bakabar.com, BANJARMASIN – Dilantik bersamaan dengan 54 orang lainnya, Senin 9 September, putri H Muhidin, Hj Karmila dikukuhkan menjadi penyambung lidah rakyat.
Tak tanggung-tanggung, Karmila langsung mengemban amanah sebagai wakil ketua DPRD Kalsel.
PAN, salah satu peserta Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 lalu ikut meraih kursi terbanyak di Kalimantan Selatan.
Partai besutan Amien Rais itu pun berhak atas kursi pimpinan dengan PDIP Perjuangan, Gerindra, dan Golkar di rumah Banjar, sebutan gedung DPRD Kalsel.
Sekalipun menduduki jabaran prestisius di Rumah Banjar, rupanya Karmila enggan berpuas diri.
Karmila santer dikabarkan maju menjadi calon wali kota Banjarmasin di Pilkada 2020.
Niat Karmila kian mantap jelang pencalonan. Dia sampai-sampai mengganti nama di Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Lantas, berpengaruhkah penambahan nama Muhidin di nama belakang Karmila?
“Saya kira pencatuman nama itu tidak terlalu signifikan,” kata Pengamat Politik dan Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Samahudin Muharram dihubungi bakabar.com.
Menurutnya, pencantuman nama Muhidin tidak akan terlalu banyak berpengaruh pada dukungan Karmila.
Sebab secara politik, baik dari sosialisasi dan kinerja, Karmila masih dalam bayang-bayang Muhidin.
Di Pilwali Banjarmasin nanti, Samahudin menerjemahkan suasana politik dinasti akan berpengaruh besar pada pilihan masyarakat.
Ia menilai dinasti politik mesti dihindari. Karena pragmatisme politik dalam menentukan pilihan akan ditentukan suka atau tidak suka. Bukan pada kapasitas dan integritas sosok yang dipilih.
Sementara, akankah menjadi bumerang bagi Karmila dengan pengantian nama itu?
“Bisa saja menjadi bumerang pada kelompok masyarakat yang lain,” jawab Samahudin.
Kelompok masyarakat dimaksud adalah mereka yang belum mengenal figur Karmila.
“Akan tetapi pada masyarakat yang pendukung H Muhidin tentu akan mendukung,” jelas dia.
Nah, di sini lah peran politik dinasti dengan nama H Muhidin akan memengaruhi tingkat keterpilihan Karmila di Pilwali 2020.
“Kalau tersaji dua pasang calon wali kota di Banjarmasin, dalam hal ini petahana dan Hj Karmila, tentu pertarungannya akan semakin ketat. Dengan permainan isu politik oleh kedua paslon,” tuturnya.
Selain itu, Karmila juga tidak bisa disebut belum punya pengalaman politik. Duduk di kursi wakil ketua DPRD Kalsel Karmila dinilai bisa belajar lebih banyak lagi tentang pemerintahan.
Meski begitu, sampai hari ini bakabar.com belum bisa mewawancarai Karmila. Sejak kemarin dia tak kunjung merespons panggilan telepon bakabar.com.
Sementara, Analis Politik dan Kebijakan Publik Kalsel Muhammad Uhaib As'ad menilai perpolitikan lokal di Kalimantan Selatan semakin hari semakin dinamis, termasuk di Banjarmasin.
Banjarmasin, kata dia, bakal menjadi barometer bagi daerah atau kabupaten lain pada Pilkada tahun ini.
“Tampilnya H Karmila sebagai salah satu kandidat wali kota semakin menambah maraknya dinamika politik,” ujar Uhaib kepada bakabar.com.
Seperti diketahui, selain menjabat sebagai wakil ketua DPRD Kalsel dan menyandang status anak dari Muhidin, Karmila juga merupakan istri dari Ketua DPRD Banjarmasin Harry Wijaya.
Tampilnya figur Karmila di Pilwali, kata Uhaib, telah merubah konstelasi geo-politik Kota Banjarmasin.
“Sejauh pemahaman saya, H Karmila bukan saja melawan Ibnu Sina sebagai petahana tetapi jauh lebih berat melawan Habib Banua yang memiliki pendukung fanatik,” jelas Uhaib.
Uhaib mafhum akan penggantian nama KTP Karmila. Itu sebagai upaya membangun political branding atau meneguhkan citra politik.
“Dalam studi politik hal ini disebut sebagai the pattern of political strategy,” jelas dia.
H Karmila dalam konteks politik lokal boleh dibilang sebagai pendatang baru. Akan tetapi mampu meraih suara signifikan di Pileg lalu.
Cukup populerkah nama H Karmila sehingga dapat meraih suara signifikan dan mengalahkan para politisi yang memiliki jam terbang lama?
Dari pengamatannya, suara signifikan itu bukan karena suara ideologis akan tetapi tidak lebih sebagai suara pragmatis.
“Artinya, politik patronase dan politik bayang-bayang sang ayah [Muhidin] adalah satu strategi untuk membangun patronase,” jelas dia.
Hal seperti itu, kata dia, akan mengarahkan demokrasi lokal menjadi arena pembaptisan politik dinasti, politik oligarki, dan politik kartel.
Baca Juga:Karmila dalam Bayang-Bayang Politik Patronase Sang Ayah
Baca Juga:Demi Pilwali Banjarmasin, Karmila Ganti Nama KTP
Reporter: Rizal Khalqi
Editor: Fariz Fadhillah