta tim kuasa hukum Mardani sidang selanjutnya bakal digelar pada Jumat 10 Februari 2023 dengan agenda pembacaan putusan.