Nasional

Psikolog: Korban Perundungan Berpotensi Jadi Bom Waktu

apahabar.com, BANJARMASIN – Cara Safrudin alias Amat (19) menghabisi nyawa Rahmadi alias Madi (21) bikin mengernyitkan…

Featured-Image
ILUSTRASI: pojoksatu.id

bakabar.com, BANJARMASIN – Cara Safrudin alias Amat (19) menghabisi nyawa Rahmadi alias Madi (21) bikin mengernyitkan dahi. Sejauh penyelidikan polisi, belum ditemukan indikasi pelaku mengalami masalah kejiwaan. Pelaku disebutkan dalam kondisi sadar saat mengeksekusi korban. Pun, dari pengaruh minuman keras dan narkoba.

Dari sisi psikologis, sulit menilai seseorang mengalami gangguan jiwa. Psikolog klinis Rifqoh Ihdayati mengemukakan, adanya masalah kejiwaan dalam aksi pembunuhan berencana dengan memisahkan kepala dan tubuh korbannya tak mudah dideteksi. Apalagi, motif setiap orang dalam melakukan rencana pembunuhan umumnya beragam.

“Dalam sisi psikologis harus ada pemeriksaan dulu, tidak bisa langsung mengarahkan motif pelaku gara-gara sering di-bully,” ucap mantan Psikolog di RSUD Ulin Banjarmasin ini saat dihubungi bakabar.com, Jumat (23/11).

Rifqoh memberi masukan. Menurutnya, kepribadian pelaku semasa hidup harus diselidiki. Gunanya, mendalami tiap kejanggalan dalam perilakunya. Apabila ada menunjukan gangguan perilaku, itu sangat mempengaruhi diagnosa kejiwaan nantinya.

Misalnya, pelaku yang diduga sering di-bully oleh korban ini sering memendam amarah dan tidak suka bergaul dengan masyarakat. Tapi itu belum termasuk gejala gangguan kejiwaan.

“Karena sering di-bully, dia jadi memendam diri. Sehingga saat meluapkan amarahnya, dia meledak seperti bom waktu,” terang psikolog RSUD Panembahan Senopati di Bantul, Yogyakarta itu.

Kepada masyarakat, dia mengarahkan agar merangkul setiap anggota keluarga yang mempunyai gejala seperti itu. Pendakatan persuasif, dengan menjalin komunikasi kenapa jadi murung atau semacamnya menjadi solusi.

Baca Juga:Terduga Pembunuh Rahmadi Diamankan, Kapolres: Nanti Polda yang Rilis

Baca Juga: Ketika Dendam Berujung Mutilasi di Sungai Tabuk

Ia menilai apabila salah satu keluarga begitu, maka jangan semakin lebih diasingkan.

“Kadang kadang keluarga berpikir, dia punya dunianya sendiri. Jangan seperti itu, harus kita rangkul agar tidak terjadi lagi,” katanya.

Reporter : Bahaudin Qusairi

Editor: Fariz



Komentar
Banner
Banner