bakabar.com, BANJARMASIN – Masyhur di masyarakat Banjar bahwa Pangeran Samudra Sebelum menjadi Sultan Suriansyah adalah putra mahkota pewaris tahta kerajaan negara Dipa di negara Daha putra dari Maharaja Sukarama.
Sukarama adalah raja Banjar Hindu kelima yang kerajaannya berpusat di tepi sungai Nagara. Pangeran Samudra mendapat wasiat dari ayahnya untuk mewarisi tahta kerajaan. Hal ini membuat para pangeran yang lain kecewa. Pangeran yang paling kecewa adalah Pangeran Tumenggung dan Pangeran Balagung.
Sementara Pangeran Mangkubumi setuju saja dengan wasiat tersebut. saat Raja Sukarama meninggal, dengan alasan keselamatan, Pangeran Samudra yang saat itu berusia 7 tahun diselamatkan oleh Arya Taranggana dengan dihanyutkan di sungai Nagara yang bermuara ke Banjarmasin. Karena itulah Pangeran Samudera disebut ‘Putra mahkota yang terbuang’.
Pengganti Raja Sukarama adalah Pangeran Mangkubumi. Ia kemudian dibunuh oleh Pangeran Tumenggung. Sedari awal, ia memang sangat berhasrat menjadi raja.
Baca Juga:Catatan Bedah Buku Sultan Suriansyah, Pioneer Dakwah Islam di Tanah Banjar
Sementara Pangeran Samudra di Banjarmasin dirawat dan diangkat oleh Patih Masih. Patih senior yang disegani yang membawahi 4 distrik. Mewakili 4 arah mata angin di Bandar Masih (Banjarmasin).
Atas dukungan Patih Masih maka Pangeran Samudra diangkat sebagai raja. Beberapa kawasan mengakui beliau sebagai raja yaitu Sambas, Batanglawai, Sukadana, Kotawaringin, Sampit, Medawi dan Sambangan.
Patih Masih yang didukung para Patih lainnya memindahkan Pelabuhan perdagangan di tepi sungai Muara Bahan ke muara sungai Kelayan.
Hal ini sangat penting dari segi ekonomi dan politik. Di satu sisi meningkatkan ekonomi Kerajaan Banjar yang baru terbentuk. Di sisi lain melemahkan kerajaan negara Daha.
Tentunya, hal tersebut membuat Raja Tumenggung marah, karena marasa dikhianati. Maka terjadilah peperangan yang dahsyat dan lama serta banyak memakan korban pasukan, termasuk rakyat jelata.
Di masa peperangan itulah Pangeran Samudra mengalami cobaan yang berat yaitu kelaparan di kalangan pengikut dan rakyatnya.
Hal ini disebabkan karena para petani tidak bisa bertani dan para pedagang dari luar Banjar tidak berani berdagang karena alasan keamanan. Tetapi atas usul Patih Masih, Pangeran Samudra meminta bantuan pada Kesultanan Demak yang saat itu dipimpin oleh Sultan Trenggana.
Tak hanya bantuan logistik tapi juga tentara. Menurut Ahmad Barjie B mengutip Ahmad Suriadi (2017), bantuan Kesultanan Demak berupa tentara 10 ribu pasukan (versi lain seribu pasukan). Pasukan ini diiringi seorang Wakil penghulu Islam yang akan mengislamkan raja, keluarga dan rakyatnya. Dialah Khatib Dayyan.
Ringkasnya Pangeran Tumenggung terdesak. ada versi yang menyatakan atas usul Mangkubumi negara Daha saat itu yaitu Arya Taranggana dilakukanlah perang tanding antara Pangeran Samudra dengan pangeran Tumenggung.
Tujuannya agar tidak semakin banyak korban dari kalangan pasukan dan rakyat jelata.
Saat akan terjadi perang tanding Pangeran Samudra melempar pedang dan mempersilakan Pamannya (Raja Tumenggung) untuk Tuliskan niat nya yaitu membunuh Pangeran Samudra.
Hal itu membuat rajut Tumenggung Tersentuh Hati. alih-alih membunuh keponakan Ia juga melempar pedangnya dan memeluk Pangeran Samudra. Allah Satukan hati yang berserak.
Usai sudah perang saudara. Pada hari Rabu 8 Zulhijah 932 Hijriyah atau 24 September 1526 Pangeran Samudra beserta keluarga dibimbing masuk Islam oleh sunan serabut.
Namun versi lain menyebutkan yang membimbing adalah Khatib Dayyan. hari bersejarah inilah kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Kota Banjarmasin.
Ini bukti bahwa Kesultanan Demak adalah negara dakwah. Menyebarkan Islam adalah kebijakan luar negerinya.
bantuan berupa tentara adalah bantuan dengan syarat masuk nya Islam Raja Banjar dan pengikutnya serta mengijinkan penyebaran dakwah Islam di Kerajaan Banjar.
Dalam Hikayat Banjar dikutip surat balasan dari Kesultanan Demak yang menyalatkan masuknya Islamnya Raja dan keluarga sebagai kompensasi atas bantuan dari Demak.
Meski pandangan ini dibantah oleh penulis Ahmad Barjie B dengan mengutip sejumlah pendapat dan alasan adanya unsur paksaan dalam bantuan besaran tersebut. Padahal paksaan bukanlah prinsip dakwah Islam. persuasif. Sepertinya berdiskusi lebih mendalam.
Baca Juga:Laskar Merah Putih Jakbar Bulat Dukung Jokowi-Ma'ruf
Reporter: Muhammad Robby
Editor: Syarif