bakabar.com, BANJARMASIN – Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Kalsel Kombes Pol Muhammad Rifai membenarkan adanya surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) untuk Ahdiat Zairullah.
Namun untuk penetapan tersangka masih dalam proses penyidikan yang bergulir di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Kalsel.
Saat ini, Ahdiat dan rekannya Renaldi memang masuk dalam agenda penyidikan atas laporan dugaan pelanggaran penyampaian pendapat di muka umum.
“Untuk [tersangka atau saksi] masih dalam proses,” ujar Rifai dihubungi bakabar.com, Kamis (29/10) siang.
Pemeriksaan dimaksud buntut aksi demonstrasi penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja jilid II di Jalan Lambung Mangkurat, Kamis 15 Oktober silam.
“SPDP itu bukti naiknya penyelidikan ke tahap penyidikan,” ujar Rifai.
Saat ditanya apakah akan ada agenda pemanggilan susulan, Rifai bilang kemungkinan besar iya.
“Sudah jadi kewenangan penyidik, untuk mengambil keterangan tidak bisa sekali selesai pemeriksaan,” ujarnya.
Praktis, pernyataan Rifai ini menganulir pernyataan sebelumnya bahwa Ahdiat dan Renaldi telah resmi ditetapkan penyidik sebagai tersangka.
“Benar,” ujarnya.
Seperti yang diwartakan sebelumnya, Ahdiat Zairullah, dan Renaldi dikabarkan telah resmi ditetapkan sebagai tersangka.
Dugaan pelanggaran penyampaian pendapat di muka umum kedua mahasiswa yang juga pengurus BEM ULM ini pun memasuki babak baru.
Pasalnya kuasa hukum para terlapor menemukan dugaan miskomunikasi di internal kepolisian soal pengumuman status tersangka keduanya.
Polisi memproses dugaan pelanggaran demonstrasi yang dimotori Ahdiat dan Renaldi yang dianggap melabrak ketentuan karena menerima laporan keluhan masyarakat sekitar Jalan Lambung Mangkurat.
Seperti yang disampaikan langsung oleh Kombes Pol Rifai saat ditanya awak media pada Selasa (29/10) lalu di Mapolda Kalsel.
Dari laporan warga, keduanya terjerat Pasal 218 KUHP Jo Undang-Undang (UU) Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat. Ancaman hukuman paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
Sebagai motor demonstrasi, keduanya dianggap tak mengindahkan instruksi polisi untuk membubarkan massa aksi sampai batas waktu yang ditentukan polisi.
Memang saat itu Kapolda Kalsel Irjen Pol Nico Afinta sempat menemui mahasiswa dan mengajak diskusi. Namun para mahasiswa merasa tidak pernah menerima peringatan untuk membubarkan diri. Kata kuasa hukum, “Hanya bujukan kapolda dan danrem.”
Sesuai peraturan yang diterbitkan Kapolri Nomor 9 Tahun 2008, unjuk rasa di tempat terbuka hanya boleh berlangsung hingga pukul 18.00.
Pantauan bakabar.com, aksi demonstrasi memang baru berakhir jelang tengah malam. Sempat terjadi perdebatan alot antara mahasiswa dengan polisi kala itu.
Diiringi isak tangis Ahdiat, para mahasiswa yang bertahan akhirnya memilih membubarkan diri sekalipun tuntutan mereka belum terpenuhi, yakni meminta Presiden Jokowi menerbitkan peraturan pengganti UU atau Perppu mencabut omnibus law.
Namun begitu, kata Rifai saat itu, keduanya tidak ditahan mengingat ancaman hukuman maksimal 4 bulan.
Dalam hari pemeriksaan keduanya, polisi juga memeriksa 16 mahasiswa lainnya. Jumlah itu kemungkinan akan bertambah pada Senin depan.
Kabarnya akan ada 12 orang lagi yang akan diperiksa. Termasuk Direktur Eksekutif Walhi Kisworo Dwi Cahyono, dan sejumlah ketua BEM di Kalsel.
“Ya benar,” ujar Kuasa Hukum terlapor Muhammad Pazri kepada bakabar.com, Kamis (29/10).
Tak cuma 16 mahasiswa, polisi juga telah memanggil Wakil Rektor III ULM, Fauzi Makki. Fauzi datang sebagai saksi sehari setelah pemeriksaan para mahasiswanya.
Pazri mengatakan penetapan tersangka kedua kliennya masih menjadi tanda tanya. Pasalnya, setelah pengumuman penetapan tersangka ke awak media, sejam kemudian pihaknya mengakui bersama mahasiswa menghubungi via telepon Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kalsel Kombes Pol Sugeng Riyadi.
“Pak Sugeng mengklarifikasi pernyataan soal status tersangka Ahdiat dan Renaldi. SPDP cuma diterima oleh Ahdiat,” ujarnya.
Sampai kini Pazri juga mengakui belum sekalipun menerima pemberitahuan penetapan tersangka keduanya.
Sekalipun kliennya nanti benar ditetapkan sebagai tersangka, pihaknya siap menempuh jalur gugatan praperadilan.
“Penetapan tersangka mesti memiliki bukti permulaan yang cukup, polisi mesti menangani perkara secara profesional, proporsional, dan transparan,” ujarnya.
Termasuk siapa sosok sosok pelapor kedua mahasiswa tersebut yang hingga kini belum juga dibuka oleh pihak kepolisian.
“Penyidik mestinya mengutamakan ultimum remedium. Hukum pidana hendaklah jadi upaya terakhir dalam penegakan hukum,” ujarnya.
Banyak pihak menyayangkan proses pemidanaan keduanya lantaran menyalurkan aspirasi mereka meskipun hingga larut malam.
“Namun apa yang dilakukan mahasiswa ini juga serupa dengan yang dilakukan Baleg DPR RI bersama pemerintah dan DPD RI yang membahas RUU Omnibus Law sampai larut malam hingga memunculkan kesan buru-buru atau kejar tayang. Maka tak salah pengesahan UU Cipta Kerja ini akhirnya memicu aksi di pelosok negeri yang juga larut sampai malam,” ujar perwakilan Fraksi Rakyat Indonesia Kalsel, Dwi Putera Kurniawan belum lama tadi.
2 Mahasiswa Tersangka, Rektor ULM Pasang Badan, Ada Dugaan Miskomunikasi di Kepolisian