Tak Berkategori

Petani Berharap Tuah Tanam Ulang Sawah Eks HPS 2018

apahabar.com, BANJARMASIN – Pria paruh baya itu tampak sandarkan tubuhnya di atas dudukan kayu yang terletak…

Featured-Image
Debit air di Sungai Jejangkit, Desa Jejangkit, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala yang letaknya persis di samping lahan persawahan, meninggi akibat hujan saban hari. Foto-apahabar.com/Bahaudin

bakabar.com, BANJARMASIN – Pria paruh baya itu tampak sandarkan tubuhnya di atas dudukan kayu yang terletak di bawah pohon kelapa.

Cucuran peluh tubuhnya di siang yang terik itu tak dihiraukannya. Tangannya yang legam mengelap keringat dengan ujung kaus parpol yang dikenakan.

Tempat bernaung pria itu berhadapan langsung dengan Saung milik Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor.

Pada waktu Hari Pangan Sedunia (HPS) 2018 berlangsung Saung tersebut menjadi 'markas' Paman Birin dan kolega.

"Rencana pemerintah bulan April akan kembali ditanami padi mudah-mudahan padi yang kita tanam dengan bapak-bapak itu sukses panen," harap Aman (50), Petani Desa Jejangkit Muara, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala (Batola). Selama ini Aman yang ditugaskan untuk menjaga area 'persawahan' kebanggaan Pemprov Kalsel itu.

Beberapa persiapan pun dilakukan Aman bersama sejumlah rekannya. Gagal panen sebelumnya tentu tak ingin terulang. Salah satunya melakukan perbaikan drainase lahan dengan menggali saluran di sekeliling lahan. Saluran di sekeliling lahan digali dan diperbaiki dengan menggunakan alat berat. Kanalisasi ini berfungsi sebagai saluran pembuang dan penahan air.

"Mereka (Pemprov) tidak ingin kejadian sebelumnya terulang. Jadi kita diminta membuat parit yang melingkar. Serta tanggul-tanggulnya akan ditinggikan antisipasi air pasang," tuturnya.

Aman sendiri tidak sanggup membayangkan berapa banyak uang yang dikeluarkan pemerintah untuk mengolah ribuan hektar lahan gambut di Desa Jejangkit itu. Dari alat eskavator yang digunakan sudah tentu modal yang tidak sedikit.

Menurutnya pengolahan lahan gambut harus dilakukan dengan hati-hati. Untuk ukuran petani seperti dirinya, mengolah dengan cara manual akan jauh lebih baik.

Tetapi, perlu waktu dan proses. Cara manual dilakukan dengan mencabut pohon. Kemudian meratakan tanahnya, dan dibajak setelah rata.

"Kadar asam bisa naik lebih tinggi jika menggali terlalu dalam. Ini bisa dipastikan tanaman tidak akan tumbuh. Dan Itu yang kerap terjadi kalau pakai alat berat," jelasnya.

Hanya saja, untuk mengolah lahan dengan cara ‘kuno’ itu membutuhkan waktu yang lebih panjang nan melelahkan. Sebelum lahan siap pakai, ada beberapa tahapan lain. Misalnya membajak sawah yang bisa dilakukan hingga tiga kali.

“Sementara jangka waktunya bisa mencapai dua bulanan," terangnya.

img

Aman (50), Petani Desa Jejangkit Muara, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala (Batola). Foto-bakabar.com/Eddy A

Hal ini tentu berbeda dengan yang dilakukan oleh pemerintah Kalimantan Selatan saat menggelorakan tanam padi di lahan seluas 2.400 hektar.

"Mereka mulai tanam sekitar dua minggu setelah dibersihkan. Hasilnya bisa dilihatkan? Gagal total," sebut Aman.

Bapak dua anak itu mengaku saat ini ia bersama keluarganya mencoba mempraktikkan cara manual di atas lahan seluas dua hektar. Di lahan itu, ia hanya menanam pohon cabe.

"Alhamdulillah tidak lama lagi akan panen. Insyaallah," ucapnya tertawa puas.

Tentu semua ingat perhelatan akbar Hari Pangan Sedunia (HPS) XXXVIII 2018 di Desa Jejangkit, Kabupaten Batola, Kalimantan Selatan Oktober 2018 silam.

Dana jorjoran digelontorkan untuk merealisasikan area 'persawahan' kebanggaan Pemprov Kalsel itu. Sekitar 4 ribu hektare sawah baru di Desa Jejangkit Muara untuk menjadi wilayah pertanian produktif.

Seiring berjalannya waktu program ini mulai dirundung segelintir persoalan. Mulai dari tingkat keasaman tanah di atas rata-rata, hama tikus, maupun burung.

Pantauan lapangan bakabar.com pada akhir pekan lalu, dinding saluran irigasi air memiliki ketinggian tidak lebih dari satu meter di atas permukaan lahan.

Bisa ditebak, kawasan yang dulu dianggap memiliki potensi terpendam untuk bisa dimanfaatkan itu kini terendam.

Terlebih saat air gelombang dari sungai yang berjarak selemparan batu dari sejumlah petak lahan datang.

HPS digadang-gadang menjadi program strategis lewat beragam inovasi teknologi yang ada. Untuk menunjukkan pada dunia Indonesia serius dan cerdas mengelola lahan rawa.

Program 4 ribu hektare sawah baru ini didukung penuh Kementerian Pertanian RI. Bahkan Menteri Amran turun langsung saat peresmian.

Kepada bakabar.com, Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura (DPTPH) Kalimantan Selatan Syamsir Rahman menepis anggapan bahwa lahan persawahan di Jejangkit dibiarkan tanpa dikelola kembali.

"Untuk lahan di Desa Jejangkit Muara Kabupaten Batola, sudah mulai dilanjutkan pada awal April ini dengan program 'Serasi' (Selamatkan Lahan Rawa Sejahterakan Petani). Ini tetap menjadi perhatian penuh, tidak hanya dari Pemprov saja, tapi juga Kementerian Pertanian RI," ungkap dia kepada bakabar.com, Selasa (2/4) siang.

'Serasi' merupakan program kerja sama Kalsel dan pemerintah pusat. Dari program ini, Kalsel mendapat jatah pengembangan lahan rawa seluas 250 ribu hektare (Ha).

'Serasi; ini akan dimulai dengan tata kelola air di lahan tersebut. Lalu dilanjutkan dengan olah tanah dengan alat, guna membersihkan gulma dan rumput.

"Setelah lahan siap baru kembali dilakukan penanaman. Penanaman ini dibantu oleh pemerintah pusat, melalui Kementerian Pertanian. Di mana akan dibantu benih, pupuk dan obat-obatan dan pengolahan tanah," ungkapnya.

Baca Juga: Hari ini Lahan HPS di Jejangkit Muara Mulai Dikelola (Lagi)

Baca Juga:Sawah Eks HPS 2018, Nasibmu Kini…

Baca Juga: Wajar Padi Tak Bisa Tumbuh, Dewan Sebut Lahan HPS Bermasalah

Baca Juga: 'Serasi' Terancam Gagal, Usul Sisa Alokasi Lahan ke Kalteng

Reporter: Eddy AndriyantoEditor: Fariz Fadhillah



Komentar
Banner
Banner