Tak Berkategori

Bincang Tentang Gus Dur dan Abah Guru, Ulama Masa Kini yang Makamnya Ramai Diziarahi

apahabar.com, BANJARMASIN – Membicarakan dua sosok ulama besar Nusantara abad ini; Gus Dur dan Abah Guru…

Featured-Image
Suasana diskusi bulanan Kampung Buku yang membicarakan tentang Abah Guru Sekumpul dan Gus Dur, Senin (4/11) malam. Foto-Istimewa

bakabar.com, BANJARMASIN – Membicarakan dua sosok ulama besar Nusantara abad ini; Gus Dur dan Abah Guru Sekumpul seakan tak ada habisnya. Mulai dari warung kopi, majelis, hingga seminar-seminar di perguruan tinggi pun kerap menyebut kelebihan dua ulama ini.

Berbagai sisi kehidupan dua sosok ini pun disoroti banyak orang. Dan sebagai seorang nahdliyin tulen, keduanya dalam banyak hal memiliki berbagai kesamaan. Satu di antaranya adalah mereka sama-sama penyuka ziarah yang kemudian setelah wafat, makam mereka ramai diziarahi banyak orang.

"Bisa dikatakan Abah Guru Sekumpul(Syekh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani) adalah penganjur utama orang-orang menziarahi makam para wali di Kalimantan," ujar Alumni Ma'had Aly Darussalam, Ustadz Khairullah ketika menjadi pembicara di diskusi bulanan Kampung Buku, Senin (4/11) malam.

Sebelum era Abah Guru Sekumpul, kata Ustadz Kahirullah, orang-orang berziarah ke makam orang yang dipercaya sebagai wali, umumnya hanya untuk menunaikan nazarnya.

Namun, setelah Abah Guru Sekumpul mengajarkan doktrin-doktrin ulama Sufi tentang ziarah, kontruksinya berubah. Orang-orang membiasakan dirinya untuk menziarahi makam para wali tidak semata-mata menunaikan nazar.

"Tidak hanya sebatas mengajarkan doktrin, tapi Abah Guru Sekumpul langsung memberikan teladan," kata Ustadz yang cukup lama mengikuti kajian Abah Guru Sekumpul itu.

Dia membeberkan, Abah Guru juga terlibat dalam pembangunan makam-makam para ulama yang diyakini sebagai wali.

"Beberapa makam ulama Kalsel, bahkan di luar daerah, menyisakan jejak kunjungan ziarah Abah Guru Sekumpul dan bantuan finansial dalam pembangunan makam tersebut," ungkap ustadz dengan nama pena Abu Zein Fardany ini.

Kiranya, apa yang dilakukan Abah Guru juga dilakukan Gus Dur, KH Abdurrahman Wahid.

Dalam berbagai referensi diceritakan Gus Dur kerap melakukan ziarah ke makam-makam aulia Allah. Bahkan disebutkan, pernah melakukan "tirakat" dengan pergi ziarah dengan berjalan kaki, meski jarak yang ditempuh cukup jauh.

Dan kini, keduanya seolah "memetik hasil". Makam mereka dikunjungi para peziarah, yang kembali menebar manfaat bagi orang yang di tinggalkan.

Pembahasan ini kemudian yang disoroti pembicara kedua, yakni Azzam Anwar, mahasiswa S3 Universitas Groningen Belanda. Dia merupakan peneliti pusat wisata religi baru di Indonesia pasca reformasi menyoroti fenomena ziarah dari teori konstruksi sosial.

Dia membeberkan hasil penelitiannya di "makam Gus Dur". Dengan banyaknya peziarah yang datang, kata dia, kini mengubah wajah pesantren Tebuireng.

"Tidak hanya berkaitan dengan agama, tapi juga efek ekonomi, sosial dan politik.

Contohnya, kotak sumbangan di makam Gus Dur menghasilkan dana kisaran 100 hingga 200 juta rupiah per minggunya," ungkap Azzam.

Kunjungan 3000 hingga 5000 peziarah setiap harinya ke makam Gus Dur, sambungnya, dimanfaatkan pemerintah untuk menjadikannya sebagai sentral pariwisata kota Jombang.

"Dalam kasus Gus Dur, kewaliannya lebih dahulu dikenal ketimbang diziarahi, atau bukan dikenal wali karena banyak diziarahi, namun proses antara Pariwisata, Ziarah, dan Kewalian, terus berlangsung sebagai sebuah konstruksi sosial," jelas Azzam.

Rencananya, Azzam juga akan meneliti "dampak" keberadaan makam Abah Guru Sekumpul, sebagai salah satu objek wisata yang menjadi fokus penelitian desertasinya.

Diskusi yang dimoderatori Sastrawan sekaligus Seniman kenamaan Kalsel Hajriansyah itu berlangsung hangat. Bahkan saking asyiknya, kegiatan itu memakan waktu dua jam lamanya.

Kegiatan serupa, kata Hajriansyah rutin digelar di Kampung Buku. Karena selama ini, Kampung Buku memang berupaya menyajikan ruang alternatif berkumpul komunitas di Kota Banjarmasin. Di antara aktifitasnya, rutin mingguan: Kelas Drama, Kelas Menulis, Kelas Etnografi, dan Kelas Filsafat. Sementara agenda rutin bulanan: Diskusi umum, Obrolan kontekstual, bincang literasi dan malam santuy.

"Lokasi Kampung Buku Banjarmasin di Jalan Sultan Adam RT.16 No.46, Sungai Miai, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin," sebutnya.

Baca Juga: Konfercab NU HST, Kepengurusan Baru Harus Membawa Kemaslahatan

Baca Juga: Liga Dunia Muslim dan Umm Al-Qura Sepakati Kerja Sama

Editor: Muhammad Bulkini



Komentar
Banner
Banner