Kalsel

Minim Bahan Kimia, Batola Tetap Bisa Panen Raya

apahabar.com, MARABAHAN – Menanam padi tanpa banyak menggunakan bahan kimia, sudah berhasil dibuktikan warga Desa Jejangkit…

Featured-Image
Bupati Barito Kuala, Hj Noormiliyani AS, melakukan panen raya di lahan percontohan sawah tanpa bahan kimia di Jejangkit Muara. Foto- Bastian Alkaf/apahabar.com

bakabar.com, MARABAHAN – Menanam padi tanpa banyak menggunakan bahan kimia, sudah berhasil dibuktikan warga Desa Jejangkit Muara di Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Batola.

Ditanam sejak Juli 2019, padi unggul di lahan seluas 120 hektare tersebut sudah dapat dipanen. Ditandai panen simbolis yang dilakukan Bupati Barito Kuala, Hj Noormiliyani AS, Senin (30/9).

“Sebelumnya lahan ini hanya padang rumput dan galam. Kemudian menggunakan dana APBD 2018, lahan mulai dibuka pasca Hari Pangan Sedunia (HPS),” jelas Murniati, Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Dan Hortikultura.

“Sejak proses penanaman, kami menggunakan teknologi pengelolaan pertanian terpadu yang meminimalkan penggunaan pupuk organik dan pestisida kimia,” imbuhnya.

Tercatat lahan tersebut hanya menggunakan 1 karung pupuk urea atau 50 kg per hektare. Biasanya dibutuhkan tiga sampai empat karung uera.

“Pupuk NPK yang digunakan pun hanya 2 karung. Imbasnya bulir padi lebih bening, tetapi mutu tetap terjaga,” tegas Murniati.

Kapur yang berfungsi untuk menurunkan keasaman, juga tidak digunakan. Biasanya petani menggunakan 500 kg kapur per hektare. Sebagai zat pengganti, petani menyemprotan pembenah tanah.

“Selain biaya yang dikeluarkan lebih murah, pembenah tanah lebih mudah dibawa petani ketimbang kapur berkarung-karung. Terlebih kebanyakan sawah di Batola mesti melewati saluran-saluran air,” urai Murniati.

Pembenah tanah sendiri dibuat dari berbagai bahan yang sedianya limbah. Mulai dari skim lateks, hingga ampas tebu.

“Bahkan dibanding kapur, manfaat pembenah tanah lebih banyak. Tak hanya meningkatkan ph tanah, pembenah tanah juga merombak sisa-sisa jerami bersama mikrobia sehingga tanah lebih gembur,” beber Murniati.

Lantas sebagai pengganti pestisida, digunakan cairan sulingan hasil pembakaran tempurung kelapa, sekam padi dan serbuk gergaji kayu. Proses memperoleh pestisida alami pirolisis asap cair ini pun dilakukan sendiri oleh petani.

Disamping mengurangi penggunaan pupuk kimia, penggunaan tempurung kelapa, sekam padi dan serbuk gergaji kayu juga membuat pertanian tanpa limbah.

Kendati demikian, bukan berarti pertanaman semi organik ini bebas dari masalah. Tanpa penggunaan herbisida, gulma terlihat tumbuh lebih subur dibanding padi.

“Semoga kedepan ditemukan teknologi yang menghasilkan herbisida alami. Solusi sementara yang sedang ditempuh adalah pengaturan jarak tanam yang dibuat lebih rapat,” harap Murniati.

Sebagai percobaan berikutnya, Distan TPH Batola menambah 50 hektare lagi lahan di Jejangkit Muara dalam program terpadu.

Tak hanya padi, juga disediakan kolam ikan lele, sayuran dan peternakan ayam kampung di area yang sama. Direncanakan juga dibikin peternakan sapi.

“Sebenarnya direncanakan hanya 30 hektare. Tetapi masyarakat antusias berpartisipasi dalam program ini, sehingga total lahan baru menjadi 50 hektare,” tandas Murniati.

Andai kembali berhasil, Jejangkit berpeluang besar menjadi salah satu penopang terbesar padi Batola.

Sampai sekarang produksi padi jejangkit masih di bawah rata-rata kabupaten dengan 34,4 kuintal per hektar dari luas sawah 2.180 hektare.

Baca Juga: Meranti Dinilai Langka, KPH Pulau Laut Sebuku Bangun Dipterocetum

Baca Juga: Batola Diamuk Puting Beliung, 16 Bangunan di Tabukan Rusak

Baca Juga: Mulai Besok, Jam Kerja ASN Batola Dimulai Pukul 08.00

Reporter: Bastian Alkaf
Editor: Ahmad Zainal Muttaqin



Komentar
Banner
Banner