Tak Berkategori

Inflasi Kalsel 0,27 Persen, Peran Pemda dan BI Dinilai Urgen!

apahabar.com, BANJARMASIN – Peran pemerintah daerah dan Bank Indonesia dinilai sangat penting dalam mengontrol angka inflasi…

Featured-Image
Ilustrasi bahan pokok. Foto-Antara/Rudi Mulya

bakabar.com, BANJARMASIN – Peran pemerintah daerah dan Bank Indonesia dinilai sangat penting dalam mengontrol angka inflasi dan deflasi, sekalipun saat ini berada di sekitaran 0,27 persen. Adapun inflasi secara nasional tercatat 0,55 persen.

Per Juni 2019, di Banjarmasin terjadi Inflasi sebesar 0,29 persen. Laju inflasi kalender 2019 (Juni 2019 terhadap Desember 2018) sebesar 3,20 persen dan laju inflasi year on year (y-o-y) adalah 4,17 persen.

“Ini perlu perhatian pemerintah daerah,” ucap Pengamat Ekonomi Kalimantan Selatan, Ahmad Murjani kepada bakabar.com, Selasa (2/7) pagi.

Inflasi dan deflasi di Kalsel, khususnya Banjarmasin dan Tabalong bak dua sisi mata uang. Artinya, inflasi di Banjarmasin merupakan kenaikan harga umum atau barang secara terus menerus. Lazimnya disebut kenaikan harga secara umum.

“Selanjutnya dikatakan naik, apabila dibandingkan periode sebelumnya ada kenaikan,” tegasnya.

Pemerintah daerah, kata dia, melalui dinas terkait, khususnya Disperindag mesti meningkatkan kinerja evaluasi di lapangan.

Di samping, Disperindag harus melakukan koordinasi yang kuat dengan Bank Indonesia dan memperkuat jaringan kontrol atau pengawasan serta pembinaan di lapangan terhadap para pelaku usaha.

Sangat dimungkinkan perlu adanya intervensi kebijakan. Dengan maksud dan tujuan, menjaga terjadi kenaikan harga barang-barang umum. Termasuk kebutuhan bahan pokok yang berlangsung terus menerus.

Hal yang menarik adalah daerah yang mengalami deflasi. Sekalipun daerah itu potensi aktivitasnya tinggi, tidak menjadi jaminan tingkat perekonomian perdagangannya dikatakan normal. Buktinya di Tabalong.

Di sini perlu mencari penyebab deflasi. Kemungkinan masyarakat di Tabalong banyak menyimpan uang di bank, karena suku bunga tinggi dan memberikan keuntungan.

Dalam artian, kurangnya jumlah uang yang beredar di masyarakat. Sebagai contoh, banyaknya barang dagangan yang tidak terjual atau barang tidak habis terjual ke konsumen, bisa dikatakan terjadi deflasi.

“Kalau dibiarkan bisa terjadi Pemutusan Hubungan Kerja,” tegasnya.

Solusinya, tambah dia, pemerintah daerah dan instansi terkait selalu kuat dan terus menerus melakukan evaluasi, pengawasan, serta mencari strategi untuk menurunkan suku bunga.

“Sekali lagi, peran pemerintah daerah dan dinas terkait lainnya, termasuk Bank Indonesia agar selalu berkoordinasi dan duduk bersama melakukan fungsi pengawasan,” tandasnya.

Meminjam data Badan Pusat Statistik Kalimantan Selatan, per Juni 2019, di Banjarmasin terjadi Inflasi sebesar 0,29 persen.

Laju inflasi kalender 2019 (Juni 2019 terhadap Desember 2018) sebesar 3,20 persen dan laju inflasi "year on year" adalah 4,17 persen.

Komoditas yang mengalami kenaikan harga dengan andil inflasi tertinggi di Banjarmasin antara lain beras, emas perhiasan, ikan bakar, ikan kembung/gembung, rokok kretek.

Di Tanjung, pada Juni 2019 mengalami Deflasi sebesar 0,10 persen. Laju inflasi kalender 2019 ( Juni 2019 terhadap Desember 2018) terjadi inflasi sebesar 1,52 persen dan laju inflasi "year on year" adalah 1,71 persen.

Komoditas yang mengalami penurunan harga dengan andil deflasi tertinggi di Tanjung antara lain, yakni daging ayam ras, jeruk, bayam, bawang putih, semangka.

Dari 82 kota yang menghitung indeks harga konsumen, tercatat 76 kota mengalami inflasi dan 6 kota mengalami deflasi .

Inflasi tertinggi di Manado sebesar 3,60 persen dan terendah di Singaraja sebesar 0,02 persen.

Kota yang mengalami deflasi tertinggi di Tanjung Pandan sebesar 0,41 persen dan deflasi terendah kota Jayapura sebesar 0,08 persen.

Baca Juga:BPS Rilis Inflasi Juni 2019

Baca Juga:TPID Berupaya Kendalikan Inflasi di Kalsel

Reporter: Muhammad Robby
Editor: Fariz Fadhillah



Komentar
Banner
Banner