bakabar.com, BANJARMASIN – Pangeran Antasari, pejuang nasional asal Kalimantan Selatan, wafat 11 Oktober 1862 atau tepatnya 158 tahun silam, hari ini.
Uraian singkat disadur dari literasi, Pangeran Antasari lahir di Kayu Tangi (Martapura) Kesultanan Banjar, 1809 Masehi.
Pangeran Antasari meninggal pada usia 53 tahun. Sultan Banjar ini wafat di Bayan Begok, Hindia Belang (kini Kalimantan Tengah).
Menurut catatan, Pangeran Antasari dinobatkan sebagai pemimpin pemerintahan tertinggi Kesultanan Banjar pada 14 Maret 1862.
Sejak saat itu, sebagai Sultan Banjar, Pangeran Antasari menyandang gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin.
Proses dinobatkannya Pangeran Antasari sebagai Sultan Banjar dilakukan dihadapan para kepala Suku Dayak dan Adipati penguasa wilayah.
Antara lain Dusun Atas, Kapuas dan Kahayan yaitu Tumenggung Surapati/Tumenggung Yang Pati Jaya Raja.
Pangeran Antasari merupakan cucu Pangeran Amir. Semasa muda nama Pangeran Antasari adalah Gusti Inu Kartapati.
Ibunda Pangeran Antasari adalah Gusti Hadijah binti Sultan Sulaiman.
Ayah Pangeran Antasari adalah Pangeran Masohut (Mas’ud) bin Pangeran Amir.
Pangeran Amir adalah anak Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah yang gagal naik tahta pada tahun 1785.
Ia diusir oleh walinya sendiri, Pangeran Nata, yang dengan dukungan Belanda memaklumkan dirinya sebagai Sultan Tahmidullah II.
Pangeran Antasari memiliki 3 putra dan 8 putri. Pangeran Antasari mempunyai adik perempuan yang lebih dikenal dengan nama Ratu Sultan Abdul Rahman karena menikah dengan Sultan Muda Abdurrahman bin Sultan Adam.
Akan tetapi meninggal lebih dulu setelah melahirkan calon pewaris kesultanan Banjar yang diberi nama Rakhmatillah, yang juga meninggal semasa masih bayi.
Bentuk perjuangan Pangeran Antasari terhadap Belanda yakni dengan melakukan perang terbuka.
Ketika Perang Banjar pecah saat Pangeran Antasari dengan 300 prajuritnya menyerang tambang batu bara milik Belanda di Pengaron tanggal 25 April 1859.
Selanjutnya peperangan demi peperangan dikomandoi Pangeran Antasari di seluruh wilayah Kerajaan Banjar.
Dengan dibantu para panglima dan pengikutnya yang setia, Pangeran Antasari menyerang pos-pos Belanda di Martapura, Hulu Sungai, Riam Kanan, Tanah Laut, Tabalong, sepanjang sungai Barito sampai ke Puruk Cahu.
Pertempuran yang berkecamuk makin sengit antara pasukan Pangeran Antasari dengan pasukan Belanda, berlangsung terus di berbagai medan.
Pasukan Belanda yang ditopang oleh bala bantuan dari Batavia dan persenjataan modern, akhirnya berhasil mendesak terus pasukan Pangeran Antasari.
Dan akhirnya Pangeran Antasari memindahkan pusat benteng pertahanannya di Muara Teweh.
Berkali-kali Belanda membujuk Pangeran Antasari untuk menyerah, namun dia tetap pada pendiriannya.
Ini tergambar pada suratnya yang ditujukan untuk Letnan Kolonel Gustave Verspijck di Banjarmasin tertanggal 20 Juli 1861.
"…dengan tegas kami terangkan kepada tuan: Kami tidak setuju terhadap usul minta ampun dan kami berjuang terus menuntut hak pusaka (kemerdekaan)…" demikian bunyinya.
Dalam peperangan, Belanda pernah menawarkan hadiah kepada siapa pun yang mampu menangkap dan membunuh Pangeran Antasari dengan imbalan 10.000 gulden.
Namun sampai perang selesai tidak seorangpun mau menerima tawaran ini. Orang-orang yang tidak mendapat pengampunan dari pemerintah Kolonial Hindia Belanda.
Setelah berjuang, Pangeran Antasari akhirnya wafat di tengah-tengah pasukannya tanpa pernah menyerah, tertangkap, apalagi tertipu oleh bujuk rayu Belanda.
Pangeran Antasari wafat pada tanggal 11 Oktober 1862 di Tanah Kampung Bayan Begok, Sampirang, Kalteng, dalam usia lebih kurang 53 tahun.
Menjelang wafatnya, dia terkena sakit paru-paru dan cacar yang dideritanya setelah terjadinya pertempuran di bawah kaki Bukit Bagantung, Tundakan.
Perjuangannya dilanjutkan oleh puteranya yang bernama Muhammad Seman.
Setelah terkubur selama lebih kurang 91 tahun di daerah hulu sungai Barito, atas keinginan Banjar dan persetujuan keluarga, pada tanggal 11 November 1958 dilakukan pengangkatan kerangka Pangeran Antasari.
Kemudian kerangka ini dimakamkan kembali Taman Makam Perang Banjar, Jalan Malkon Temon, Kelurahan Surgi Mufti, Banjarmasin.
Pangeran Antasari telah dianugerahi gelar sebagai Pahlawan Nasional dan Kemerdekaan oleh pemerintah Republik Indonesia berdasarkan SK No. 06/TK/1968 di Jakarta, tertanggal 27 Maret 1968.
Nama Pangerang Antasari diabadikan pada Korem 101/Antasari dan julukan untuk Kalimantan Selatan yaitu Bumi Antasari.
Pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) telah mencetak dan mengabadikan nama dan gambar Pangeran Antasari dalam uang kertas nominal Rp 2.000.