Kalsel

Walhi Soroti Pergeseran Tanah di Tapin, Diduga Akibat Tambang Batubara

apahabar.com, BANJARBARU – Pergeseran tanah di lingkar tambang terjadi di Desa Sawang, Kecamatan Tapin Selatan, Kabupaten…

Featured-Image
Tanah pertanian yang bergeser di Tapin. Foto-Walhi Kalsel

bakabar.com, BANJARBARU – Pergeseran tanah di lingkar tambang terjadi di Desa Sawang, Kecamatan Tapin Selatan, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan disoroti Walhi.

Menurut informasi, bencana ini terjadi pada hari Kamis 15 Juli hingga Minggu 17 Juli 2021 lalu.

Tragedi ini mirip sekali dengan likuefaksi yang terjadi di Sulawesi Tengah pada Tahun 2018 lalu. Ironisnya tragedi ini terjadi di lahan pertanian dan perikanan produktif milik rakyat.

Di sebelah selatan dan timur lokasi kejadian, sangat terlihat perubahan bentang alam yang diakibatkan aktivitas ekstraktif pertambangan batubara.

Dari pemantauan lapangan tim Walhi Kalsel, ada aktivitas menarik di balik bencana ekologis yang terjadi di Tapin ini.

Walhi menemukan masih beroperasinya tambang di sekitar wilayah kejadian bencana tersebut.

Walhi juga mendapatkan informasi setidaknya ada sekitar tujuh petak kolam ikan warga yang terdampak kejadian ini.

Di lokasi kejadian, tanah yang bergeser naik ke permukaan diperkirakan dengan ketinggian 1-5 meter, sehingga menyebabkan lahan pertanian rakyat menjadi rusak parah.

Bukan hanya kolam ikan, ada beberapa petak sawah yang terdampak bencana ekologis ini.

Tim lapangan Walhi Kalsel, menduga ada pengaruh signifikan aktivitas pertambangan masif yang turut menyumbang perubahan karakter dan topografi tanah sehingga terjadi tekanan yang diakibatkan oleh timbunan tanah dari aktivitas tambang batubara.

Data yang diolah Walhi Kalsel dari berbagai sumber di Desa Sawang terdapat dua konsesi perusahaan tambang batubara yaitu PT Binuang Mitra Bersama (BMB) dan KUD Makmur.

Adapun perizinan PT.BMB berupa SK IUP nomor 188.45/169/KUM/2014 dan KUD Makmur berupa SK nomor 188.45/009/KUM/2014 yang keduanya diterbitkan oleh Bupati Tapin pada tahun 2014.

Konsesi yang terdapat di Desa Sawang tersebut sebelumnya dimiliki oleh CV Bersama Tapin Persada dengan nomor SK IUP 188.45/234/KUM/2009, CV Karya Utama Banua dengan SK IUP nomor 188.45/155/KUM 2010, dan KUD Makmur dengan SK IUP nomor 188.45/225/KUM/2009.

Berdasarkan analisa spasial Wilayah IUP PT. BMB dengan Citra Satelit Esri GeoEye Tahun 2020, diketahui terdapat dugaan bukaan tambang di luar izin kosesi dengan luas 106,80 ha.

Bukaan Tambang tersebut berada di Desa Sawang (8,20 ha), Tambarangan (81,33 ha) dan Rumintin (17,27 ha). Sedangkan luas lahan terdampak berdasarkan analisa spasial sementara berupa persawahan seluas 6,11 Ha dan kolam ikan seluas 6,65 Ha. Lokasi tersebut berada di sekitar koordinat yang diambil tim lapangan yaitu pada 115.170583° BT, -3.007444° LS dan 115.170778° BT, -3.00775° LS.

Secara faktual, kejadian ini harusnya menjadi tamparan bagi pemilik usaha agar mengevaluasi kinerjanya terutama memperhatikan dampak terhadap lingkungan.

Direktur Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono mengatakan, pemangku kebijakan seperti pemerintah kabupaten dan provinsi harusnya juga segera melakukan evaluasi dan audit perizinan di Kalsel.

“Jangan sampai pelaku usaha dan Pemerintah menggali kubur rakyatnya sendiri
demi investasi,” ujarnya Jumat (30/7).

“Seharusnya bukan hanya memberikan sejenis stimulan atau mengganti kerugian petani dan penambak ikan, tetapi lebih dari itu dari hulu ke hilir. Ganti rugi itu sifatnya adalah kewajiban perusahaan,” sambungnya.

Menurutnya, upaya evaluasi perizinan harus segera dilakukan oleh pemberi izin, baik bupati, gubernur, atau nenteri.

“Bahkan jika ditemukan unsur pidana dan perdata Pemerintah wajib melakukan penegakan hukum terhadap pelaku usaha industri tambang batubara yang nakal,” ketusnya.

Negara harus hadir dan kuat untuk melindungi rakyat dan lingkungan, kata dia, jangan sampai posisi negara setara atau bahkan di bawah perusahaan.

Pola Ruang Serampangan Dari kajian yang dilakukan Walhi Kalsel terkait overlay izin konsesi mineral dan batubara pada pola ruang di Kalsel selama periode 2015 hingga 2020 ini menunjukkan ada sekitar 36.450 hektar di kawasan lindung dan seluas 233.220 hektar di kawasan budidaya dan adanya lahan terbuka pertambangan
minerba di luar batas konsesi yang diberikan.

Selain itu juga sepanjang periode 2015 - 2020 ada dugaan penerbitan izin untuk minerba oleh pemerintah pusat dan daerah tidak sesuai dengan pola ruang dalam
lampiran Peraturan Daerah nomor 9 tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2015-2035.

Dengan demikian Walhi Kalsel mendesak Pemerintah segera berupaya sebagai berikut:

1. Menyiapkan segera mitigasi bencana dan sistem peringatan dini (Early Warning System) di wilayah rawan bencana.

2. Melakukan tanggap bencana (Emergency Response) dengan memastikan hak dasar rakyat penyintas terpenuhi dan dihormati: sebelum, pada saat, dan setelah terjadi bencana.

3. Memerintahkan pelaku usaha industri ekstraktif bertanggung jawab menyiapkan Sistem Peringatan Dini dan Tanggap Bencana di wilayah izinnya.

4. Mengevaluasi dan mengaudit perizinan industri ekstraktif dan monokultur skala besar.

5. Menghentikan izin baru.

6. Penegakan hukum terhadap perusak lingkungan.

7. Perbaikan dan pemulihan kerusakan lingkungan termasuk sungai, drainase dan infrastruktur lainnya.

8. Mengevaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

9. Membuat Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang pro terhadap keselamatan rakyat dan lingkungan serta mampu meminimalisir bencana ekologis.



Komentar
Banner
Banner