bakabar.com, BANJARMASIN – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Kalimantan Selatan (Kalsel) melakukan diseminasi terhadap Perlindungan Hak Anak dari Pernikahan Usia Dini di auditorium Kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Hulu Sungai Tengah (HST) Barabai, Rabu (19/2) kemarin.
Sebanyak 25 orang yang terdiri dari para tenaga pendidik, pelajar, dan perwakilan Satuan Kerja Perangkat Dinas (SKPD) HST mengikuti kegiatan tersebut.
Kepala Kanwil Kemenkumham Kalsel, Ferdinand Siagian menerangkan, pernikahan di usia dini telah melanggar hak tumbuh kembang anak, hak pendidikan, hak sosial-politik, hak bebas dari kekerasan.
Memang, menurut Ferdinand, pernikahan merupakan pertalian yang sah antara laki-laki dan perempuan untuk waktu yang lama. Dengan tujuan membentuk suatu keluarga atas dasar Tuhan Yang Maha Esa.
Akan tetapi, harus berdasarkan aturan, ihwal usia pernikahan yang diperbolehkan di Indonesia adalah minimal Laki-laki berusia 19 tahun dan Perempuan 16 tahun.
Artinya, kata Ferdinand, pernikahan anak adalah pernikahan yang terjadi sebelum anak mencapai usia 18 tahun. Sebelum matang secara fisik, fisiologis dan psikologis.
“Untuk bertanggung jawab terhadap pernikahan dan anak yang dihasilkan dari pernikahan tersebut,” ucapnya kepada bakabar.com melalui siaran pers, Rabu (20/2/2019).
Baca Juga:Kunker Keluar Negeri DPRD Kalsel, Pengamat : Diduga Eksekutif-Legislatif Barter Kepentingan
Sementara itu, Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM, Subianta Mandala menyampaikan, penyelenggaraan diseminasi HAM di Barabai bertujuan untuk perlindungan, pemajuan, pemenuhan, penegakkan, dan penghormatan HAM. Bermaksud, menjamin dan memenuhi hak perempuan dan anak.
“Juga menekan maraknya pernikahan dini dan untuk menaikan angka derajat pendidikan serta mengurangi resiko perceraian,” jelasnya.
Selain itu, juga bertujuan memberikan wawasan dasar kesehatan reproduksi, termasuk didalamnya resiko terkena infeksi HIV yang tentunya juga akan mengancam keselamatan ibu dan bayinya.
Pernikahan dibawah usia 18 tahun, katanya, dinilai bentuk pengingkaran negara terhadap kerentanan setiap anak. Sekaligus pengabaian terhadap hak perlindungan bagi anak dari segala bentuk diskriminasi.
Pasalnya, ketika negara membuka peluang terjadinya perkawinan anak, hal itu tentunya bertentangan dengan upaya negara melakukan pemenuhan dan penghormatan HAM.
Dalam HAM, selain penyandang disabilitas, kelompok minoritas, dan perempuan hamil, anak diakui sebagai kelompok yang juga rentan.
“usia pernikahan ideal apabila perempuan telah berusia lebih dari 21 tahun dan laki-lainya berusia lebih 25 tahun,” tutupnya.
Baca Juga:Apa Kabar Proyek Videotron Pemko Banjarmasin?
Reporter: Muhammad Robby
Editor: Syarif