bakabar.com, MARABAHAN – Satu langkah penting dilakukan Barito Kuala melalui Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD) dalam memaksimalkan potensi pajak sarang burung walet.
Dari sekian jenis pemasukan daerah, pajak sarang walet belum maksimal digarap Batola. Setidaknya dalam 10 tahun terakhir, pajak yang diperoleh masih kisaran ratusan ribu.
Padahal dari 448 sarang walet yang terdata, Batola berpotensi memperoleh pemasukan Rp632 juta per tahun.
Angka tersebut diperoleh dari pajak penghasilan sebesar 10 persen dari total produksi, sesuai Perbup Nomor 10 Tahun 2019.
Pemasukan sendiri diestimasi dari harga kualitas terendah per kilogram sarang walet nilai Rp8 juta. Sedangkan kualitas sedang seharga Rp10 ribu dan superRp12 juta.
Ironisnya 355 rumah walet di antaranya belum memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan izin produksi. Juga terdapat pelanggaran pembuatan sarang walet yang menyatu dengan rumah tinggal di perkampungan.
Memaksimalkan potensi yang belum maksimal, BP2RD Batola mengancam menggembok sarang burung walet milik penunggak pajak.
“Penggembokan merupakan jalan terakhir. Namun sebelumnya kami mensosialisasikan dulu peraturan tersebut,” sahut Kepala BP2RD Batola, Ardiansyah, seusai sosialisasi pajak sarang walet bersama puluhan pemilik, Rabu (4/12).
“Sesuai Undang-Undang dan Perbup, pemilik sudah menjadi objek pajak setelah produksi dan penjualan,” imbuhnya.
Selain melalui pertemuan langsung, pemberlakuan pajak sarang burung walet juga sudah disampaikan melalui pemasangan banner pengumuman.
Hasilnya sekitar Rp15 juta sudah dibayarkan oleh salah seorang pengusaha yang memiliki empat sarang burung walet di Marabahan, Cerbon dan Tabukan.
“Setelah mengetahui kewajiban mereka, kedepan diharapkan pemilik atas keinginan sendiri melakukan pembayaran,” tegas Ardiansyah.
Disamping melakukan pemantauan lapangan, BP2RD bersama Kejaksaan Negeri Marabahan berkoordinasi Balai Karantina Pertanian untuk melacak penunggak walet.
“Dari Balai Karantina Pertanian, asal dan tujuan barang pasti ketahuan. Selanjutnya personal pengusaha bisa dipanggil,” timpal Indra Subrata Kasi Pidana dan Tata Usaha Negara Kejari Marabahan.
“Selain penunggakan pajak, perizinan juga masih amburadul seperti batas bangunan dengan jalan. Ke depan perlu dibuat asosiasi pengusaha walet di setiap kecamatan, terkait proses perizinan,” imbuhnya.
Sementara salah seorang pemilik sarang burung walet, Rahmadi, mendukung rencana pembentukan asosiasi pemilik sarang burung walet.
Namun, warga RT 02 Desa Tamba Jaya Kecamatan Kuripan tersebut menginginkan kebijakan atas pajak 10 persen, mengingat harga sarang burung walet tidak teratur.
“Harapan kami nilai pajak diturunkan menjadi 5 persen, mengingat kami hanya petani walet dan bukan pengusaha. Perawatan juga masih mahal, seperti parfum yang berharga Rp500 ribu,” tandasnya.
Baca Juga: Siap Berlakukan Penalti, Dewan Kota Ingatkan Semua Proyek Harus Segera Selesai
Baca Juga: Ruko Dibongkar, Komisi III Minta Percepatan Pembangunan Jalan Arah Masjid Jami
Reporter: Bastian Alkaf
Editor: Muhammad Bulkini