ASPEK Indonesia Sebut Omnibus Law Berdampak Miskinkan Pekerja, UMP Masih di Bawah Rata-Rata

ASPEK Indonesia menjelaskan dampak buruk Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja, terus menyasar dan memiskinkan kelas serikat pekerja.

Ilustrasi para pekerja di kawasan Jalan Jenderal Besar Sudirman, Jakarta Pusat. Foto: Media Indonesia

apahabar.com, JAKARTA – Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia menyebut Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja memiliki dampak buruk bagi pekerja dan rakyat Indonesia.

Hal itu disampaikan Pemimpin ASPEK Indonesia Mirah Sumirat bahwa dampak buruk Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja, terus menyasar dan memiskinkan kelas pekerja di Indonesia.

“Kami menilai Pemerintah belum bersungguh-sungguh dalam melaksanakan amanat Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 27 ayat (2), karena tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan,” kata Mirah dalam Siaran Pers seperti dilansir apahabar.com Jakarta, Selasa (3/1).

Baca Juga: Peringati Hari Buruh Migran Sedunia, Partai Buruh Gelar Aksi di Kantor Kemenaker

Berdasarkan Pasal 27 ayat (2), setidaknya terdapat dua kewajiban negara yang harus dipenuhi oleh Pemerintah, yaitu memberikan pekerjaan dan memberikan penghidupan, yang keduanya harus layak bagi kemanusiaan.

“Kita refleksikan di tahun 2022. Pihak Pemerintah, melalui Kementerian Ketenagakerjaan, telah mengumumkan rata-rata kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2022 sebesar 1,09 persen, jauh di bawah inflasi ataupun pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.

Saat ini Pemerintah, lanjutnya, menetapkan kenaikan upah minimum berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

“Namun ini malah di PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, ada tambahan formula baru yang ditetapkan sepihak oleh Pemerintah, yang tidak diatur dalam UU Cipta Kerja, yaitu penyesuaian nilai upah minimum ditetapkan dalam rentang nilai batas atas dan batas bawah. Kenaikan upah minimum 2022 hasilnya justru di bawah inflasi ataupun pertumbuhan ekonomi,” tegasnya.

Baca Juga: Presiden Terbitkan Perppu Cipta Kerja, Prof Denny: Pelecehan Konstitusi

Padahal, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi tertinggi didapat oleh Maluku Utara dengan kenaikan 12,76 persen, dan inflasi tertinggi adalah Bangka Belitung 3,29 persen. 

“Masih terkait upah minimum, ASPEK Indonesia juga mengkritisi hilangnya ketentuan Upah Minimum Sektoral Provinsi dan Kabupaten/Kota, sebagai dampak buruk Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja,” papar Mirah.

Terkait perjuangan jaminan kepastian pekerjaan, Mirah Sumirat menyampaikan, ASPEK Indonesia juga mencatat selama tahun 2022, banyak terjadi pemutusan hubungan kerja yang dilakukan secara sepihak oleh perusahaan. 

Baca Juga: YLBHI: Perppu UU Cipta Kerja Gejala Otoritarianisme Era Jokowi

Ia mengungkap Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja yang telah memudahkan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan kompensasi pesangon yang jauh lebih sedikit dibandingkan ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan, telah berdampak pada terjadinya badai PHK massal di seluruh Indonesia, dengan dalih efisiensi perusahaan. 

“Semakin mudahnya sistem kerja outsourcing dan sistem kerja kontrak hingga seumur hidup, telah menghilangkan jaminan kepastian pekerjaan, jaminan kepastian upah dan jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” ucap Mirah.

Terkait perjuangan jaminan sosial, Mirah Sumirat menyampaikan, ASPEK Indonesia secara resmi di tahun 2022 telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo dan Menteri Ketenagakerjaan untuk meminta pembatalan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata, Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua. 

Baca Juga: Pemerintah Hapus Hak Libur 2 Hari lewat Perppu Cipta Kerja

Menurutnya, pemerintah seharusnya tetap memberikan subsidi kepada rakyatnya, apalagi yang menyangkut kebutuhan hajat hidup rakyat.

“Pemerintah jangan malah mengeluh, dengan merasa terbebani subsidi untuk rakyat! Kewajiban Pemerintah sesuai amanat Konstitusi UUD 45 adalah mensejahterakan rakyat!,” tegas Mirah Sumirat.

Sebelumnya, Mirah meminta Presiden RI untuk menginstruksikan Menteri Ketenagakerjaan untuk mencabut dan membatalkan Permenaker No. 2 Tahun 2022. Dengan implementasi lebih lanjut Permenaker No. 19 Tahun 2015.

Mereka juga meminya Jaminan Hari Tua dapat dibayarkan kepada pekerja yang berhenti bekerja karena mengundurkan diri atau pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sekaligus tunai setelah 1 (satu) masa tunggu pembayaran seksual ) satu bulan sejak tanggal pengunduran diri atau tanggal pemutusan hubungan kerja.

“Akhirnya setelah perdebatan dan penentangan keras dari kelompok buruh, pada 26 April 2022 Permenaker No 4 Tahun 2022 isinya hampir sama dengan Permenaker 19/2015. Ini yang diperjuangkan pokja Indonesia,” tutupnya.