Tak Berkategori

Pemerintah Tak Punya Wewenang Urus Sumur Rusak, LSM: Krisis Kepercayaan

apahabar, BANJARMASIN – Keberadaan sejumlah sumur bor di luar Kawasan Hidrologis Gambut (KHG) benar-benar menyulitkan posisi…

Featured-Image
Sumur bor terbukti efektif dalam pembasahan gambut dan juga pencegahan kebakaran. Foto-dok.badanrestorasigambut

apahabar, BANJARMASIN – Keberadaan sejumlah sumur bor di luar Kawasan Hidrologis Gambut (KHG) benar-benar menyulitkan posisi Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dalam mengambil langkah perbaikan.

“Karena berada di luar KHG maka kami tak bisa menganggarkan dalam perihal pemeliharaan,” ujar Kepala DLH Kalimantan Selatan, Muhammad Ikhlas kepada bakabar.com, Senin (7/1) siang.

Pembangunan sumur yang diinisiasi Wetland International Indonesia (WII) dan dikerjakan oleh Lembaga Pendidikan dan Penelitian Masyarakat (LPPM) Universitas Lambung Mangkurat terancam sia-sia.

“Karena di luar KHG, TRGD [Tim Restorasi Gambut Daerah] Kalsel tak bisa membangun proyek di sekitar kawasan tersebut,” ujarnya.

Baca Juga:Puluhan Sumur Bor Gambut di Banjarbaru Mangkrak, Tanggung Jawab Siapa?

Mengapa harus dibangun di luar KHG? Ikhlas menduga pemilihan Kecamatan Landasan Ulin sebagai lokasi pembangun sumur bor lantaran letaknya yang lumayan strategis.

Total sebanyak 50 sumur dibangun, masing-masing di Kelurahan Syamsudin Noor 20 titik, dan sisanya di Kelurahan Guntung Payung. Lokasi tersebut hanya berjarak selemparan batu dari Bandara Syamsudin Noor Banjarbaru.

Jika kebakaran terjadi, Ikhlas mengatakan, keberadaan sumur dapat meminimalkan dampak keselamatan dan keamanan penerbangan di bandara Syamsudin Noor.

“Itu menjadi pertimbangan TRGD Kalsel dalam mengusulkan pembangunan sumur bor,” ujarnya.

Informasi yang diperoleh dari LPPM, proyek yang dikerjakan pada rentang 2016-2017 membutuhkan dana Rp338 juta. Gunanya, alokasi biaya survei, pelatihan, pengadaan dan peralatan 50 sumur, serta alat dan bahan pembuatan.

Ikhlas membenarkan anggaran pembangunan sumur bor didapat dari WII berdasarkan peran Badan Restorasi Gambut (BRG).

Krisis Kepercayaan

Wakil Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Simpul Jaringan Pantau Gambut, Murjani memandang, keberadaan sumur di luar KHG membuat posisi pemerintah kian dilematis.

“Proyek pembangunan sumur bor dilakukan oleh pihak ketiga, bukan dari TGRD Kalimantan Selatan. Pemerintahan jadi tak bisa melakukan penganggaran dalam hal pemeliharaan,” jelasnya kepada bakabar.com, Senin (7/1) siang.

Ia menambahkan, mangkraknya sumur bor itu tak lain dari minimnya kepercayaan WII sebagai pihak ketiga kepada pemerintah daerah setempat.

“Jika diserahkan kepada masyarakat setempat, toh masyarakat setempat tak memiliki anggaran dalam proses pemeliharaan. Seharusnya WII menyerahkan proyek ke pemerintah,” jelasnya.

Soal kualitas, tak luput dari pengamatan LSM yang merupakan koalisi 23 LSM yang berfokus memantau restorasi dan perlindungan gambut di Indonesia.

Sepanjang pantauan dilakukan, selang yang dipasang ke sumber air mudah lepas. Alhasil, saat penyemprotan dilakukan, air menjadi sulit keluar.

“Dari awal standar proyek pembuatan sumur bor sudah dipertanyakan. Misalnya, pipa paralon yang digunakan berbahan plastik. Apabila pada kedalaman 3 meter akan mudah meleleh oleh api,” jelasnya.

Kendati demikian, LPPM ULM, kata dia tak bisa disalahkan atas carut marut pemeliharaan sumur bor tersebut, karena perannya hanya sebatas pemborong atau pekerja, sedangkan standar proyek atau spek langsung diberikan oleh WII.

“Lantaran LPPM ULM merupakan lembaga institusi, maka khalayak lebih condong menyalahkan LPPM ULM,” ujarnya.

img

Sejumlah pipa dari sumur bor guna perlindungan lahan gambut di Banjarbaru tampak meleleh karena terbuat dari plastik. Foto diambil di kawasan Tegal Arum RT 42 Kelurahan Syamsudin Noor, lima titik sumur bor di sana tak bisa difungsikan karena ukuran pipa yang terlalu kecil. Foto-bakabar.com/Zepy

Lazim diketahui sumur bor menjadi solusi pencegahan kebakaran gambut. Menurut BRG, seperti dikutip dalam laman resminya, sumur bor terbukti efektif dalam pembasahan gambut dan juga pencegahan kebakaran.

Di Desa Rimbo Panjang, Kabupaten Kampar, Riau, telah membuktikannya. Kapasitas sumur bor di lokasi tersebut bisa keluar 4 liter/detik, yang artinya dalam waktu satu jam sumur bor mampu mengeluarkan air 16.000 liter /detik.

Hal ini setara dengan kemampuan empat mobil Damkar yang berisi 4000-5000 liter. Terbukti, keberadaan sumur bor di desa ini telah mencegah kebakaran lahan gambut yang sering terjadi di desa itu.

Namun sayang, kondisi serupa tidak terjadi di Kalimantan Selatan, tepatnya di Kabupaten Banjarbaru. Empat kali kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Kecamatan Landasan Ulin, mayoritas sumur tidak berfungsi sama sekali.

Seharusnya sumur-sumur itu dapat berfungsi dan menyediakan air manakala musim kemarau tiba. Lahan dan hutan khususnya gambut umum diketahui sangat rentan terbakar.

img

Sejumlah pipa dari sumur bor guna perlindungan lahan gambut di Banjarbaru tampak meleleh karena terbuat dari plastik. Foto diambil di kawasan Tegal Arum RT 42 Kelurahan Syamsudin Noor, lima titik sumur bor di sana tak bisa difungsikan karena ukuran pipa yang terlalu kecil. Foto-bakabar.com/Zepy

Penelusuran lapangan media ini, kebanyakan sumur didapati dalam kondisi rusak lantaran pipa sumur tersebut tak seusai dengan spesifikasi material tahan panas.

Misalnya, di Tegal Arum RT 42 Kelurahan Syamsudin Noor, lima titik sumur bor gambut tak bisa difungsikan karena ukuran pipa yang terlalu kecil.

“Tidak mengeluarkan air saat hendak dipakai, titiknya terlalu jauh dari jalan. Sulit dijangkau," kata Helmi, ketua RT setempat.

Kedalaman sumur yang dinilai terlalu dangkal menjadi masalah lain. Itu mengisyaratkan penanaman dilakukan hanya sekitar 20 meter dari permukaan tanah. Alhasil sumur bor pun tidak bisa mengeluarkan air karena tidak mencapai air tanah.

Secara umum, Kalsel sangat membutuhkan sumur-sumur serupa. BPBD mencatat, luas lahan yang terkena dampak kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Kalimantan Selatan, totalnya mencapai 2.005 hektare didominasi kawasan gambut dan lahan kosong. Luas lahan yang terbakar merupakan akumulasi sejak 1 Januari hingga 14 September 2018.

Baca Juga:Sengkarut Penanganan Api di Lahan Gambut Kalimantan Selatan

Reporter: Muhammad RobbyEditor: Fariz Fadhillah



Komentar
Banner
Banner