Radi (74) sadar betul hidup hanya menghitung waktu. Di ujung usia senjanya, gelap siap menelan. Saat ini, dia hanya mengisi waktu, tanpa harus jadi benalu.
Fida, BANJARBARU
Matahari tak begitu terik, saat lelaki tua bernama Radi itu menggelar jualannya di Jalan Ahmad Yani Km 23,5, tepatnya seberang Pondok Pesantren Al Falah, Landasan Ulin, Banjarbaru. Berupa kalender, buku, dan poster yang di antaranya berisi tata cara berwudhu.
Kakek Radi mengayuh sepeda dari kediaman anaknya di Kota Santri Banjarbaru sejak pukul 09.00 wita hingga pukul 12.00 siang. Dia menjajakan jualannya di pinggir-pinggir jalan A Yani.
“Saya ikut anak di sini, anak menyewa rumah di Kota Santri," ujarnya pada bakabar.com, Selasa (14/5).
Radi menolak tinggal di rumah anaknya, bermalas-malasan menunggu waktu. Dia lebih memilih berusaha semampunya, disertai harapan bisa memberi kemanfaatan dari usahanya.
Baca Juga: Minim Ekonomi Kreatif, Banjarmasin Andalkan Pajak Bermotor dan Perhotelan
Dengan menjual kalender, poster, dan buku, Kakek Radi merasa usahanya berguna. Karena apa yang dijualnya dapat membantu bagi banyak orang yang memerlukannya.
"Untungnya tidak seberapa. Dari satu kalender dapat untung seribu rupiah," akunya.
Pekerjaan sebagai seorang penjual kalender telah ditekuninya semenjak tinggal di Banjarmasin tahun 2017. Karena sakit, dia pun ikut tinggal di kediaman anaknya di Banjarbaru.
Dalam keadaan sakit-sakitan, Radi tetap berupaya mencari penghasilan. Karena dia tak ingin merepotkan orang, meski anaknya sendiri. Kendati begitu, dia selalu menyiapkan sebuah kertas di kantong bajunya.
Kertas itu berisi tulisan, "Aku Ahmad Radi bin Abdussamad, numpang di rumah sewa anak-anakku di Kota Santri.” Kalimat itu dilanjutkan dengan alamat anak-anaknya.
“Ini kubuat, biar kalau nanti aku kecelakaan atau kenapa-kenapa, orang bisa mengantar aku pulang,” jelas Radi yang tak lagi punya KTP, setelah dompetnya tercecer.
Kakek Radi mengaku banyak mendapatkan keberkahan di Ramadan. Orang yang datang kepadanya tidak hanya membeli jualannya, tapi juga memberi hadiah.
"Kadang berupa makanan, yang biasanya saya bawa pulang ke rumah," ujar kakek yang tetap memaksakan berpuasa meski sakit-sakitan itu.
Baca Juga: Acer Indonesia Bagi Berkah Ramadan
Entah sampai kapan Kakek Radi akan terus mengayuh sepeda untuk menjajakan jualannya. Berusaha menebar manfaat dengan tubuh rentanya. Namun apa yang dilakukan Kakek Radi adalah pelajaran berharga, di antara banyaknya orang yang sedang ramai mengeluhkan kinerja penguasa hingga mengeluhkan nasib yang ditakdirkan Sang Pencipta.
Editor: Muhammad Bulkini