Kalsel

Ramai-Ramai Kawal Putusan MA: Meratus Harus Bebas dari Tambang

apahabar.com, JAKARTA – Putusan Mahkamah Agung (MA) terkait isu Save Meratus disambut antusias banyak pihak. MA…

Featured-Image
Walhi menggelar Konferensi Pers di Jakarta, Rabu (16/1). Turut hadir sederet pemangku kebijakan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Foto-Walhi for apahabar.com

bakabar.com, JAKARTA – Putusan Mahkamah Agung (MA) terkait isu Save Meratus disambut antusias banyak pihak.

MA mengabulkan gugatan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Selatan tentang Penyesuaian Tahap Kegiatan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara PT Mantimin Coal Mining (MCM) menjadi tahap kegiatan operasi produksi tertanggal 4 Desember 2017.

Izin operasi pertambangan itu mencakup operasi pertambangan batu bara di wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Balangan, dan Tabalong.

Sebagaimana diketahui, selama ini Pegunungan Meratus di kabupaten Hulu Sungai Tengah adalah satu-satunya wilayah di Banua, sebutan Kalimantan Selatan, yang bebas dari cakar pertambangan batu bara dan sawit.

“Kehadiran MCM dapat mengancam kelestarian lingkungan hidup dan masyarakat adat di Meratus,” ujar Direktur Ekekutif Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyono kepada bakabar.com, Kamis (16/1).

Menurut Kis, upaya masyarakat dan pemerintah Kabupaten HST menjaga wilayah mereka dari dampak industri ekstraktif harus dihargai dan dihormati oleh pemerintah pusat dan provinsi.

Masyarakat HST, sebut dia, telah melihat dampak-dampak buruk industri ekstraktif di kabupaten-kabupaten tetangga.

Menurutnya, mereka tentu tak ingin wilayah mereka mengalami hal yang sama seperti kabupaten tetangga ataupun seperti di provinsi tetangga di mana banyak sekali korban akibat pertambangan batu bara.

“Putusan MA yang mengabulkan gugatan Walhi ini adalah kemenangan bersama rakyat, dan sampai sekarang hampir semua orang di Kalsel mendukung gerakan #SaveMeratus,” ujar Kis, saat Konferensi Pers di Walhi Nasional, Kamis (16/1).

Menurutnya, perjuangan menyelamatkan Meratus masih panjang. Saat ini, kata Kis, dari 3,7 Juta hektare total wilayah Kalimantan Selatan, 50 persen-nya sudah dibebani oleh izin sawit dan tambang.

“Dan Pegunungan Meratus adalah atap Kalsel yang harus diselamatkan. Putusan MA ini harus menjadi penyemangat lebih dalam perjuangan untuk menyelamatkan Meratus dari izin-izin tambang lain," jelas dia.

Gerakan Masyarakat Penyelamat Bumi Murakata atau Gembuk turut mengapresiasi putusan MA mengabulkan kasasi Walhi terkait izin PT MCM.

"Pemerintah daerah dan DPRD dalam RPJP dan RPJMD menyatakan tidak ada pertambangan dan kelapa sawit, memperioritaskan pertanian secara luas. Dua tahun ini perjalanan panjang menggugat izin pertambangan. Komitmen Pemda dan DPRD dalam RPJMD dan RPJP selanjutnya untuk mempertahankan tidak ada tambang dalam perencanaan daerah," jelas dia.

Sementara, Sunarwiwarni, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan HST bilang, “Apabila sungai rusak maka ketahanan pangan akan rusak. Kalau sudah ditambang, melihat kabupaten yang sudah ditambang, akibat dari ditambang maka air menjadi asam dan banyak ikan-ikan yang mati," ujarnya dalam konferensi pers tadi.

Lain lagi dengan, Misradi, Plt Kadis Pertanian HST. Menurutnya, Bumi Murakata, sebutan HST, sudah memiliki keunggulan daripada keberadaan irigasi Batang Alai yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional ketimbang daerah lain yang sudah rusak akibat tambang.

“Irigasi ini mengairi 6.000 hektare lahan pertanian. Keunggulan komparatif dari kabupaten HST di mana pertaniannya masih ada dimanfaatkan untuk menyuplai daerah-daerah tetangga yang rusak akibat tambang," jelas dia.

Sementara, Kepala Dinas Lingkungan Hidup HST M Yanni bilang masyarakat HST sudah sepakat untuk melindungi hutan yang tersisa daripada ancaman industri ekstraktif.

“RPJP dan RPJMD berbasis pertanian, tanpa tambang dan sawit bisa makmur. Saat ini sudah berkembang ekowisata ada di 5 tempat di mana izin tersebut berada, tumbuh dari masyarakat sendiri. Pemda juga sudah membuat kajian ilmiah dampak apabila Meratus ditambang," ujarnya.

Masyarakat adat, kata Ketua DPRD HST Rahmadi, sudah menitipkan pesan kepada wakil rakyat untuk mempertahankan Pegunungan Meratus dari pertambangan.

“Di tempat lain, air rusak tidak dapat dipergunakan sama sekali, air jadi tersia-sia, tidak bisa dibayangkan apabila gunung-gunung ditambang. DPRD siap membuat RAPBD yang tidak bergantung pada pertambangan,” jelas dia.

Abdul Wahid dari Public Interest Lawyer Network (Pil-Net) menilai pemerintah, dalam hal ini selaku tergugat Kementerian ESDM dan PT MCM sendiri, patuh dengan putusan MA yang memenangkan Walhi.

“Jika tidak ini merupakan bentuk contemp of court. Putusan ini harus dilihat juga secara substansi dan dijadikan pegangan dalam mengeluarkan izin-izin pertambangan apapun yang menjadi dasar dan alasan penolakan harus diperhatikan, jangan dilihat hanya kasus tertentu saja,” jelas dia.

Wahid juga menambahkan, "Jangan membebankan kebijakan-kebijakan yang dibuatnya menjadi tanggung jawab masyarakat atau publik dengan mengatakan ‘Jika tidak setuju silakan kalian tempuh dengan menggunakan mekanisme hukum/peradilan’, ‘Kalau kalian tidak setuju ya silakan kalian Judical Riview dan lain-lain."

Sementara, Direktur Eksekutif Walhi Nasional Nurhidayati tak kalah merespons positif putusan MA tersebut.

"Pertama penghormatan kepada pemerintah daerah dan DPRD Kabupaten Hulu Sungai Tengah, ini sangat jarang sekali Pemda dan DPRD memperjuangankan sungguh-sungguh kepentingan masyarakat dan lingkungan hidup. Hulu Sungai Tengah membuktikan tanpa tambang dan tanpa sawit kesejahteraan dapat diraih.”

“Kedua, negara tidak ada tanpa rakyat, pemerintah pusat harus memastikan keinginan rakyat menolak keberadaan tambang. Aspirasi dan keinginan masyarakat HST harus dihormati,” jelas dia.

Terakhir, Hidayati meminta pemerintah pusat menghargai putusan MA, mematuhi putusan secara substansif bahwa di kawasan Meratus tidak boleh ada tambang.

Baca Juga: Kasasi Dikabulkan MA, Walhi Minta PT MCM Angkat Kaki dari Meratus

Baca Juga: Save Meratus, Mahkamah Agung Kabulkan Gugatan Walhi

img

Foto-Infografis/Walhi Kalsel

Reporter: HN LazuardiEditor: Fariz Fadhillah



Komentar
Banner
Banner