bakabar.com, JAKARTA – Sejatinya adalah hal lumrah bila seorang pria mencari pasangan di negeri orang. Namun, belakangan, fenomena itu menjadi perdebatan seiring mencuatnya tagar passport bros di TikTok.
Bukan tanpa alasan, passport bros sendiri memang bak pedang bermata dua. Urban Dictionary mendeskripsikan istilah tersebut sebagai kecenderungan pria di Amerika Serikat untuk mencari istri di luar negaranya, terutama yang berasal dari Asia.
Hal itu dikarenakan mereka merasa wanita AS tidak bisa menghormati pria, bahkan cenderung arogan dan hanya peduli dengan harta. Tingkah yang demikian dianggap berbeda jauh dengan kaum hawa di Asia, di mana lebih lembut dan bisa mengayomi para lelaki.
Stereotip tersebut, kabarnya, muncul dari ‘pengalaman’ pribadi kaum adam di Negeri Paman Sam yang pernah melancong ke Asia. Mereka menemukan fakta bahwa perempuan di sana lebih penurut, tidak menuntut terlalu banyak, dan bukan gold digger alias matre.
Kontra dari Kaum Hawa
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, passport bros sejatinya bermakna ganda. Meski di satu sisi terkesan ‘meninggikan’ suatu etnis, tren tersebut tidak serta merta diterima dengan hangat oleh wanita Asia itu sendiri.
Malahan, tak sedikit yang merasa tren ini justru terkesan mengeksploitasi bahkan menjatuhkan nilai dari seorang perempuan, khususnya perempuan Asia yang menurut mereka lebih penurut dan mengayomi.
Passport bros bahkan dianggap sebagai ‘wadah’ bagi pria AS yang sejatinya sekadar mencari wanita kurang mampu dan terpinggirkan. Ini disamakan dengan perdagangan seks dan wisata seks.
Komparasi tersebut agaknya tak terlepas dari sejarah imperialisme Barat di Asia yang pernah mengukir perampasan hak-hak perempuan. Di mana, ketika perang berkecamuk, kaum hawa diperkosa dan dipaksa melayani kebutuhan biologis para tentara.
Perempuan AS pun merasa passport bros hanya alasan bagi pria yang tak mampu memenuhi standar. Mereka beranggapan orang yang berpartisipasi dalam tren tersebut kurang cerdas, di mana cuma berorientasi pada seks dan menjadikan wanita sebagai budak seks saja.
Bukan Hal Baru, Sudah Melanggeng sejak Dulu
Kecenderungan pria berkulit putih untuk menikahi wanita Asia sebenarnya bukan barang baru. Ini sudah melanggeng sejak perang berkecamuk, dan mencapai puncaknya pada 1970 ketika gerakan feminis Amerika mulai naik.
Gerakan itu memposisikan wanita kulit putih sebagai individu yang berorientasi pada karier. Lantas, muncul antitesis feminis yang disebut “pesan pengantin Asia”, di mana merawikan perempuan Asia sebagai objek penikmat.
Stigma yang demikian berbanding 180 derajat dengan wanita AS, di mana mereka gencar menolak penaklukan. Seorang penulis asal Cina, Qing Di, menjelaskan fenomena tersebut memang sejalan dengan pola pikir pria AS.
“Pria bule memiliki keterbukaan pikiran. Mereka menghargai wanita yang menerima cara berpikir mereka,” tulisnya, dikutip Minggu (5/2).
Senada dengan itu, penulis lainnya, Xu Xiliang, mengatakan bahwa dalam mencari pasangan hidup, pria kulit putih lebih mempertimbangkan kecocokan karakter serta cara berpikir wanita daripada penampilan yang kasat mata.
“Para pria asing melihat wanita lebih dalam, yakni karakternya,” demikian tandas di penulis buku iFeng Beauty itu.
Lantas, bagaimana dengan pendapat Anda? Apakah Anda melihat tren passport bros sebagai hal yang positif atau justru berkonotasi negatif terhadap perempuan Asia?