bakabar.com, BANJARBARU – Kesiapan sejumlah daerah di Kalimantan Selatan dalam menghadapi musim penghujan di awal tahun ini pantas disorot.
Ya, baru menginjak awal tahun, sejumlah daerah di Bumi Lambung Mangkurat kebanjiran. Antara lain, Tapin, Banjarbaru, hingga Tanah Bumbu.
Lantas, bagaimana jalan keluarnya?
“Jalan keluarnya itu pemerintah daerah harus merencanakan normalisasi sungai di derahnya masing masing,” ujar Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalimantan Selatan (Kalsel), Wahyuddin kepadabakabar.com, Jumat (03/02) pagi.
BPBD Kalsel menduga banjir yang terjadi, terutama di daerah hulu itu karena banyaknya sungai yang tidak dinormalisasi sama sekali. Dangkal dan kemampuan sungai untuk menampung air sedikit.
“Kalau hujan 10 jam saja bisa terjadi luapan air dan menyebabkan banjir,” sambungnya.
Ia mencontohkan seperti titik pertemuan antara Sungai Tabalong dan Balangan di Amuntai. Seharusnya sudah dinormalisasi. Karena pada titik pertemuan tersebut jika dibiarkan dapat rawan meluap dan banjir.
Dari sudut pandang lain, ia setuju jika pertambangan dan pembukaan lahan sawit menjadi salah satu faktor penyebab banjir di Kalsel.
“Pembukaan lahan untuk kepentingan perkebunan atau pertambangan itu sangat berpengaruh terhadap ekosistem terutama untuk daerah resapan air. Sehingga, daerah yang dibuka ini jika terjadi hujan airnya langsung meluncur tidak meresap lagi,” terang Ujud sapaan akrabnya.
Menukil laporan BPBD per Rabu (01/01) kemarin, banjir di Kabupaten Tapin, tepatnya di Jalan Pantai Belanti, Binuang, Tapin, telah merendam 30 rumah yang diisi oleh 35 keluarga, dan 118 jiwa, serta satu kios milik warga.
Sedangkan untuk banjir di Banjarbaru, tepatnya di Jalan Kertak Baru RT 23, RT 25, RT 22, RT 24, dan Jalan Cempaka RT 06 RW 02 Kelurahan Cempaka merendam 34 rumah dan sebuah sekolah.
Rekomendasi BPBD Kalsel, daerah-daerah tadi mesti mengantisipasi banjir dengan membuat biopori atau embung.
Sehingga jika terjadi hujan berjam-jam airnya bisa ditampung di embung atau biopori tersebut.
Namun jika antisipasi tersebut tidak diolah, maka banjir akan terus mengancam.
“Kalau tidak dilakukan upaya upaya itu maka itu bisa mengancam terjadinya banjir bandang. Tapin, Tanah Bumbu dan Sungai Danau itu juga salah penyebab banjirnya karena ada pertambangan,” ungkapnya.
Dari penelurusannya, di lokasi-lokasi tersebut tidak diolah biopori atau embung.
“Sebenarnya dengan diizinkan membuka pertambangan atau perkebunan itu harusnya disertai kewajiban membuat embung. Atau langsung reboisasi sehingga tidak lagi rawan,” ujarnya.
Yang mana kerawanan bencana akibat dibukanya pertambangan dan perkebunan sawit dapat membahayakan masyarakat sekitar.
Hal ini senada dengan apa yang disampaikan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) kepada bakabar.com pada hari sebelumnya.
Walhi menyebut Kalsel telah darurat ruang dan darurat bencana ekologis.
“Dari 3,7 juta hektar total luas lahan di Kalsel, nyaris 50 persen di antaranya sudah dikuasai oleh perizinan tambang dan kelapa sawit," jelas Direktur Eksekutif Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyono kepada bakabar.com, kemarin sore.
Dari laporan Walhi, Kalsel terdapat 814 lubang milik 157 perusahaan tambang batu bara.
Sebagian lubang berstatus aktif, dan sebagian lagi telah ditinggalkan tanpa reklamasi.
Dikatakannya juga, pemerintah provinsi Kalsel, mesti menindaklanjuti temuan tutupan lahan dan daerah aliran sungai yang sudah rusak dan kritis.
"Gubernur Kalsel Sahbirin Noor harus segera turun tangan," sambungnya.
Walhi juga meminta penegakan hukum bagi pelaku kejahatan lingkungan terutama terhadap korporasi nakal terus digalakkan.
"Inventarisasi lahan dan DAS yang kritis agar segera dilakukan pemulihan yang terarah dan terukur dari hulu sampai hilir," ujarnya.
"Juga pastikan tidak ada perusahaan nakal yang memanfaatkan banjir ini untuk membuang limbah." terang Kis.
Terakhir ia merekomendasikan agar pemerintah me-review kembali Rencana Tata Ruang Wilayah, sehingga dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang pemerintah dapat memastikan keselamatan rakyat dan lingkungan hidup.
Baca Juga: Banjir Reda, Warga Tapin Waspada DBD Mematikan
Baca Juga: Ciledug Masih Tergenang Banjir, Jalur Jakarta-Tangerang Terputus
Baca Juga: 17 Rumah Warga di Desa Hati'if Terendam Banjir
Baca Juga: Blak-blakan Walhi Soal Biang Kerok Banjir Kalsel
Reporter: Nurul MufidahEditor: Fariz Fadhillah