Kalsel

Polemik Perda Minol, Pengamat: Aturannya Susah Dipenuhi Pengusaha

apahabar.com, BANJARMASIN – Polemik tentang wacana Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang retribusi penjualan minuman beralkohol di…

Featured-Image
ilustrasi. foto- manado post.

bakabar.com, BANJARMASIN – Polemik tentang wacana Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang retribusi penjualan minuman beralkohol di Kota Banjarmasin terus menjadi sorotan publik.

Pengamat Hukum Tata Negara Fakultas Hukum ULM, Erfa Redhani menilai bahwa segala pengaturan dalam bentuk perda yang berkaitan dengan minuman beralkohol (minol) merupakan dampak dari keberadaan dua peraturan di atasnya.

“Perda yang berkaitan dengan penjualan minol itu berdasar pada Perpres 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol dan Peraturan Menteri Perdagangan No. 20 Tahun 2014 tentang pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran, dan penjualan minuman beralkohol yang telah diubah sebanyak 6 kali (terakhir No. 25 Tahun 2019),” terangnya, Kamis (18/7).

Menurutnya, Pasal 14 Peraturan Menteri Perdagangan tersebut mencantumkan dengan jelas bahwa minuman beralkohol golongan A dapat dijual di Supermarket dan Hypermarket.

Tetapi, ada celah regulasi dalam Perpres 74 Tahun 2013 yang berbunyi:

Pasal 7 ayat (4) Dengan mempertimbangkan karakteristik daerah dan budaya lokal, Bupati/Wali Kota dan Gubernur untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta dapat menetapkan pembatasan peredaran Minuman Beralkohol.

Berdasarkan klausul itu, Kota Banjarmasin menerbitkan Perda No. 10 Tahun 2017 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penjualan Minuman Berakohol. Pasal 6 ayat (3) menyebut: Minuman Beralkohol golongan A dapat dijual toko pengecer berupa Supermarket dan Hypermarket.

“Menurut saya keberadaan Perda tersebut justru sangat mengatur ketat dan hampir susah dipenuhi oleh pengusaha. Sebab ada ketentuan lain yang harus dipenuhi seperti penjualan eceran tersebut hanya boleh buka pada pukul 23.00 sampai pukul 00.00. Selain itu ada ketentuan bahwa penjualan yang eceran itu harus berjarak 1 Kilometer dari tempat pendidikan, gelanggang remaja, kaki lima, terminal, stasiun, kios-kios kecil, penginapan remaja, bumi perkemahan, tempat ibadah, rumah sakit dan batas wilayah,” sebutnya.

Disebut Erfa, jikapun hendak melarang agar penjualan eceran di Hypermarket dan Supermarket itu dilarang sama sekali. Maka langkah hukum yang dapat dilakukan menguji materill (judicial review) Permen Perdagangan tersebut ke Mahkamah Agung.

“Sebab, tidak mungkin perda bisa melarang, Perpres hanya memperbolehkan untuk membatasi, bukan melarang. Kata membatasi dan melarang memiliki makna yang berbeda,” imbuhnya.

Adapun mengenai keinginan DPRD Kota Banjarmasin menarik retribusi dari penjualan di Hypermarket dan Supermarket, dia menilai hal tersebut bagus untuk dilakukan tetapi karena niatnya ingin membuat agar “pengusaha pikir-pikir” jualan di hypermarket dan supermarket maka taruh retribusi yang nilainya fantastis dan susah dipenuhi oleh pengusaha.

“Tanpa ada Perda, justru malah pengusaha punya keleluasaan dalam berjualan. Adanya perda justru malah membatasi dengan aturan yang ketat. Ini justru malah menunjukkan kota Banjarmasin yang Baiman, karena dapat memfilter regulasi yang cenderung tidak sesuai dengan kondisi kota kita,” pungkasnya

Baca Juga: DPRD Banjarmasin: Minuman Beralkohol Boleh Dijual dengan Syarat

Reporter: Ahya Firmansyah
Editor: Muhammad Bulkini



Komentar
Banner
Banner