bakabar.com, AMUNTAI – KPK telah menyita sederet aset milik Bupati nonaktif Hulu Sungai Utara (HSU), Abdul Wahid. Aset berupa bangunan dan tanah.
Lokasi tanah dan klinik belum jadi itu berdiri strategis di jalan penghubung Kabupaten HSU dan Kabupaten Tabalong.
Lokasi tepatnya di Jalan Pambalah Batung, Kelurahan Paliwara RT 08, Kecamatan Amuntai Tengah, atau berjarak sekitar 200 meter dari Jembatan Paliwara.
Menariknya, tanah dan bangunan yang disita KPK, Rabu (24/11) malam, tersebut tepat berada di samping bangunan Apotek Barata.
Apotek Barata sendiri milik Abdul Wahid, tempat itu menjadi praktik bersama sejumlah dokter. Lantas kenapa apotek tersebut tidak turut disita KPK?
“Apotek tersebut tidak disita KPK itu karena tanahnya merupakan pemberian keluarga kepada Abdul Wahid,” jelas sumber media ini, Kamis (25/6) kemarin.
Sedang, KPK sendiri sebagaimana diketahui tengah fokus menelusuri aset-aset Wahid yang berkaitan dengan fee sejumlah proyek di HSU.
“Ya itu kan warisan,” ujarnya.
Pantauanbakabar.com, Apotek Barata berada di sebelah kanan dari lahan dan bangunan yang rencananya untuk klinik kesehatan.
Jika dari depan, bangunan apotek Barata terlihat biasa saja. Luasnya sekitar 5 hingga 6 meter.
Pasca-penyitaan lahan dan bangunan di sampingnya, apotek terpantau masih beroperasi seperti biasa.
Wahid sendiri jarang terlihat mengunjungi Apotek Barata, termasuk meninjau pembangunan klinik di sampingnya.
“Saya tidak pernah melihat keberadaan bupati di apotek maupun di lokasi pembangunan di sampingnya,” kata warga Paliwara ini.
Sebelumnya sumber media ini mengatakan tanah dan bangunan yang disita KPK adalah benar milik Wahid.
Menurutnya bangunan dan tanah itu dibeli Wahid dari warga setempat pada 2020 silam.
Saat ini di belakang bangunan yang disita itu dalam proses pembangunan klinik rawat inap.
“Lokasinya pembangunan sendiri di pagar dengan seng,” jelasnya.
Penyitaan dilakukan KPK setelah memeriksa sejumlah pejabat di RS Pambalah Batung. Mereka adalah Dewi Septiani, Kasubag Kepegawaian, dan seorang dokter bernama Dewi Yunianti.
Mereka berdua dicecar penyidik KPK mengenai peran Wahid dalam menentukan para kontraktor pelaksana di sejumlah proyek.
Selain mereka berdua, masih ada sembilan nama lain diperiksa KPK di Mapolres HSU pada Rabu kemarin (26/11). Antara lain, pihak penanggung jawab proyek irigasi Banjang, konsultan pengawas, Plt kepala BKPP HSU, pegawai dinas pertanian, inspektorat, BKD, Dinas Perindagkop, Satpol PP, hingga seorang pegawai di Dinas Kesehatan.
“Seluruh saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan persetujuan tersangka AW (Abdul Wahid) melalui tersangka MK (Maliki) dalam menentukan para kontraktor yang akan mengerjakan berbagai proyek di Kabupaten HSU dengan imbalan pemberian berupa fee proyek,” ujar Jubir KPK Ali Fikri, kemarin.
Tak hanya klinik, KPK juga menyita sebuah mobil CRV keluaran terbaru dari Almien Ashar Safari, Ketua DPRD HSU sekaligus anak Wahid.
Fikri menyampaikan penyidik KPK juga masih fokus mendalami sejumlah penerimaan uang Wahid dalam kasus suap dan gratifikasi dalam pengerjaan proyek di HSU.
KPK sebelumnya menetapkan Bupati HSU Abdul Wahid sebagai tersangka suap pengadaan barang dan jasa di proyek Irigasi Banjang dan Kayakah.
Penangkapan Wahid berawal dari operasi tangkap tangan tim KPK pada 15 September 2021 di Amuntai, HSU.
KPK juga telah menetapkan beberapa pihak sebagai tersangka, yaitu pelaksana tugas Kepala dinas Pekerjaan Umum Dinas PUPR Kabupaten Hulu Sungai Utara, Maliki; Direktur CV Hanamas Marhaini (MRH); dan Direktur CV Kalpataru Fachriadi (FH).
Marhaini dan Fachriadi selaku pihak pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 65 KUHP.
Maliki selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 64 dan Pasal 65 KUHP.
Sementara, Wahid yang diduga menerima suap dan gratifikasi hingga senilai total Rp18,9 miliar disangka Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 KUHP Jo Pasal 65 KUHP.
Sampai hari ini, bupati HSU dua periode ini mendekam di rumah tahanan di Gedung Merah Putih KPK hingga 7 Desember mendatang.
Dilengkapi oleh Syarif Hidayatullah