Eksepsi Ditolak, Harapan Eks Bupati HST Tak Diadili Dua Kali Kandas

Eksepsi atau pembelaan eks Bupati Hulu Sungai Tengah (HST), Abdul Latif, ditolak majelis hakim Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin.

Eksepsi mantan Bupati Hulu Sungai Tengah (HST), Abdul Latif, ditolak majelis hakim Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin. Foto: apahabar.com/Syahbani

apahabar.com, BANJARMASIN - Eksepsi atau pembelaan eks Bupati Hulu Sungai Tengah (HST), Abdul Latif, ditolak majelis hakim Pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin.

Seiring penolakan tersebut, hakim memutuskan melanjutkan sidang perkara. Putusan ini mengandaskan harapan Latif yang berusaha tidak diadili untuk kali kedua. 

Diketahui narapidana kasus korupsi itu kembali didakwa jaksa KPK, karena telah melakukan korupsi berupa gratifikasi dan pencucian uang.

"Menolak eksepsi penasehat hukum dan eksepsi terdakwa. Melanjutkan pemeriksaan perkara," tegas hakim ketua Jamser Simanjuntak dalam sidang putusan sela, Rabu (1/2).

Ketika memberikan putusan menolak, majelis hakim berpendapat bahwa dakwaan yang disampaikan jaksa KPK tertanggal 18 Januari 2023 itu sah menurut hukum.

"Selanjutnya surat dakwaan tersebut dapat dijadikan dasar untuk memeriksa dan mengadili perkara terdakwa," tambah Jamser.

Dengan demikian, sidang perkara dugaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dilakukan Latif dilanjutkan ke tahap pembuktian dengan agenda pemeriksaan saksi dari jaksa KPK, Rabu (8/2). 

Adapun Jaksa KPK telah mempersiapkan saksi sebanyak 90 orang. Mereka terdiri dari 45 saksi perkara dugaan gratifikasi dan 45 saksi perkara TPPU.

"Dalam kesempatan pertama, dimulai dengan 7 saksi sesuai dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP)," tandas Jaksa KPK.

Baca Juga: Mantan Bupati HST Didakwa Lakukan Pencucian Uang, Berikut Nilai Asetnya

Baca Juga: Berkas Lengkap, Eks Bupati HST Segera Disidangkan di Kasus TPPU

Sebelumnya Latif yang sekarang menghuni Lapas Sukamiskin di Jawa Barat, didakwa telah menerima gratifikasi sebesar Rp41,5 miliar dari sejumlah instansi di HST semasa menjabat sebagai bupati dalam periode 2016-2017. 

Atas tindakan tersebut, Latif didakwa dengan Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi tentang gratifikasi.

Latif juga didakwa telah melakukan TPPU senilai Rp34,2 miliar dengan berbagai cara. Dalam dakwaan jaksa KPK, cara yang dilakukan Latif adalah menyetor melalui perbankan, pembelian surat berharga atau obligasi, tanah, rumah, termasuk kendaraan bermotor. 

Rinciannya disetor ke rekening Bank Mandiri pribadi senilai Rp8.253.719.779. Kemudian memasukkan uang ke rekening BTN atas nama Fauzan Rifani sebesar Rp2.500.000.000.

Juga menempatkan uang sebesar Rp1.000.000.000 dengan cara melakukan pembelian Obligasi Ritel Indonesia (ORI) di BTN Cabang Banjarmasin.

Kemudian membeli dua bidang tanah di Barabai seharga Rp2.851.350.000, serta membeli puluhan kendaraan dari mobil Lexus, Hummer, truk, hingga moge dengan total transaksi Rp19.722.126.000.

Jaksa KPK pun memberikan dua dakwaan kumulatif. Mulai dari melanggar Pasal 12 B gratifikasi, serta Undang-Undang TTPU. 

Atas dakwaan tersebut, Latif langsung menyatakan keberatan. Didampingi OC Kaligis sebagai kuasa hukum, keberatan sampaikan langsung secara pribadi di persidangan. 

Dalam eksepsi tersebut, Latif menyatakan tak pernah melakukan gratifikasi maupun pencucian uang, sekaligus meminta hakim agar membatalkan seluruh dakwaan dan memerintahkan jaksa untuk mengembalikan semua barang sitaan yang tidak termasuk dalam dakwaan.

Sematara penasihat hukum Latif dari Kantor Pengacara OC Kaligis SH & Associates, Joni Politon, menyebut dakwaan JPU tidak jelas lantaran tak menyebutkan pihak-pihak yang memberikan gratifikasi.

Kemudian aset-aset yang disita juga merupakan harta Latif sebelum menjabat bupati HST, "Bukti pendukung objek yang disita semua di bawah 2015," papar Joni Politon.