bakabar.com, BANJARMASIN - Tuan Guru H Muhammad Syarwani Abdan atau Guru Bangil memutuskan pindah ke Bangil pada tahun 1950 M. Semula beliau hanya mengisi hari layaknya orang biasa. Namun suatu ketika, sebuah peristiwa mengungkap jati diri beliau, hingga para kiai pun memilih menjadi muridnya.
Ketika mukim di Bangil, Guru Bangil tidak langsung menggelar majelis yang terbuka untuk umum -hanya untuk orang-orang dekat. Beliau berbaur dengan lingkungan sekitar layaknya masyarakat biasa. Dalam berpakaian pun beliau tidak mengenakan pakaian yang menunjukkan bahwa beliau seorang ulama besar. Beliau berpenampilan sederhana, sebagaimana orang haji biasa di zamannya.
Keseharian beliau selain muthola'ah (mengulang-ulang pelajaran), diisi dengan usaha toko bangunan di Bangil. Konon, usaha ini sesuai petunjuk dari guru beliau, Sayyid Amin Qutbi. Sekian lama hal itu berlangsung, tidak ada yang mengira -selain orang terdekat beliau di sana- bahwa beliau seorang ulama besar. Hingga datang isyarat untuk mengajarkan ilmu.
Diceritakan KH Syaifuddin Zuhri, suatu ketika, sejumlah kiai yang diketuai Kiai Hamid Pasuruan menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Selama di sana, rombongan kiai ini bermaksud untuk menemui Sayyid Amin Qutbi. Karena ada permasalahan pelik dalam agama yang menurut mereka hanya orang sekaliber Sayyid Amin Qutbi yang bisa menyelesaikan masalahnya.
Ketika sampai di kediaman Sayyid Amin, rombongan kyai tersebut mengutarakan masalahnya. Oleh beliau, permasalahan para kiai itu hendaknya dibawa kepada anak muridnya yang ada di Bangil Jawa Timur, yakni Tuan Guru H Syarwani Abdan. Sayyid Amin kemudian menitipkan sebuah surat untuk Guru Bangil.
Baca Juga: Tuan Guru H Muhammad Syarwani Abdan (2), Sayyid Amin Qutbi pun Memujinya
Singkat cerita, rombongan kiai ini pun pulang dari tanah suci. Mereka kemudian mengatur hari untuk menemui Guru Bangil. Hingga hari itu ditetapkan, berkumpullah para kiai ini menuju kediaman beliau.
Sesampainya di rumah Guru Bangil, rombongan kiai ini melihat beliau sedang membaca kitab. Dengan sambutan yang ramah, beliau menyongsong tamu. Setelah bertukar sapa sebentar, Guru Bangil meminta surat yang mereka bawa untuk dibuka. Padahal, tidak ada pembicaraan soal itu sebelumnya.
Para kiai itu sudah menduga, bahwa ulama yang ditunjuk Sayyid Amin bukanlah ulama sembarangan. Satu keistimewaan yang sudah nampak di depan mata mereka, beliau tahu rombongan kiai itu sedang membawa surat dari gurunya.
Setelah surat itu dibacakan dan maksud tujuan mereka disampaikan, Guru Bangil yang telah lebih dulu membuka kitab, kemudian menyerahkan kitab yang masih menganga itu kepada rombongan kiai. Di sana, mereka menemukan jawaban dari permasalahan pelik yang tidak bisa diurai para kiai tersebut.
Kedalaman ilmu serta ketajaman mata bathin Guru Bangil, ternyata membuat para kiai itu terpukau. Sehingga mereka kemudian meminta beliau mau mengajari mereka. Oleh Guru Bangil, permintaan itu tidak langsung diamini, beliau terlebih dulu bermusyawarah pada Kiai Hamid. Setelah Kiai Hamid mengisyaratkan persetujuan, barulah Syekh Syarwani menggelar majelis untuk para kiai tersebut.
Baca Juga: Tuan Guru H Muhammad Syarwani Abdan (1), Seorang Habib 'Melihat' Keistimewaan Beliau Sejak Kecil
Editor: Muhammad Bulkini