bakabar.com, BARABAI – Korban pencabulan yang diduga dilakukan AJM oknum pengasuh pondok pesantren di Kecamatan Limpasu, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) bertambah menjadi sembilan orang.
"Ya, ada penambahan. Kini bertambah dua orang yakni R (21) dan SM (19). Total, jadi sembilan korban. Keduanya berasal dari luar daerah. Salah satunya dari Tamban," kata Kapolres HST AKBP Sabana Atmojo melalui Kepala Satuan Reserse dan Kriminal, Iptu Sandi, kepada bakabar.com, Kamis (11/7) sore.
Untuk diingat, terungkapnya kasus kekerasan seksual anak di bawah umur ini bermula dari adanya laporan salah satu orang tua korban pada 9 Mei.
Butuh sebulan lamanya bagi polisi mendalami kasus ini sebelum benar-benar menyampaikannya ke publik.
Kala itu ada empat anak yang mengadu ke polisi telah dicabuli pria 61 tahun itu. Korban oknum tokoh agama ini, masing-masing KA (12) asal Barabai, SR (19) asal Barito Kuala, SL (16) asal Balangan, dan TA asal Melak, Kaltim. Nama terakhir bahkan masih berusia 8 tahun.
Dari pendalaman, rupanya kasus ini diduga sempat ditutup-tutupi pelaku. Jauh sebelum mencuat ke permukaan, jalan damai sempat coba ditempuhnya.
Sejumlah pengajar ponpes di sana sempat tak berani melapor ke polisi. Lebih memilih cerita ke masyarakat, sampai akhirnya sampai ke telinga orang tua korban.
Pun dari keterangan Khairullah (40), salah satu orang tua korban, mengatakan TA (8) sempat mau dibawa lari oleh pelaku, agar kasus itu ditutup dan selesai secara kekeluargaan.
Berhasil dihentikan, TA, yang hanya memiliki orang tua angkat itu berhasil dijemput dan dibawa ke kediaman Khairullah.
Sebanyak 3 kali dimintai keterangan polisi, hasil visum membenarkan adanya dugaan pencabulan.
Berdasarkan cerita TA, rupanya ia diiming-imingi dengan uang dan ancaman. Dari sana orang tua korban curiga jika ada korban lain di luar keempat anak tersebut. Kasus ini pun tak serta merta berhenti begitu saja ketika pelaku ditangkap, akhir Mei 2019 silam.
“Melalui penyelidikan panjang, meski pada saat pemeriksaan pelaku tidak mengakui perbuatannya tapi karena bukti-bukti lengkap, maka dilakukan penahanan terhadap oknum tersebut dan telah ditetapkan sebagai tersangka," ujar Sabana, Jumat 31 Mei, kepada bakabar.com.
Sejauh kasus ini dikembangkan, satu per satu korban baru bermunculan. Setelah empat anak tadi, muncul lagi nama LS (14). Korban kelima datang jauh-jauh dari Kalimantan Tengah. Ditemani sang tante, LS dijemput oleh Khairullah dari kediamannya untuk melapor.
Lain lagi dengan TA, aksi pencabulan AJM diduga terjadi saat ia berumur 10 tahun tepatnya pada 2014 lalu. AJM, kerap mengisi pengajian yang digelar di musala tak jauh dari rumahnya di Kapuas, Kalteng.
“Dari sana pelaku sering mampir untuk makan siang di rumah MW,” ujar tante korban, kepada bakabar.com.
Sama seperti TA, ironisnya LS juga tak memiliki orang tua asuh. Sang ayah meninggal dunia. Sedangkan, ibunya kawin lagi. Melihat adanya kesempatan, pelaku membujuk LS ikut ke Pondok Pesantren yang dikelolanya. Pencabulan terjadi.
Suatu ketika pernah seorang pemuda datang untuk meminang LS. LS langsung menolaknya mentah-mentah. Orang itu sampai datang berkali-kali.
"Saat saya mempertanyakan kenapa menolak, ternyata dia khawatir kalau sudah tidak perawan lagi," sambung tante korban.
Akhirnya MW mendapatkan pengakuan LS yang tak betah di Ponpes lantaran tabiat AJM. Selama 6 bulan tinggal di situ, LS kerap dicabuli.
"Sudah dua kali mencoba kabur. Pertama kabur ke jalan. Tapi ditemukan dan kembali ke pondok. Kedua, bersembunyi di atas plafon," kata MW.
Sementara, untuk korban keenam dan ketujuh, adalah TR dan SA. Polisi tak menjelaskan gamblang berapa usianya.
Yang pasti, modus pelaku kali ini adalah mengajak para korban ke kediaman tersangka. Saat korban mau mandi, pengasuh ponpes bejat ini malah mengikutinya dan memandikan calon mangsanya.
Kemudian korban dibawa masuk ke kamar dan dibaringkan. Saat itu pencabulan terjadi. "Pelaku ini sudah berkali-kali melakukan perbuatan itu di tempat berbeda," kata Sabana.
Agar segera bisa mengadili pelaku, Polres HST sudah menyerahkan Surat Pemberitahuan Dimulai Penyidikan (SPDP) pada 27 Juni lalu untuk disidangkan. Namun oleh jaksa, dinyatakan belum lengkap (P18), pada Kamis 11 Juli kemarin.
Polisi menjerat AJM dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukumannya 15 tahun penjara. Kemungkinan bertambah, mengingat pelakunya adalah orang terdekat korban.
"Pemberatan di dalam UU yang dimaksud, mengingat pelaku yang seharusnya memberikan perlindungan dan memberikan pendidikan, tetapi justru melakukan tindak pidana terhadap anak," kata Kepala Kejaksaan Negeri HST, Wagiyo Santoso Wagiyo didampingi Kepala Seksi Tindak Pidana Umum, Nyoman Suji Agustina Aryartha, kepada bakabar.com, Kamis kemarin.
Baca Juga: Pemprov Turun Tangan Dampingi Para Korban Pencabulan di Ponpes Limpasu
Baca Juga: Korban Aksi Cabul Pengasuh Ponpes Limpasu Ternyata 7 Orang
Baca Juga: Kemenhukum Kawal Proses Hukum Tragedi Limpasu HST
Baca Juga: Tragedi Limpasu HST Masuk Radar Kementerian!
Reporter: HN Lazuardi
Editor: Fariz Fadhillah