Kalsel

Respons Keluarga Terkait Usul Datu Kelampayan Bergelar Pahlawan Nasional

apahabar.com, MARTAPURA – Usul agar Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari atau dikenal Datu Kelampayan bergelar pahlawan…

Featured-Image
Ustadz H Ahmad Daudi, salah satu keturunan Datu Kelampayan dari istri berdarah Tionghoa. Foto-apahabar.com/Mada Al Madani

bakabar.com, MARTAPURA - Usul agar Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari atau dikenal Datu Kelampayan bergelar pahlawan nasional mendapatkan respons dari ahlul bait atau keluarga.

Melalui Ustadz H Ahmad Daudi, keluarga Datu Kelampayan menanggapi usulan gelar pahlawan nasional itu berbeda-beda.

Menurutnya, ada yang mendukung dan mempertanyakan usul pemberian gelar pahlawan nasional kepada Datu Kelampayan tersebut.

"Dari pihak keluarga yang menyampaikan kepada saya ada yang setuju ada juga yang mempertanyakan," tutur Ustadz Daudi, salah satu zuriat Syekh Muhammad Arsyad saat ditemui bakabar.com di kediamannya, Desa Dalam Pagar, Kabupaten Banjar, tempo hari.

Ustadz Daudi menjelaskan, mereka yang menyetujui Datu Kelampayan bergelar pahlawan nasional tidak mempermasalahkannya. Mau dapat gelar pahlawan nasional atau tidak, mereka tidak jadi soal. Namun sebagian lagi mempertanyakan untuk apa gelar pahlawan nasional tersebut.

Datu Kelampayan yang lahir 1710 Masehi era Kesultanan Banjar di bawah periode kepemimpinan tiga sultan Banjar. Masing-masing Sultan Tahlilullah, Tahmidullah dan dan Tamjidillah II.

Lebih jauh Ustadz Daudi menjelaskan, dalam sejarahnya yang tercatat, Datu Kelampayan memang tidak melakukan perlawanan terhadap penjajah secara langsung, baik secara fisik dan lain halnya.

"Di era itu beliau, dan waktu di Kesultanan Banjar juga tidak ada menceritakan beliau berjuang melawan penjajah," ungkapnya.

"Namun untuk diketahui, almarhum melakukan perlawanan terhadap kebodohan dengan mengajarkan ilmu agama Islam," terangnya.

Datu Kelampayan berjuang memberantas kebodohan dengan meluruskan sesuatu yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Di mana pada saat itu masyarakat Kesultanan Banjar masih banyak menganut ajaran menyimpang.

"Saat beliau datang ke Banjar, disambut oleh Sultan dan di masa itu juga Kesultanan Banjar tengah haus-hausnya dengan siraman rohani dalam meluruskan ajaran syariat Islam di kalangan kerajaan ada hal-hal yang masih dianggap menyimpang," terangnya.

Karena rasa senang atas kepulangannya, Sultan Banjar kemudian memberikan sebidang tanah yang dibangunkan rumah.

Rumah tersebut dipagari oleh Datu kelampayan menggunakan kayu ulin hingga menjadi cikal bakal Kampung Dalam Pagar serta Halaqoh Datu Kelampayan.

"Untuk Dzohirnya memang menggunakan kayu ulin, tapi dari sisi batin beliau pagari dengan wafak," ucapnya.

Ustadz Daudi mengatakan di Halaqoh tersebut Datu Kelampayan mengajarkan ilmu agama dengan membuka majelis yang banyak didatangi orang dari berbagai daerah.

"Setiap orang datang ke sana jika ditanya habis dari mana, pasti menjawab dari dalam pagar, hingga sekarang namanya menjadi Kampung Dalam Pagar," jelasnya.

Berkaitan dengan Halaqoh tersebut, Ustadz Daudi mengatakan titik tempatnya berada di pinggir Sungai Martapura, kini tepat di samping langgar yang berada di Desa Dalam Pagar dekat berdirinya Pondok Pesantren Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.

Zuriat Datu Kelampayan dari istrinya yang berkebangsaan Tionghoa ini mengungkapkan masih menyimpan beberapa kitab-kitab karangan Syekh Muhammad Arsyad. Di antaranya adalah Tuhfaturrogibin, Sabilal Muhtadin, serta kitab-kitab lainnya.

"Beliau menulis kitab ini sesuai permintaan sultan yang mana diperlukan pada saat itu, pertama beliau menulis Sabilal Muhtadin. Kedua, kitab di mana ada suatu daerah yang suka menaruh sesajen di pohon, maka dari itu beliau menulis kitab Tuhfaturogibin yang menjelaskan tidak boleh meletakan sesajen dan hal-hal lain menyebabkan orang menjadi syirik," jelasnya.

Dalam hal ini Datu Kelampayan meneknkan untuk keturunannya adalah asal mula yang dipelajari masalah Ma'rifatullah.

Maka dari itu Datu Kelampayan mengarang kitab Kanzul Ma'rifah. Kemudian menyusun untuk memperdalam ilmu ma'rifah adalah Jawamiul Asror.

"Nah ini kitab yang menjadi peninggalan beliau selain mempelajari tentang Fiqih," ucapnya.

Tak hanya peninggalan berbentuk tulisan saja, pihak keluarga juga masih menyimpan barang-barang Datu kelampayan seperti baju dan lain sebagainya.

"Namun untuk baju beliau ini sudah tidak bisa dikeluarkan lagi karena sudar rapuh," jelasnya.

Sebelumnya, nama Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari tengah diusulkan untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional. Pengusulan itu tak luput dari dedikasinya yang selama ini diberikan untuk bangsa dan negara.

Usulan Agar Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari Jadi Pahlawan Nasional Kian Dimantapkan



Komentar
Banner
Banner