bakabar.com, MARABAHAN – Persoalan status lahan dan pemasangan portal di perkebunan sawit PT Barito Putera Plantation (BPP), akhirnya mendapat perhatian dari Kerukunan Keluarga Bakumpai (KKB).
Konflik lahan antara PT BPP dengan sekelompok warga Desa Antar Baru Kecamatan Marabahan, termasuk tudingan pengrusakan portal dari tim penerima kuasa warga kepada perusahaan, masih dalam proses penyelesaian.
Sembari proses berjalan, KKB menggelar pertemuan yang dihadiri puluhan warga Bakumpai dari berbagai daerah di Aula Selidah Marabahan, Kamis (20/2).
Dirangkai dalam bentuk dialog bertema tantangan investasi di Barito Kuala, pertemuan membahas persoalan PT BPP milik mendiang H Abdussamad Sulaiman HB yang notabene putra dan tokoh Bakumpai.
Pertemuan dipimpin Ketua KKB Pusat, H Yuni Abdi Nur Sulaiman, Sekretaris Umum Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Selatan, Drs Ramon, serta H Hasanuddin Murad sebagai salah seorang tokoh Bakumpai.
“Meskipun terpisah-pisah domisili, kami langsung bermusyawarah untuk mencari solusi kalau salah seorang anggota keluarga mengalami masalah,” ungkap Yuni.
“Tentu kami mengusung hidup damai, sehingga tidak mau mengganggu dan enggan diganggu. Namun lantaran perusahaan terkait milik putra dan tokoh Bakumpai, kami andil menyelesaikan persoalan,” sambungnya.
Sebagai langkah awal, KKB berusaha menjalin komunikasi dengan warga yang mengklaim lahan di perkebunan sawit PT BPP, termasuk tim penerima kuasa.
“Kami penuh kedamaian dan mencoba berkomunikasi dengan pihak-pihak tersebut. Kami bersyukur kalau beliau-beliau menyadari, sehingga lebih memilih mempererat tali persaudaraan,” tegas Yuni.
Sementara Hasanuddin Murad meyakini masyarakat yang mengatasnamakan warga Antar Baru sebenarnya merupakan kelompok lama dan sebagian besar pendatang.
Mereka sengaja mengganggu perusahaan-perusahaan yang berinvestasi di Batola dengan cara mengklaim sebagai pemilik lahan.
“Mereka merupakan orang yang sama. Sepuluh tahun menjadi bupati Batola, saya tahu persis pelaku yang mengaku-mengaku pemilik lahan. Kami pun sering berurusan dengan mereka,” papar Hasanuddin.
“Saya juga paham sejarah lahan di Talaran dan sebagainya, sehingga mereka tak berkutik selama saya menjabat bupati,” tambahnya.
Menyikapi situasi ini, Hasanuddin ingin aparat keamanan bersikap terhadap perilaku orang-orang yang mengarah kepada premanisme.
“Terlebih akibat pemortalan tersebut, tidak sedikit masyarakat Antar Baru dan sekitarnya yang merugi lantaran tak bisa bekerja,” tegas bupati Batola dua periode tersebut.
Pemortalan lahan sawit PT BPP oleh sejumlah warga Desa Antar Baru dilakukan sejak 12 Desember 2019. Penyebabnya mereka mengklaim PT BPP mencaplok lahan seluas 3.006 hektare.
Sengketa ini sebenarnya sudah dua kali dibawa ke meja hijau. Putusan pertama berakhir dengan gugatan ditolak, karena cacat formil.
Kemudian dengan bukti baru, persoalan ini disidangkan kembali di awal 2018. Namun sampai putusan kasasi, hakim menyatakan tanah tersebut milik negara yang dikuasakan kepada PT BPP pemegang Hak Guna Usaha (HGU).
Baca Juga: Milad ke 36, MAN 2 Balangan Dituntut Lebih Inovatif
Baca Juga: Sebelum Ada Solusi, DPRD Banjarbaru Tegaskan Tidak Usir Peternak Babi