Tak Berkategori

Ramadan Bulan Mendidik Nafsu, Begini Penjelasan Guru Zuhdi

apahabar.com, BANJARMASIN – Nafsu itu seperti anak kecil. Untuk mendidiknya, orangtua tidak selalu mengabulkan segala permintaannya….

Featured-Image
Tuan Guru H Ahmad Zuhdiannoor. Foto-Istimewa

bakabar.com, BANJARMASIN - Nafsu itu seperti anak kecil. Untuk mendidiknya, orangtua tidak selalu mengabulkan segala permintaannya. Nah, dengan adanya ibadah puasa, Ramadan menjadi bulan yang tepat untuk mendidik nafsu.

Bulan puasa (Ramadan), kata Tuan Guru H Ahmad Zuhdiannoor, adalah bulan kesabaran. Di mana umat Islam disuruh melawan hawa nafsu. Di antara mereka ada yang berusaha menahan diri dari lapar, dahaga dan yang membatalkan dari puasa saja. Ada juga yang lebih dari sekadar menahan lapar dan dahaga, yakni berupaya menahan diri dari dosa dan kesalahan. Bahkan ada yang lebih dari itu, yaitu berupaya menahan hati dari lupa kepada Allah, selain menahan lapar, dahaga serta dari dosa dan kesalahan.

"Perjuangan kita sama, (yakni ) melawan hawa nafsu yang ada di awak (badan) kita. Nafsu di awak kita adalah musuh. Dia menghancur. (karena itu) Jangan baranai (diam), kita disuruh melawan. Kehendak nafsu jangan selalu ditaati, karena kita bukan hamba nafsu, tapi hambanya Allah," ujar Guru Zuhdi -akrab ulama ini disapa- ketika memberikan tausiah di kediaman H Rustam di Jl Barito, Kapuas, Kalimantan Tengah pada Minggu (28/4/2019) .

Kita, sambung Guru Zuhdi, diberi akal dan hati untuk membatasi gerak nafsu. Dengan memungsikan akal dan hati, akan mudah untuk mendidik nafsu.

"Kita (dengan akal dan hati), seolah-olah menjadi penengah antara nafsu dengan Allah," kata Guru.

Nafsu menginginkan sesuatu, tetapi keinginan itu harus disaring dengan akal dan hati. Semisal, ketika hendak berbuka puasa, nafsu menginginkan makanan dan minuman yang lezat dan banyak jumlahnya. Sementara ketika sudah berbuka, tidak semua minuman dan makanan yang sudah disediakan dapat termakan.

Baca Juga: Cara Mudah Meyakini Isra Mikraj, Begini Penjelasan Syekh Mutawalli Asy Sya'rawi

Baca Juga: Rasulullah Mengutamakan Kelembutan Hati di Atas Kemarahannya

Guru Zuhdi juga menyontohkan, semisal ada orangtua ingin menikahkan anaknya. Uang yang ada hanya 20 juta. Sedangkan nafsu menginginkan acara harus mewah dan undangan banyak. Maka orangtua tersebut hendaknya memungsikan akal dan hati dengan membatasi keinginan nafsu, yakni hanya menggelar acara dan membuat undangan sebatas kemampuan saja.

Selain membatasi keinginan nafsu, lanjut Guru Zuhdi, kita (dengan akal dan hati) bisa membujuk nafsu agar ketika keinginannya tidak terkabul, bisa dikendalikan (tidak emosi).

Guru menyontohkan, orang yang sakit, nafsunya menginginkan kesembuhan. Sehingga dia datang berobat ke dokter.

"Kita (dengan akal dan hati) menasehati nafsu bahwa tujuan berobat adalah patuh dengan perintah Tuhan. Apabila sembuh, syukur. Apabila belum sembuh, yakini ada hikmahnya/ada baiknya," jelas Guru.

Orang sakit, jika berobat karena menjunjung perintah Allah, maka setelah berobat ke dokter, selesailah usahanya. Adapun hasilnya, sehat atau belum, maka dipahami sebagai ketentuan yang baik. Dengan artian, ketentuan "belaum sembuh" itu diterima dengan tetap berupaya melakukan pengobatan.

"Gawian (Ketentuan) Tuhan itu bagus aja," ucap Guru.

Baca Juga:Mendidik Anak; Ikhtiar Dijalankan, Doa Dipanjatkan

Baca Juga: Kemanfaatan Ilmu Terlihat Ketika Menghias Pemakainya

Editor: Muhammad Bulkini



Komentar
Banner
Banner