bakabar.com, BARABAI – MY alias Yadi (30), tersangka pembunuh Salimi (60) ayah kandungnya tengah menjalani observasi di Poli Kejiwaan RS Kandangan, Hulu Sungai Selatan (HSS).
Warga Desa Awang Baru RT 4 Kecamatan Batang Alai Utara (Batara), Hulu Sungai Tengah (HST) ini dibawa ke Poli Kejiawaan lantaran diduga mengalami gangguan jiwa atau orang dalam gangguan jiwa (ODGJ).
Memastikan kejiwaan pelaku, polisi akan mengobservasi Yadi selama 14 hari.
“Kemarin (Senin, 20/7) kita ikut serta mendampingi keluarga dan anggota Polres membawa Yadi ke RS di Kandangan untuk memeriksa kejiawaannya,” kata Kepala Desa Awang Baru, Pani pada bakabar.com.
Meminjam data Dinas Sosial HST, per 2019 tercatat sebanyak 254 ODGJ se-Bumi Murakata. Di Awang Baru itu tercatat hanya ada 1 ODGJ. Namun tidak ada nama Yadi dalam data ODGJ di Dinsos.
“Selama menjabat kita belum pernah memuat Yadi. Di Awang Baru ini hanya ada dua ODGJ. Tapi yang satunya sudah sembuh. Jadi hanya ada satu, itu perempuan,” kata Pani yang yang telah menjabat sebagai kades dua priode ini.
Yadi, di mata kades, terlihat pendiam. Ia tak banyak bicara serta penurut. Karenanya, dia terlihat normal di tengah-tengah masyarakat.
“Orangnya tak seperti kebanyakan orang (pelaku kejahatan) yang suka berkelahi dan mengganggu orang,” kata Kades.
Yadi merupakan anak kandung tunggal oleh pasangan Salimi dan Paridah.
Jauh sebelum kehadiran Yadi, baik Salimi maupun Paridah, masing-masing memiliki satu anak dari pasangan mereka sebelumnya.
Yakni Udin anak dari Paridah dengan suami sebelumnya. Kemudian, ada seorang perempuan anak dari Salimi dengan istrinya terdahulu.
Anak dari Salimi ini sudah berkeluarga dan bekerja di Kaltim. Sehingga ada dua cucu, seorang perempuan dan laki-laki dari hasil perkawinan anak Salimi ini.
Cucu perempuannya sudah berkeluarga. Sedangkan yang laki-laki, Rizal (22) bekerja pada salah satu perusahaan swasta di Kaltim.
“Saya dengar anaknya Salimi, ayah dan ibunya Rizal ini terjerat suatu kasus pidana di sana,” kata Kades.
Sedangkan anak Paridah dengan suaminya terdahulu, Udin juga berkeluarga dan masih tinggal di dalam kota atau daerah HST.
Sementara Salimi dan Paridah sendiri tinggal di bawah atap yang berbeda namun masih dalam satu kampung atau desa.
Salimi mendiami rumah yang dibangun oleh anaknya terdahulu. Sementara Paridah mendiami rumahnya sendiri bersama Yadi.
“Bukan cerai. Karena anaknya Salimi dengan istrinya terdahulu membuat rumah namun ditinggal bekerja ke luar daerah, Kaltim, jadi Salimi mendiami rumah itu. Kadang ada cucunya datang menginap yang satu perempuan yang telah bekeluarga dan yang satunya Rizal yang bekerja di Kaltim juga kadang datang,” kata Kades.
Keseharian Yadi, sebut Kades, membantu ibunya, Paridah mencari daun pisang untuk dijual.
“Dia membantu ibunya, mulai mencari hingga membawa daun-daun pisang ke Pasar Barabai untuk dijual. Kadang mencari kodok untuk umpan mancing,” jelas Kades.
Dua hari sebelum kejadian, diterangkan Kades, salah satu cucu Salimi, Rizal yang bekerja di Kaltim datang ke desa. Tujuannya untuk membuat KTP.
Rizal tidur dengan Salimi di rumah yang dibangun oleh anaknya atau ibu dari Rizal.
“Kedatangan Rizal di kampung disambut baik Yadi. Bahkan Yadi mengantarkan Rizal ke kantor desa untuk diperiksa kesehatannya,” kata Kades.
Tragedi Berdarah
Beberapa jam sebelum tragedi berdarah yang merenggut nyawa Salimi, (Senin, 20/7) pagi, Yadi masih berada di rumah ibunya, Paridah.
Saat itu, cucu Salimi, Rizal yang tak lama datang dari perantauan, tinggal dengan Salimi di rumah yang dibangun ayah ibunya atau anak dari Salimi dengan istri sebelumnya.
Dini hari, Rizal dikagetkan dengan kedatangan Yadi yang memakai pakaian kotor. Saat itu hujan lebat mengguyur HST.
“Beberapa kali datang malam-malam, ketok-ketok, keluar masuk rumah. Terakhir pukul 03.00, pakaiannya kotor dan mau minjam baju. Lalu keluar lagi,” kata Rizal kepada bakabar.com sore itu.
Tak berapa lama, Yadi datang lagi dengan membawa sebilah pisau. Melihat itu, Rizal yang tengah tiduran dalam satu tempat tidur atau kelambu dengan Salimi pun kaget.
Cekcok pun terjadi dini hari itu. Sebelum betul-betul lari ke rumah salah satu temannya di kampung itu, Rizal sempat mendengar pembicaraan keduanya.
“Kata kakek kepada Yadi, kamu gak kasian sama Rizal. Lalu Yadi menjawab, biarpun sampai siang sampai habis air mata atau bagaimana gitu,” cerita Rizal.
Yang jelas, cerita Rizal, kakeknya, Salimi mencoba menghalangi gerak Yadi yang mencoba mendekatinya. Salimi menggunakan sapu untuk menghalangi Yadi dan mencoba merebut pisau darinya.
“Saya saat itu disuruh kabur oleh kakek dan lari ke samping rumah. Di sini saya sempat mendengar bunyi seperti dorong-mendorong. Saya tidak berpikiran kalau Yadi sampai membunuh ayahnya sendiri, lalu saya ke rumah teman untuk tidur,” kata Rizal.
Pagi-pagi, sekitar pukul 06.00 Rizal pun pulang ke rumah. Dia mendapati pintu rumah sudah terbuka.
“Saya lihat kakek tidak ada. Saya ambil sendal lalu ke rumah nenek (Paridah) nanyain nenek, nek mana kakek,” cerita Rizal.
Paridah dan Rizal bergegas ke rumah Salimi mengecek keberadaannya. Sesampai di rumah, Paridah terkejut dengan jejak telapak kaki berwarna merah gelap.
“Dipegang nenek, nenek bilang ini darah. Diikutin nenek (ceceran darah) sampai tempat cucian piring makin banyak darahnya. Sampai ke gudang mengikuti darahnya ada kakek kayak sujud (telungkup) tapi tertimbun barang-barang gudang,” kata Rizal.
Namun, setelah dipegang Paridah, badan Salimi sudah dingin dan banyak darah di bagian perutnya.
Paridah pun meminta bantuan warga terdekat agar menghubungi Polsek Batara.
Sekitar pukul 07.00, Kades serta anggota Polsek berdatangan dan mengamankan lokasi.
Terkait motif yang dibeberkan Penyidik Polres HST, lantran tidak diberi uang Rp1 juta, Rizal pernah mendengar Yadi mengucap itu.
Hanya saja, kata Yadi Salimi tidak memberi uang tersebut. Dia meminta uang untuk membeli velg Yamaha F1ZR.
“Kata kakek mana ada harga segitu kepada Yadi. Padahal sebelumnya juga sudah dibelikan kakek,” tutup Rizal.
Sebelumnya, tragedi berdarah ini menggegerkan warga Batara. Khususnya di Awang Baru RT 4, Sabtu (18/7) pagi.
Yadi nekat menghabisi ayah kandungnya, Salimi dengan sebilah pisau di tangannya sekitar pukul 06.30.
Karena diduga mengalami gangguan jiwa, Polisi sempat kesulitan berkomunikasi dengan pelaku.
Namun, Polisi berhasil melakukan penyidikan. Motif Yadi membunuh sang ayah diketahui lantaran tidak diberi uang Rp1 juta.
“Pelaku minta uang untuk beli velg sepeda motor. Namun tidak diberi, sehingga dia emosi terhadap ayahnya,” kata Husaini.
Terkait kondisi kejiwaan Yadi, Polisi masih belum mengetahui.
“Saat ini kita belum mengetahui kondisinya (gila atau tidak). Akan kita observasi dulu ke RS di Kandangan. Nanti Dokter Jiwa yang menyatakan kondisi kejiwaan tersangka ini,” kata Husaini.
Dari kejadian itu Polisi mengamankan barang bukti sebilah pisau yang dibuang Yadi tidak jauh dari rumahnya.
“Pisau ditemukan di bawah pepohonan. Dari olah TKP sekitar 30 meter jaraknya antara rumah dan tempat barang bukti,” kata Husaini.
Oleh Polisi, Yadi dijerat Pasal 338 joncto Pasal 351 Ayat 3 KUHP. Ancaman hukumannya penjara paling lama 15 tahun.
Editor: Fariz Fadhillah