bakabar.com, SAMARINDA – Di era sekarang, tak jarang jurnalis dikriminalisasi akibat menjalankan profesinya. Itu tak lepas dari keberadaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Ketua Biro Samarinda AJI Balikpapan Nofiyatul Chalimah mengatakan masyarakat yang keberatan dengan suatu pemberitaan seyogyanya meminta hak jawab atau koreksi kepada media massa yang bersangkutan.
“Bukan justru menggunakan Pasal ITE. Dewan Pers dengan Polri telah membuat nota kesepahaman (MoU). Penanganan perkara terkait jurnalistik wajib lewat Dewan Pers yang mengacu Kode Etik Jurnalistik. Polisi bisa membantu jika dibutuhkan,” jelas jurnalis salah satu harian pagi di Kaltim itu.
Dan, jika terdapat dugaan perkara di bidang pers, maka proses penyidikan harus berpedoman pada UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Terbaru, salah satu media online di Samarinda hendak dipidanakan ke Polresta Banjarmasin atas suatu pemberitaan.
Pelapor melampirkan artikel atau berita yang merupakan produk jurnalistik sebagai barang bukti.
Menurut Nofiyatul sudah selayaknya kasus tersebut diarahkan ke Dewan Pers terlebih dulu.
“Ya sesuai MoU Dewan Pers dengan Polri tadi,” jelas dia.
Semangat mengawal kemerdekaan pers tercermin dalam Bedah MoU Dewan Pers dan Polri di Kantor LKBN Antara Kaltim, Jumat sore tadi.
AJI jadi penggagas diskusi terkait koordinasi dalam perlindungan kemerdekaan pers. Serta penegakan hukum penyalahgunaan profesi jurnalis.
Selain para jurnalis, ada tiga dari empat narasumber. Yakni, Charles Siahaan selaku ahli pers, dan Nalendro Priambodo mewakili AJI Balikpapan Biro Samarinda.
Ada pula Iptu M Nainuri, Kasubagkum Polresta Samarinda. Nainuri mengatakan polisi akan profesional dan transparan dalam menangani sengketa pers.
“Tugas kami menegakkan hukum. Jika ada warga negara yang melapor, maka kami akan melayani,” kata Nainuri dalam sesi diskusi tersebut.
Dirinya sepakat. Urusan sengketa pers akan kembali mengacu MoU Dewan Pers-Polri.
Soal penyelidikan yang berjalan, Nainuri menjamin sekadar memastikan apakah laporan sengketa pers atau pidana murni.
“Jadi nanti akan kami panggil. Bukan panggilan pro-justisia, hanya undangan saja. Bagaimana kami bisa mengetahui jika tidak kami selidiki terlebih dahulu,” kata M Nainuri.
“Kalau masih panggilan, Insyaallah (jurnalis) jangan khawatir,” kata dia.
Charles Siahaan mengungkapkan ada kegelisahan jurnalis jika produk jurnalistik dapat berujung pidana.
“Semangat kemerdekaan pers ini yang ingin kita kawal. Polri, jaksa, semua harus menjaga semangat kemerdekaan pers,” kata Charles.
Potensi intimidasi dinilai terbuka lebar jika sengketa pers ditangani polisi.
Ihwal pemanggilan, misalnya, jika sampai tiga kali surat dapat berujung dengan penjemputan paksa. Charles meminta aparat penegak hukum dapat memahami ranah kerja Dewan Pers.
Masih dalam diskusi, Kepala Biro Antara Kaltim Abdul Hakim, ikut bersuara. Ada dua kalimat kunci, esensi dari MoU Dewan Pers dan Polri. Yakni semangat kemerdekaan pers, dan penegakan hukum.
“Pendekatan yang bisa dilakukan sebelum masuk ke penanganan hukum ialah adanya mediasi. Agar saat masuk ke jalur hukum sudah jelas persoalannya,” kata dia.
Adapun Ketua AJI Balikpapan Devi Alamsyah berharap diskusi baru tadi jadi awal baik untuk mengawal semangat dan kemerdekaan pers.
Editor: Fariz Fadhillah