bakabar.com, BANJARMASIN - Kementerian Pendidikan dan Kebudayan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) memberi solusi bagi permasalahan dunia pendidikan.
Solusi yang dimaksud berupa Neraca Pendidikan Daerah (NPD), di mana melalui NPD ini dapat diambil sebuah keputusan yang tepat bagi permasalahan pendidikan di daerah.
"Yah, NPD ini adalah giat Kemendikbud sebagai gambaran termutakhir keadaan pendidikan daerah, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pengambil kebijakan yang tepat untuk permasalahan pendidikan di daerah," tutur Kepala Pusat Analisis dan Sinkronisasi Kebijakan (Paska) Kemendikbud RI, Hendarman, Rabu (24/7).
Hendarman menjelaskan NPD sebagai profil pencapaian pendidikan di 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota, di mana semua data ada dan sudah dilakukan sejak 2015 sampai dengan 2018.
"Jadi, melalui NPD sebuah daerah dapat dinilai bagaimana anggaran itu dimanfaatkan untuk mencapai target-target pendidikan terkait standar nasional pendidikan," jelasnya di sela Diskusi Kelompok Terpumpun, di Hotel Aston Banua, baru tadi.
Ditegaskan Hendarman, dari NPD juga bisa melihat perkembangan pendidikan daerah dari tahun ke tahun.
“Apabila termasuk dalam kategori berwarna merah maka kita bisa tahu serapan anggaran itu kecil, tetapi jika warna merahnya berkurang maka daerah itu sudah mampu memanfaatkan anggaran untuk mengatasi permasalahan pendidikan," ujarnya lagi.
Hendarman mengingatkan masalah pendidikan adalah isu bersama bukan milik pemerintah pusat saja.
"Ini tertuang di dalam peraturan pemerintah nomor 48, bahwa tanggung jawab dana pendidikan itu ada di pemerintah pusat, daerah dan masyarakat," tandasnya.
Menurut Staf Khusus Kemendikbud Bidang Komunikasi Publik dan Hubungan Internasional, Suparto, data yang sudah disampaikan yang dibuka dalam diskusi tadi sebagai pelecut daerah untuk bisa membenahi pendidikan di daerah masing-masing.
"Meski diamanahi 20 persen anggaran untuk pendidikan, kita bisa melihat masih banyak daerah kabupaten/kota belum menyerap sebanyak itu. Sehingga melalui NPD dapat diketahui daerah mana saja yang kurang dan bisa melecut untuk mengejar daerah lain yang sudah mampu menyerap anggaran sebanyak 20 persen," kata Suparto.
"Jadi, angka-angka yang sudah ditunjukkan tadi sebagai menunjukkan tingkat kepedulian daerah terhadap pendidikan," sambungnya.
Suparto mencontohkan data dari NPD kota Banjarmasin, anggaran daerah yang dikeluarkan untuk urusan pendidikan sebesar 17.75 persen. Tetapi setelah ditransfer dengan anggaran pusat menjadi 32.31 persen.
Ini masuk dalam kategori sangat peduli, karena untuk kategori telah diklasifikasikan menjadi beberapa bagian di mana daerah itu sangat peduli, cukup peduli, peduli, dan kurang peduli menggunakan indikator standar 20 persen terhadap anggaran pendidikan yang sudah diamanahkan.
"Jadi di Kalsel, Kota Banjarmasin menjadi daerah yang sangat peduli dengan urusan pendidikan, sedangkan contoh lain seperti Kabupaten HSU, pemerintahnya memberikan anggaran sebanyak 5.24 persen dari anggaran daerahnya, ini tentu kurang peduli. Namun setelah ditransfer dengan anggaran pusat menjadi 24.07 persen dan ini sudah lebih dari 20 persen anggaran yang diamanahkan sehingga HSU termasuk dalam kategori sangat peduli," ungkapnya.
Ditanyakan faktor apa yang menyebabkan daerah berbeda dalam anggaran urusan pendidikan, Suparto menyebut faktor itu karena ketidakpedulian.
"Akan tetapi saya rasa setiap daerah punya jawaban yang varian terhadap permasalahan ini. Tapi kita tidak bisa langsung menyebutkan sebuah daerah itu tidak peduli tehadap pendidikan. Bisa jadi banyak faktor menjadi penyebab masalah ini muncul," pungkasnya.
Baca Juga: SMPN 7 Barabai: Punya Satu Siswa, Belajar-Mengajar Berasa Les Privat
Baca Juga: Perpusling Dispersip Kalsel, Kunjungi Sekolah Hingga Lapas Anak
Reporter: Ahya Firmansyah
Editor: Fariz Fadhillah