bakabar.com, MARABAHAN – Lebih sulit mempertahankan daripada mendirikan. Itulah yang sedang diupayakan pengrajin anyaman purun tikus di Kalimantan Selatan melalui latihan variasi desain.
Bernama latin Eleocharis dulcis, purun tikus merupakan sejenis tumbuhan gulma yang hanya tumbuh di rawa gambut terbuka.
Memiliki batang tegak dan tidak bercabang, purun tikus mudah dikenali karena berwarna hijau mengkilat sepanjang 50 sampai 200 sentimeter. Paling cocok dijadikan bahan baku anyaman, karena tahan lama, kuat dan nyaman digunakan.
Selain menjadi tikar, bakul, topi dan keranjang, hasil kerajinan anyaman dari purun tikus lain adalah tas tangan maupun bahu beraneka ukuran. Bentuk terakhir paling banyak diminati, sehingga kerap dijadikan oleh-oleh wisatawan.
Namun seiring kemajuan zaman, pasar membutuhkan sesuatu yang berbeda. Tas yang diproduksi tidak harus melulu terbuat dari purun tikus. Ternyata pasar juga menginginkan tambahan bahan lain.
“Agar produk dapat bertahan, dibutuhkan variasi, manajerial, kedisiplinan dan kesabaran menahan kritikan,” sahut Hasan Talaohu, Kabid Industri Kimia, Tekstil dan Aneka Dinas Perindustrian Kalsel dalam Pelatihan Diversifikasi Produk Anyaman Untuk Perajin IKM Kalsel.
Pelatihan tersebut berlangsung sejak 8 hingga 11 Oktober 2019 di SKB Marabahan. Diikuti puluhan peserta dari 13 kabupaten/kota dengan Barito Kuala sebagai tuan rumah.
“Selama proses pelatihan, kami mencari desain-desain baru guna mendapatkan sejumlah pilihan bersama berbagai aksesoris dan bahan,” papar Teguh Heryanto, mentor dari Djago Leather Work Yogyakarta.
“Ketika ingin membeli, orang harus diberi pilihan beberapa desain. Saya punya desain sendiri, tetapi tak tertutup kemungkinan peserta memiliki desain sendiri juga,” sambungnya.
Memang belakangan tas purun tikus yang dipadupadankan dengan kulit hewan asli, sedang menjadi favorit kaum hawa. Ditambah gradasi kulit, aneka motif anyaman pun terlihat kontras.
Adapun motif yang umum terlihat adalah palupuh, saluang mudik, ramak sahang, bamudang, mata punai, tapak catur, biji cengkeh, selapar, biji waluh, mata gergaji dan curak.
“Pemasaran lebih banyak dilakukan dalam pameran, baik di tingkat provinsi maupun nasional,” cetus Hj Saraswati Dwi Putranti, Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Batola.
“Sambutan yang didapat selalu positif. Bahkan setiap Batola mengikuti pameran nasional, tas purun tikus kerap disebut-sebut,” sambungnya,
Malah sekarang tas purun tikus yang dipadukan dengan kulit dan aksesoris lain, sudah dapat dikategorikan barang premium.
“Tidak mengherankan kalau harga tas tersebut dijual mulai harga Rp1 juta,” timpal Raudatul Nadia, Bidang Pembinaan dan Pelatihan Dekranasda Batola.
Terlepas dari motif dan desain, anyaman purun tikus memang lebih berkelas. Pun perlakuan kepada purun tikus harus dibarengi ketelatenan, mulai dari pengambilan batang hingga finishing.
“Batang purun tikus tidak bisa ditumbuk seperti purun danau, tetapi hanya digosok-gosok. Kalau digosok terlalu keras, batang juga bisa pecah dan tidak lagi bisa digunakan,” tutup Raudatul.
Baca Juga: Hj Ananda Gemar Pakai Tas Purun Ketimbang Tas Branded