Tak Berkategori

Ekonomi Kalimantan Selatan Bakal Tak Sehat Jika Terus Bergantung Batu Bara

apahabar.com, BANJARMASIN – Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan masih belum lepas dari ketergantungan sumber daya alam tak…

Featured-Image
Ilustrasi batu bara. Foto-ANTARA

bakabar.com, BANJARMASIN – Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan masih belum lepas dari ketergantungan sumber daya alam tak terbarukan, serupa batu bara.

Bank Indonesia melaporkan, triwulan III/2018 ekonomi Kalimantan Selatan tumbuh 5,16 persen year on year (yoy), jumlah itu meningkat dibanding periode sebelumnya yang hanya 4,61 persen.

“Jumlah itu memang diakui sangat besar dari ukuran pangsa pasar. Namun dari data 10 tahun terakhir pangsa ini terus mengalami penurunan,” kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan Herawanto kepada bakabar.com.

Sampai awal 2019, ekonomi Kalimantan Selatan masih bertumpu pada sektor ekspor. Pertumbuhan ekonomi Banua paling banyak ditopang SDA khususnya tak terbarukan serupa batu bara.

Disebutkan kontribusi sektor SDA mencapai 22-23 persen terhadap pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan. Herawanto menyebut pertumbuhan tersebut masih paling tinggi dibanding sektor lainnya.

Baca Juga:Bank Kalsel tak Kesampingkan UMKM

Herawanto juga menyampaikan, apa yang menjadi konsentrasi pemerintah daerah dalam memacu pertumbuhan ekonomi juga menjadi bagian dari pihaknya. Rencana pemerintah daerah sudah tepat untuk melepas ketergantungan dari emas hitam. Menurutnya, jika terus bergantung pada batu bara perekonomian Kalsel bakal tumbuh secara tidak sehat seiring naik turunnya harga komoditas tersebut.

Dibanding batu bara, pihaknya lebih melihat CPO merupakan pilihan yang tepat. Sejatinya CPO tidak bisa dianggap buruk bagi daerah karena sumber daya alamnya yang dapat diperbarukan.

“Karena masalah isu lingkungan hidup yang disampaikan masih pro kontra. Ada riset yang mengatakan dampak lingkungannya negatif, ada juga yang sebaliknya,” sambungnya.

Terkait isu lingkungan hidup pihaknya masih belum bisa berbicara banyak, sebab bisa jadi suatu hasil riset dipengaruhi oleh isu perdagangan internasional.

Dari segi penyerapan tenaga kerja pun, perusahaan sawit juga bisa disebut sebagai perusahaan padat karya. Tentu dengan kondisi seperti ini otomatis akan menyerap tanaga kerja yang lebih banyak.

Baca Juga:Melaju di Zona Hijau, Rupiah Menguat Lagi

Reporter: Rizal Khalqi
Editor: Fariz



Komentar
Banner
Banner