Kalsel

Tingkat Keasaman Sungai Barito Masih Tinggi, Petani Ikan di Marabahan Mesti Jeli

apahabar.com, MARABAHAN – Tak banyak yang dapat dilakukan petani ikan keramba jala apung di Kecamatan Marabahan…

Featured-Image
Seekor kucing mengintai ikan yang sekarat di keramba jala apung milik petani ikan di Marabahan. Foto-apahabar.com/Bastian Alkaf

bakabar.com, MARABAHAN – Tak banyak yang dapat dilakukan petani ikan keramba jala apung di Kecamatan Marabahan dan Bakumpai, ketika air Sungai Barito masih asam.

Keasaman air Sungai Barito memang sedang tinggi, akibatnya 2.580.000 ekor ikan nila dan patin yang berusia 2 hingga 4 bulan, mati.

Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP) Barito Kuala, Selasa (7/1), PH air Sungai Barito mencapai 4 sampai 4,5 atau kurang dari standar 5 hingga 8,5.

Kemudian oksigen terlarut (DO) hanya 1,8 sampai 3,8 dari seharusnya minimal 5 poin. Sementara kandungan besi (Fe) mencapai 0,25 hingga 1,5. Sedangkan NH3 tidak bisa diukur lantaran terlalu rendah.

“Ini hampir mirip dengan kejadian di awal 2015, ketika ribuan ikan mati akibat air yang terlalu asam,” sahut Wakil Bupati Batola, H Rahmadian Noor, Rabu (8/1).

“Setelah kemarau yang cukup panjang, pirit tertumpuk di hulu sungai. Kemudian memasuki musim hujan, pirit larut ke hilir dan meningkatkan keasaman,” imbuhnya.

Agar kejadian serupa tak terulang, dibutuhkan pengecekan berulang-ulang oleh DKPP maupun Dinas Lingkungan Hidup. Pun petani juga dianjurkan memperhatikan hasil penelitian tersebut.

“Sebenarnya di pertengahan November 2019, DKPP melaporkan sudah mengecek pH air Sungai Barito. Hasilnya keasaman air masih memenuhi baku mutu,” papar Rahmadi.

“Namun keasaman berubah cepat, seiring curah hujan yang tinggi. Seandainya kemarau tak terlalu panjang, mungkin keasaman masih bisa ditoleransi seperti tahun-tahun sebelumnya,” sambungnya.

Awal musim hujan di Batola sendiri dimulai akhir Oktober hingga awal November 2019, atau hampir mendekati perkiraan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Kelas I Banjarbaru.

Kemudian curah hujan di Batola diperkirakan mencapai puncak sejak pertengahan hingga akhir Januari 2020, lalu mulai berkurang mulai akhir Februari atau awal Maret.

Kendati hujan di Batola menurun mulai awal Maret, debit Sungai Barito bukan berarti berkurang. Hal tersebut disebabkan peningkatan curah hujan di hulu sungai, tepatnya di wilayah Kalimantan Tengah.

Diperkirakan curah hujan di Kapuas, Barito Utara dan Barito Selatan yang berada di hulu Sungai Barito, mencapai puncak sekitar Maret 2020.

“Hujan di hulu itu yang dapat mendorong keluar keasaman Sungai Barito di wilayah Batola,” timpal Syaiful Asgar, Kabid Perikanan Budidaya DKPP Batola.

“Andai sesuai prediksi, setidaknya penyemaian benih baru dapat dilakukan mulai Februari atau Maret 2020,” tandasnya.

Baca Juga: Kebakaran di Alalak, Pemadam Kesulitan Jangkau Titik Api

Baca Juga: Blakblakan Jaksa Soal Dugaan Aliran Sesat Abah Pal Lima di Banjarmasin

Reporter: Bastian Alkaf
Editor: Muhammad Bulkini



Komentar
Banner
Banner