Kalsel

Menakar Peluang Menang Khairul Saleh di Pilgub 2020

apahabar.com, BANJARMASIN – Sultan Khairul Saleh dan pemilih fanatiknya dinilai merupakan fenomena partisipasi politik yang menyebabkan…

Featured-Image
Sultan Khairul Saleh, Foto – Istimewa

bakabar.com, BANJARMASIN – Sultan Khairul Saleh dan pemilih fanatiknya dinilai merupakan fenomena partisipasi politik yang menyebabkan kompetisi antar calon semakin tinggi di Pemilihan Umum 2019.

“Calon-calon petahana dengan pengalaman empat kali terpilih, bahkan dapat ditumbangkan secara kejam oleh munculnya generasi baru, geliat politik orang banua bangkit,” ucap Pengamat Politik FISIP ULM, Setia Budi kepadabakabar.com, Minggu (23/6/2019) malam.

Tumbangnya calon petahana, kata dia, mungkin disebabkan faktor pemilih banua ingin terjadinya regenerasi dalam tubuh calon anggota legislatif yang mewakili urang banua dalam apa yang kerap disebut "bagagantian".

Menurutnya, pemilih diterpa kebosanan karena kualitas petahana semakin menurun, misalnya tidak ada isu baru yang ditawarkan untuk membangun banua. Bersumbatnya inovasi jaringan pemenangan dan boleh jadi calon yang baru muncul dipandang sebagai figur yang sesuai dengan tantangan zaman.

Lalu, kemudian suara dari generasi muda mulai diperhitungkan dan terbukti keterpilihan mereka sejalan dengan dinamika melimpahnya suara orang muda untuk mesa depan banua.

Tetapi, sambung dia, disamping grafik perubahan signifikan tersebut, Pemilu 2019 juga menggambarkan dukungan yang konstan terhadap beberapa calon.

“Suara dukungan dengan gelombang tetap itu, saya sebaut sebagai pemilih tradisional atau dengan meminjam jargon pemilu Orde Baru sebagai pemilih berdasarkan fanatisme,” ujarnya.

Pemilih fanatik itu dapat dilihat dari bagaimana suara dukungan pada Sultan Khairul Saleh yang diusung Partai Amanat Nasional - PAN untuk pemilihan Dapil I.

Pemilih fanatik mantan Bupati Kabupaten Banjar itu misalnya dapat dilihat dari perolehan suara di Kabupaten Banjar20.332suara dan perolehan suara di atas 7.000 suara adalah Kabupaten Barito Kuala dan Kabupaten Tabalong.

Pemilih fanatik, memang susah untuk tumbangkan sebab secara tradisional keterpilihan calon sudah bukan merupakan pilihan emosional dan perasaan kekerabatan yang sangat kuat.

Jadi, peluang Sultan sebagaimana wacana yang muncul untuk bersaing memperebutkan "Kursi Hobnor" tentu saja dengan mengacu pada potensi pemilih tradisional tersebut.

Kalau kemudian wacana itu sebagai gerakan politik serius dan itu artinya Sultan tidak sedang melakukan uji respon masyarakat Kalsel, maka mesin utama penggeraknya adalah pemilih fanatik.

Lalu, pesan politik apa yang ingin disampaikan ketika Sultan mewacanakansiap kompetisi bakal calon Hobnor? Ini adalah pesan gerakan budaya, atau lebih tepat sebagai Politik Kebudayaan yang melekat pada diri Sultan sebagai mewarisitokoh leluhurnya di Tanah Banjar.

Pemilih akan membaca bahwa Sultan sedang membangun politik kebudayaan bahwa tahta atau yang dikenal sebagai kekuasaan politik seharusnya diabadikan sebesar besarnya untuk kepentingan rakyat.

Hanya saja, menurut hemat Setia Budi, bahwa jalur independen yang diwacanakan dan dipilih sebagai strategi politik yang tentu saja arahnya adalah menghilangkan beban politik dari bagaimana "mahalnya jukung" untuk berkayuh.

Dan bukan tidak mungkin bahwa denganbelajar dari bagaimana calon DPD bekerja dan mendapat dukungan yang kuat dari pemilih banua, strategi independent ala DPD inimempunyai peluang untuk mematahkan lajunya pertahana.

Baca Juga:Brigade 08 Sambut Hangat Rencana Pencalonan Sultan Khairul Saleh

Baca Juga: Maju Pilgub Kalsel, Khairul Saleh Mantap di Jalur Independen?

Reporter: Muhammad Robby
Editor: Aprianoor



Komentar
Banner
Banner