Kalsel

AFK 2020, Ungkapan Syukur Ragam Budaya Kalimantan lewat Sinema

apahabar.com, BANJARMASIN – Festival sinema bertajuk Aruh Film Kalimantan (AFK) kembali digelar di pengujung 2020 ini….

Featured-Image
Malam penghargaan peserta Aruh Film Kalimantan yang digelar pada Desember 2019 tadi. Foto: Istimewa

bakabar.com, BANJARMASIN – Festival sinema bertajuk Aruh Film Kalimantan (AFK) kembali digelar di pengujung 2020 ini.

Menginjak usia ke-3 sejak dicetus pertama kali pada 2018 silam di Kota Banjarmasin, perhelatan tersebut tetap terus dipertahankan meski tengah dihadapkan dengan masa sulit pagebluk Covid-19.

Direktur AFK 2020, Munir Shadikin mengatakan pihaknya konsisten mempertahankan festival ini agar kultur sinema di Kalimantan tetap menggeliat.

Maklum saja budaya perfilman sendiri boleh dikata masih ketinggalan dengan daerah-daerah lain di luar Pulau Kalimantan. Sehingga kultur sinema lokal juga harus lebih digenjot lagi.

Festival tersebut dicetus sebagai tolok ukur perfilman secara kuantitas dan kualitas. Maka dari itu AFK 2020 bakal menerima semua karya dari sineas yang berdomisili di Pulau Kalimantan.

Lebih-lebih mereka juga ingin mengenalkan ragam budaya dan rasa syukur mereka terhadap pergerakan sinema yang ada di Borneo lewat ajang ini.

“Dalam bahasa Dayak dan Banjar 'Aruh' berarti upacara adat yang identik dengan ritual. Seperti halnya Aruh dalam tradisi adat, Aruh Film Kalimantan tidak hanya sekadar perayaan, namun juga sebagai ungkapan syukur atas pergerakan sinema di tanah Kalimantan,” kata Munir, Minggu (25/10).

Seperti tahun-tahun sebelumnya AFK 2020 digelar dengan dua program inti. Pertama ada program kompetisi. Kedua non-kompetisi.

Program kompetisi diadakan sebagai wadah apresiasi karya film yang digarap oleh sineas lokal. Proses penerimaan karya sudah dibuka oleh Panitia AFK sejak 16 Oktober hingga 7 Desember 2020 mendatang, melalui laman aruhfilm.org

Proses penerimaan karya AFK sendiri sudah dibahas bersama di Pandaz Podcast, Jumat (16/10) kemarin.

Dalam acara diskusi tersebut Munir menjelaskan bahwa peserta AFK diberi keleluasaan dalam pemilihan tema film pada tahun ini.

Peserta hanya perlu mengirimkan karyanya dengan ketentuan sederhana yakni harus digarap di Kalimantan dan menggunakan bahasa daerah masing-masing.

“Ini ditempuh untuk lebih meluaskan pembacaan terhadap karya para sineas dan hubungannya dengan situasi di Kalimantan itu sendiri,” kata Munir.

Adapun program kompetisi AFK 2020 bakal dibagi menjadi dua kategori. Pertama ada kategori ‘Mandau Perak’ untuk kalangan pelajar. Serta kategori ‘Mandau Emas’ untuk mahasiswa/umum.

Untuk program non-kompetisi, AFK 2020 kali ini akan menyajikan pemutaran layar dari sederet karya yang dikirimkan sineas lokal.

Minimal mereka bakal memutarkan karya sineas dari lima provinsi yang ada di Kalimantan masing-masing satu film.

Sajian utama dari program non-kompetisi adalah Bauntung Batuah (film pelajar), Lingkar Kalimantan (film perwakilan dari tiap provinsi di Kalimantan), Lestari (film bertema lingkungan), serta Jamu Tamu (film dari luar daerah Kalimantan).

“Aruh Film Kalimantan tidak ingin hanya menjadi ajang kompetisi semata,” tegas Munir.

Adapun format penyelenggaraan AFK 2020 kali ini bakal dikemas secara virtual saja. Maklum, pandemi Covid-19 membuat semua kegiatan jadi harus serba daring. Hal ini pula yang harus ditaati pelaku sinema.

Kendati begitu Munir mengatakan bahwa pihak AFK masih terus membaca kondisi penyebaran Covid-19.

Sehingga, jika ada situasi yang memungkinkan menggelar festival tahun ini secara offline (luring), maka pihaknya boleh jadi mengambil kesempatan tersebut, seperti tahun-tahun sebelumnya.

“Mengingat Aruh Film Kalimantan punya visi dan misi yang besar maka tidak sepantasnya turut 'kalah' dalam pertarungan melawan pandemi,” pungkas Munir. (*)

Komentar
Banner
Banner