Kalsel

Sumur Bor, Siasat Kebakaran Gambut di Banjarbaru Cuma PHP

apahabar.com, BANJARBARU – Sejak 2016 lalu, masifnya kebakaran lahan gambut di Kalsel coba disiasati dengan sumur…

Featured-Image
Sumur bor di daerah sekitar Guntung Damar dan Tegal Arum yang tidak berfungsi sama sekali. apahabar.com/Nurul Mufida

bakabar.com, BANJARBARU – Sejak 2016 lalu, masifnya kebakaran lahan gambut di Kalsel coba disiasati dengan sumur bor.

Sayang, dari pantauan terbaru kondisi sejumlah sumur itu sangat memprihatinkan, khususnya di Banjarbaru.

Maka tak heran kebakaran lahan gambut yang terus melanda membuat pemerintah daerah kelimpungan.

Banjarbaru menjadi satu-satunya wilayah di Kalsel yang berstatus tanggap darurat bencana. Penaikan status seiring masifnya teror Karhutla.

Soal sumur bor, Oktober 2018 lalu, Pantau Gambut menemukan hanya tiga dari 50 sumur bor di atas lahan gambut Banjarbaru yang berfungsi.

Sumur-sumur bor terbengkalai akibat ketidakjelasan wewenang dalam pemanfaatannya.

Sebagian lagi disebut terdampak pembangunan jalan dan perluasan bandara Syamsudin Noor.

Sumur-sumur bor ini yang terletak bukan di Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) jadi persoalan lain.

Media ini coba mengecek temuan tersebut dengan menyambangi Tegal Arum.

Di sana, ditemukan 8 titik sumur bor, di mana 2 titik di antaranya memang tak berfungsi.

Sementara satu sumur bor lain masih digunakan meski hanya kadang kadang.

“Ini bisa karena saya coba berkali kali, pasang alat ini itu, dan cukup buat nyiram tanaman saja, sudah lama juga tidak saya pakai sampai ini,” ujar ketua RW 09 Tegal Arum, Juhdi.

Dengan debit air yang sedikit, warga menggunakan sumur bor dengan keterangan BRG-KLHK-ULM-BPBD No.04 GTG PYG BJB untuk sekali pakai.

“Kalaupun bisa ya sekali sedot terus habis, dikit saja airnya, kalau pemadam banyak ambil air di sungai,” ujarnya lagi.

Tak berfungsinya sumur bor di masa kemarau ini turut dikeluhkan banyak warga.

"Saya memang tak pernah lihat sumur bor ini digunakan,” ungkap seorang warga yang juga enggan namanya dimediakan.

Sumur bor yang dikerjakan mulai 2016 silam sejatinya guna memudahkan para warga, relawan dan BPBD untuk mengambil air, dan memadamkan titik api.

"Pipanya terlalu kecil, pemadam lebih leluasa mengambil air di sungai juga, kalau pun sumurnya bisa pasti lama juga," kata warga tadi.

Juhdi berani mengatakan sumur bor ini gagal dan tidak bermanfaat.

Sebab hampir 50 unit itu tidak berfungsi. “Saya sudah paham betul. Beberapa sudah kependam, plang-nya hilang, 2 tahun saya coba ini itu tetap tidak bisa. Ini sumur bor tidak bermanfaat, bisa dikatakan gagal,” papar ketua RW yang telah mencoba berkali kali sumur bor ini.

Setiap kejadian kebakaran sumur bor ini tidak bisa dimanfaatkan.

“Manfaatnya nihil, masalahnya nanggung pipanya kecil satu setengah, sedangkan rata-rata kalau pakai klep kan tidak masuk, tidak pernah disentuh sekali pun untuk kebakaran,” ungkapnya.

Setiap tahun ada Tim Badan Restorasi Gambut (BRG) datang memeriksa keadaan sumur bor itu.

“Kadang kadang orang BRG datang tapi cuma mem-foto. Itu juga dari jauh. Mereka malas datang ke lokasi langsung kan masuk ke dalam, sampai aku marah-marah sedangkan ini diperlukan untuk kebakaran,” keluhnya.

Dirinya menyarankan BRG untuk membangun sumur baru dengan spesifikasi sesuai dan berkualitas.

“Lebih baik bikin baru satu tapi besar diameter 2 meter kah 3 meter yang khusus untuk kebakaran,” sambungnya.

8 titik sumur bor yang ditemukan hampir semuanya berlokasi agak menjorok ke dalam.

Dua unit, masing-masing di dekat dan seberang rumah ketua RW, dua di belakang SMP 15 dengan salah satu pipa sumur terbakar parah, 1 di belakang puskesmas, 1 di lahan kebun warga, 1 di perempatan jalan arah Guntung Damar, dan 1 lagi di dekat gerbang Syamsudin Noor dengan plang sudah hilang.

Media ini tak melanjutkan pencarian titik sumur bor lainnya setalah mendapat informasi mengenai sumur bor lain yang juga tak berfungsi.

“Percaya sama saya, sebagian sudah terkubur sulit dicari, itu di pembangunan Pertamina ada tapi sudah keuruk tanah gak bersisa, lainnya mungkin terbakar juga seperti di belakang SMP 15, saya sudah hafal betul, 2 tahun saya di lapangan ini hampir semuanya tidak berfungsi tidak bermanfaat untuk pemadaman ini,” ujar Juhdi.

Senada dengan Juhdi, Ketua RT 42 Tegal Arum, Helmi juga mengungkapkan hal yang sama.

"Ada beberapa titik sumur bor disini saya tahunya 5, satu itu bisa dipakai tapi ribet dan susah airnya juga kurang lah gak lancar,” ujarnya.

Proyek sumur bor ini dikerjakan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM), Universitas Lambung Mangkurat.

Dikerjakan setahun, 50 sumur bor itu menghabiskan Rp338 juta. Itu untuk alokasi biaya survei, pelatihan, pengadaan dan peralatan 50 sumur, serta alat dan bahan pembuatan.

“Seingat saya proyek pembangunan sumur bor ini oleh TRGD (Tim Restorasi Gambut Daerah) 2017, kalau saya pernah diminta sebagai anggota Pokja Ahli, tetapi belum ada SK-nya. Jadi ya pengamat saja,” ujar Guru Besar Ilmu Tanah ULM, Prof Abdul Hadi.

Menurutnya banyak kemungkinan yang dapat memengaruhi tidak berfungsinya sumur bor itu.

“Bisa karena sumur kurang dalam, bisa pipanya bocor, bisa juga sambungan pipa dengan mesin penyedot yang kurang rapat” ujar pakar lingkungan ini.

“Kemungkinan kedua paling tinggi karena dalam rentang waktu 1 sampai 2 tahun besar kemungkinan sambungan pipa sudah lepas dan bocor. Kan posisi pipa tegak, jadi mudah lepas dan kalau sudah masuk angin akan sulit untuk disedot,” sambungnya lagi.

Karena maraknya kebakaran hutan dan lahan, kemungkinan lain sumber air di sumur bor tersebut tidak ada atau kering.

“Mungkin juga karena mata airnya kurang besar pada musim kemarau seperti ini. Landsan Ulin kan lahan terbuka, tidak banyak hutannya sehingga simpanan air hanya di pori-pori tanah atau air hujan,” lanjutnya.

Dirinya mendorong agar segera sumur bor diperbaiki mengingat Landasan Ulin merupakan kawasan ekonomi strategis dan window bagi Kota Banjarbaru dan Kalsel.

“Musim kemarau juga masih panjang, jadi pompa perlu diperbaiki dan usaha lain juga perlu dilakukan. Seperti penutupan lahan gambut dengan tanah mineral,” paparnya.

Penutupan lahan gambut dengan tanah mineral menurutnya sudah diterapkan di Jepang dan berhasil.

“Jepang berhasil mengelola gambut dengan top dressing, lahan gambut ditutupi dengan tanah mineral setebal 20 sampai 30 centimeter,” jelas dosen ilmu tanah Fakultas Pertanian ULM ini.

Selain mencegah kebakaran teknologi ini juga dapat memperbaiki karakter Gambut, seperti daya mekanik dan perharaan.

Soal sumur bor yang mangrak, Kepala BPBD Banjarbaru Suryanoor juga kerap menerima keluhan dari warga.

“Berkenaan dengan sumur bor yang tidak berfungsi di daerah kelurahan Syamsudin Noor itu ranahnya dari BRG,” ujarnya kepada bakabar.com, Sabtu siang.

Suryanoor mengatakan sumur bor sangat diperlukan di saat musim kemarau seperti sekarang.

“Untuk membantu mengatasi karhutla di seputar bandara internasional Syamsudin Noor, namun sumur bor tersebut diketahui tidak berfungsi sebagaimana yang kita harapkan,” paparnya.

Lebih lanjut dirinya mengatakan seandainya sumur bor itu berfungsi dengan baik, mungkin bisa mengurangi beban kerja Satgas Karhutla.

“Terutama dengan air yang kami perlukan, kira kira seperti itu harapan kita semua,” tutupnya.

Sejauh ini bakabar.com masih coba mengonfirmasi atas temuan lapangan tadi ke Tim Restorasi Gambut Daerah Kalsel.

Media ini sudah mencoba mendatangi Sekolah Lapang Restorasi Gambut. Pilot Restorasi Gambut Terintegrasi di Kawasan Hutan Lindung ini letaknya tidak jauh dari wilayah Syamsudin Noor.

Saat tiba di lokasi tak tampak seorang pun di sana. Meski fasilitas rumah atau kantor dengan ruangan di dalamnya bersih kecuali tikar plastik di lantai kayu yang tampak berantakan.

Sudah 200 Hektar Terbakar

Di Banjarbaru sendiri ada tiga titik lokasi kebakaran gambut. Yang pertama di Trikora, lalu Liang Anggang, dan Guntung Damar. “Total luasannya mencapai 200 hektare,” jelas Kepala BPBD Kalsel Wahyuddin.

Guntung Damar menjadi salah satu lokasi gambut yang sulit dipadamkan ketika kebakaran terjadi.

Di Kalsel , per 20 Sepetember 2019, BPBD mencatat luasan Karhutla mencapai 4.601,92 hektar.

Untuk lahan terbakar seluas 4.474,87 hektar atau 1.493 kasus dan hutan 127,05 hektar atau 29 kasus.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat Kalsel menduduki peringkat ke-4 dari 15 provinsi terbesar dengan luas lahan gambut yang terbakar 1.949 hektare.

Tiap harinya, Karhutla terus bertambah. Maka tak salah jika status siaga di Kota Banjarbaru meningkat. Dari darurat bencana menjadi tanggap darurat bencana Karhutla

Akibat asap Karhutla, ribuan masyarakat Kalsel terjangkit inspeksi saluran pernapasan atau ISPA.

Banjarbaru sendiri menduduki peringkat tiga teratas, debgan 4.295 kasus ISPA, di bawah Kabupaten Banjar 4.522 kasus, dan Batola 3.042 kasus.

JAWABAN TGRD

Karena di luar KHG, maka Badan Restorasi Gambut tak diperbolehkan membangun sumur bor menggunakan dana APBN.

Sekalipun untuk keperluan mendesak dengan keberadaan Bandara Syamsuddin Noor sebagai objek vital nasional.

“Maka, BRG memfasilitasi untuk memintakan bantuan kepada Wetlands. Ternyata Wetlands setuju. Kemudian, menyalurkan bantuan itu melalui LPPM ULM,” ungkap Sekretaris Tim Restorasi Gambut Daerah (TGRD), Sayuti Enggok kepada bakabar.com, Minggu.

Wetlands Internasional Indonesia ialah organisasi nirlaba global yang berdedikasi untuk konservasi dan restorasi lahan basah.

Sejauh ini TGRD tak tahu akan diapakan 50 sumur bor tersebut.

“Beberapa kali kami menanyakan kepada pihak LPPM ULM, tapi tidak pernah ditanggapi,” bebernya.

Pernah pada 2018 TRGD mengadakan pertemuan dengan pihak terkait.

Membicarakan kemungkinan diserahkan kepada Pemkot Banjarbaru, khususnya untuk keperluan pemanfaatan dan pemiliharaan.

Namun selain kondisi sumur bor yang sudah banyak tak berfungsi, juga terdapat ketidakjelasan status kepemilikan lahan.

Faktanya, sumur bor itu dibangun di atas lahan milik warga, bukan milik Pemko Banjarbaru.

“Apabila itu diklaim sebagai aset Pemkot Banjarbaru bisa menimbulkan masalah di kemudian hari,” tambahnya.

Oleh karena itu, hasil rapat TRGD, Wetland, LPPM ULM, dan stakeholders lain seperti Bagian Aset Pemko Banjarbaru, BPBD Banjarbaru, Lurah bersepakat menyatakan sumur bor tersebut menjadi kewenangan LPPM ULM.

“Terserah mau dihibahkan ke mana dan kepada siapa, karena 100 persen Wetland sebagai pemilik dana tak menentukan soal pemanfaatan, pemeliharaan maupun pemilikannya,” pungkasnya.

Baca Juga: AP 1 Bantah Proyek Bandara Syamsudin Noor Rusak Sumur Bor Gambut

Baca Juga: Sumur Bor Gambut Tak Berfungsi, Petugas Pakai Kayu Padamkan Api

Baca Juga: Walhi Turut Pertanyakan Kualitas Sumur Bor Gambut Kalsel yang Rusak

Baca Juga: Puluhan Sumur Bor Gambut di Banjarbaru Rusak, Tanggung Jawab Siapa?

Reporter: Nurul Mufidah/Muhammad Robby
Editor: Fariz Fadhillah



Komentar
Banner
Banner