bakabar.com, BANJARMASIN – Kaum buruh di Kalimantan Selatan kembali menjerit. Kenaikan upah minimum provinsi tahun depan mentok di angka 1,01 persen.
Menilik ke belakang, kenaikan upah secuil ini menjadi yang terkelam sejak 40 tahun terakhir.
Aliansi Pekerja Buruh Banua pun meminta keputusan tersebut dianulir dan menjadi perhatian utama Pemprov Kalsel.
“Ini sangat mencederai kaum buruh,” ujar Ketua DPW Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kalsel Yoeyoen Indharto, Selasa (16/11).
Bisa dipastikan, kata Yoeyoen, upah segitu membuat buruh terancam hidup di bawah standar hidup layak.
Kenaikan upah tak seberapa ini menyusul surat edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan (Menaker). Yang belakangan dijadikan acuan dalam penetapan di daerah.
Yoeyoen turut menyayangkan kinerja Dewan Pengupahan yang dinilai tak mampu berbuat banyak memperjuangkan kenaikan UMP Kalsel.
Kondisi demikian dirasa makin tak manusiawi, jika dihitung-hitung UMP Kalsel tahun depan hanya naik sekitar Rp29 ribu per bulan.
“Kalau dihitung per hari enggak nyampe 900 rupiah. Beli es teh cuma dapat sepertiga gelas. Beli permen lima biji enggak cukup,” keluhnya.
Pertumbuhan ekonomi di Banua yang ngos-ngosan, inflasi, hingga pandemi jadi alasan pemerintah mencari pembenaran.
“Kami mengerti ini pandemi. Tapi tak semua industri kolaps. Pandemi jangan jadi alasan pembenaran tidak menaikkan upah buruh. Di pandemi 2020 banyak kok industri yang meraup untung,” imbuhnya.
Lebih jauh, kenaikan upah 1,01 persen sangat jauh dibanding 2018 silam. Mestinya, UMP Kalsel bisa naik 8 persen.
Bahkan dalam catatannya, Kalsel pernah menaikkan upah pada 2016 ke bawah hingga 11,8 persen. Dan di 2012 hingga 21 persen.
“Karena sebelum memakai PP 78 di Kalsel hampir tak pernah UMP naik 1 digit. Pasti 2 digit paling rendah,” jelasnya.
Lantas apa sikap Aliansi Pekerja Buruh Banua?
Yoeyoen bilang mereka tentu takkan tinggal diam. Kenaikan upah layak akan terus diperjuangkan.
Aksi Akbar secara Nasional bakal digelar dalam waktu dekat termasuk di Kalsel. Aksi tersebut paling lambat sebelum 21 November mendatang.
“Karena di SE itu ditetapkan tanggal 21 November. Kita mengejar dengan waktu. Tuntutan dinaikkan dari persentase nasional. Seperti tuntutan kami sebelumnya baik di kisaran 5 sampai 8 persen,” imbuhnya.
Tak hanya aksi akbar, kaum buruh di Banua juga bakal mencoba mendatangi Gubernur Kalsel, Sahbirin Noor.
“Karena gubernur-lah yang bisa menetapkan itu. Jangan hanya dewan pengupahan kabupaten kota atau provinsi dijadikan cap stempelnya pusat,” ungkapnya.
Kunci persoalan kenaikan upah ini saat ini dipegang Paman Birin sapaan akrab Gubernur Kalsel. Di sinilah keberanian Paman untuk membela rakyatnya diuji.
“Kami berharap gubernur kami berani untuk melakukan hal ini demi kesejahteraan kaum buruh,” jelasnya.
Toh, selama ini tak ada kepala daerah yang dipecat hanya karena memperjuangkan hak rakyatnya.
Yoeyoen mengambil contoh langkah yang diambil gubernur Lampung. Di mana pada saat banyak daerah yang tak menaikkan UMP-nya, sang gubernur berani melakukannya.
“Kita akan mendukung sedemikian rupa. Kalau gubernur diotak-atik pusat saya rasa kaum buruh akan jadi garda terdepan. Untuk membela pemimpin yang berpihak kepada rakyat,” Yoeyoen mengakhiri.