Kalsel

BPS: Tiga Indikator Demokrasi Kalsel Buruk

apahabar.com, BANJARBARU – Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Selatan (Kalsel) mencatat pada  2018 ada 3 indikator…

Featured-Image
Kepala BPS Kalsel Diah Utami, Kabid Statistik dan Distribusi Fachri Ubadilah, Kabid Statistik dan Sosial Agnes Widiastuti dan Kabid Neraca Wilayah dan Analisis Statistik Awang Pramila saat menggelar jumpa pers di kantor BPS provinsi Kalsel, Kamis (1/7). Foto – apahabar.com/Nurul Mufidah

bakabar.com, BANJARBARU – Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Selatan (Kalsel) mencatat pada 2018 ada 3 indikator demokrasi di Kalsel yang memiliki kinerja buruk dengan skor di bawah 60.

Tiga indikator tersebut adalah aturan tertulis yang membatasi kebebasan menjalankan ibadah agama dengan skor 39,13 pada 2017 dan 2018.

Baca Juga: KPU Kalsel: Tak Lapor Kekayaan Legislator Terpilih Batal Dilantik

Bahkan satu indikator mengalami skor penurunan drastis yakni perda inisiatif DPRD. Indikator berkinerja buruk menurun drastis adalah persentase jumlah perda yang berasal dari hak inisiatif DPRD terhadap jumlah total perda yang dihasilkan.

BPS Kalsel memaparkan sejumlah data yang terangkum dalam berita resmi statistik. Hadir dalam kegiatan itu Kepala BPS Kalsel Diah Utami, Kabid Statistik dan Distribusi Fachri Ubadilah, Kabid Statistik dan Sosial Agnes Widiastuti dan Kabid Neraca Wilayah dan Analisis Statistik Awang Pramila.

Dalam paparannya pada Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Kalsel 2018, Kabid Statistik dan Sosial, Agnes Widiastuti mengatakan,perda yang merupakan inisiatif DPRD jumlahnya kurang atau menurun dibanding 2017. Pada 2017, skor prosentase perda inisiatif 66,67, yang menurun menjadi 21,05 di 2018.

“Kinerjanya turun 45,61poin. Jadi perda inisiatif yang ditotal pada perda yang dihasilkan di 2018 itu, perda yang datang dari inisiatif DPRD turun presentasenya dibandingkan tahun sebelumnya. Sehingga itulah yang menyebabkan kinerja di DPRD menurun,” ujarnya kepada awak media saat jumpa pers di kantor BPS Kalsel, Kamis (01/08).

Indikator ketiga yang berkinerja buruk adalah rekomendasi DPRD kepada eksekutif. Perkembangan skor indikatornya tidak berubah yakni 2017 dan 2018 hanya 3,57.

Dengan demikian, ujarnya, tiga indikator tersebut menjadi tantangan Kalsel agar lebih meningkatkan kinerja demokrasinya.

“Ada tantangan untuk peningkatan kinerja demokrasi di Kalsel yang terletak pada tiga indikator bernilai buruk itu. Yakni adanya aturan tertulis yang membatasi kebebasan menjalankan ibadah. perda insiatif dan rekomendasi DPRD juga rendah yaitu hanya satu yakni dalam bentuk LPJ. Untuk itu, semoga indikator ini bisa meningkat yang nantinya akan meningkatkan kinerja demokrasi Kalsel di tahun 2019 dalam kategori baik. Karena saat ini kategorinya masih berada pada klasifikasi sedang,” bebernya.

Agnes memaparkan bahwa kinerja demokrasi Kalsel masuk di dalam kategori sedang yakni antara 60-80.IDI Provinsi Kalsel 2018 mengalami peningkatan sebesar 3,67 poin dibandingkan 2017.

“Perkembangan IDI Kalsel dari tahun ke tahun memang fluktuatif. Pada tahun 2018, indeks-nya mencapai 79,92, artinya sudah hampir mendekati kategori baik. Indeknya juga naik dibanding tahun 2017 yang hanya 76,25,” lanjut Agnes.

Dalam hal ini, kategori baik indeksnya lebih dari 80, sedang dari 60-80 dan buruk di bawah 60.

Sementara itu dijelaskan pula bahwa angka IDI merupakan komposit yang disusun dari nilai 3 aspek. Yakni aspek kebebasan sipil, hak-hak politik dan lembaga demokrasi.

Data BPS menyebut, aspek kebebasan sipil di Kalsel meningkat 9,10 poin dibanding 2017 dan masih kepada kategori sedang (dari 60,16 menjadi 69,26).

Kemudian pada aspek hak-hak politik juga naik yakni 1,94 poin dari yang mulanya81,09 di 2017 menjadi 83,03 pada 2018 atau masuk dalam kategori baik. Sedangkan aspek lembaga demokrasi mengalami penurunan 0,42 poin dari 88,79 di tahun 2017 menjadi 88,37 meski masih dalam kategori baik.

“Yang menyebabkan meningkatnya aspek kebebasan sipil dan aspek hak-hak politik adalah naiknya variabel yang meliputi kebebasan berkumpul dan berserikat yang mengalami kenaikan paling tinggi. Artinya selama 2018 tidak ada pernyataan dan kejadian dari pejabat pemerintah atau dari masyarakat yang menghambat masyarakat berkumpul dan berserikat,” ungkapnya.

Selain itu, kebebasan dari diskriminasi juga meningkat (naik 10,42 poin) dan kebebasan berkeyakinan juga meningkat (naik 1,41 poin).

Baca Juga: Resmi Diujicoba Smart Presensi ASN Batola Terganggu

Reporter: Nurul Mufidah
Editor: Aprianoor



Komentar
Banner
Banner