bakabar.com, BANJARMASIN – Para pencinta kopi mesti tahu. Kopi yang tumbuh di Nusantara pernah menjadi komoditas yang paling dicari oleh pasar Eropa.
Sejarah mencatat, 15 tahun setelah benih kopi Arabika pertama ditanam di Jawa oleh Belanda pada 1696, Bupati Cianjur Aria Wira Tanua mengirim sekitar 4 kuintal kopi ke Amsterdam.
Pada 1726, ekspor kopi itu untuk pertama kalinya memecahkan rekor harga lelang di sana, mencapai 2.145 ton.
Tak ayal, kopi asal Jawa pun membanjiri tanah Eropa. Menggeser kopi Mocha dari Yaman yang menguasai pasar. Sejak itu, kopi asal Jawa populer dengan sebutan Java Coffee.
Ingin kembali mengupas sejarah itu, Kopi asal Bati-Bati Kalsel ikut dipamerkan di Helskini Coffee Festifal, Finlandia pada April 2019 lalu. Hasilnya: laris-manis.
Lantas, mengapa harus Finlandia? Negara di daratan Matahari Tengah Malam itu umum diketahui sebagai peminum kopi terbesar di dunia.
Di sana, mayoritas masyarakat mengakui kopi Bati-Bati yang tumbuh di tanah gambut punya cita rasa cokelat yang jarang ditemui di varietas kopi lainnya.
Menurut Dwie Putra Kurniawan, semua biji kopi punya keunikan masing-masing. Harganya pun tak kalah bersaing. Mulai dari Rp50 ribu-150 ribu per kilogram.
Dwie merupakan pemilik kedai kopi yang konsisten mengenalkan biji kopi asal Bati-Bati pada masyarakat.
Ingin mengenalkan masyarakat lebih jauh tentang kopi, dia juga getol menyebarkan pengetahuan pada para petani kopi. Supaya memetik bijian kualitas baik agar mendapat kuantitas selangit.
Usahanya kini mulai membuahkan hasil. Kopi Bati-Bati yang biasa Dwie kenalkan dibawa dalam festival kopi paling bergengsi di Eropa itu bersama dua kopi dari daerah Sumatera dan Jawa.
Pria kelahiran Jambi ini menceritakan, hari pertama tiga kopi tersebut dipamerkan di stand Indonesia, Kopi Bati-Bati yang paling diburu oleh pencinta kopi dunia.
“Itu kemarin hari pertama, kopi kita langsung habis. Paling diburu,” ucapnya.
Dengan mejeng di festival kopi, diyakini membuat pintu ekspor kopi Kalsel kian terbuka lebar. Kala pertama kali mengenalkan kopi tersebut ada keinginan suatu saat kopi ini bisa tembus pasar nasional.
Yang tidak kalah penting, kata dia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kalimantan Selatan punya andil besar manakala kopi lokal bisa tembus ke festival kopi Eropa.
“Pertama kali, yang merespon kita itu BI. BI membantu kita mengenalkan hingga tembus ke kedutaan,” tutur Dwie.
Kepala KPw BI Kalsel yang kini dijabat Herawanto sering melibatkan kopi Bati-Bati saat menyambut tamu-tamu pentingnya dalam berbagai kegiatan.
Memanfaatkan momentum itu, target Dwie selanjutnya adalah mengajak masyarakat menanam kopi dengan memanfaatkan lahan-lahan tidur sekitaran rumah atau kebun.
“Ya kalau tidak bisa di kebun, bisa nanam di samping rumah satu atau dua pohon,” katanya.
Harapannya, dengan hal tersebut masyarakat bisa mengenal hingga memanfaatkan kopi sebagai penggerak ekonominya.
Baca Juga: Dewan Berkonsutasi Soal Kopi dan Coklat ke Kementerian Pertanian
Baca Juga:Konsultasi ke Kementerian, Kopi dan Coklat Belum Jadi Prioritas
Baca Juga:Intip Empat Langkah Bikin Kopi Tubruk Ala Kafe
Baca Juga: YLK Kalsel: Jangan Angsul Konsumen dengan Permen!
Reporter: Rizal Khalqi
Editor: Fariz Fadhillah