bakabar.com, RANTAU – Dalam perjalanannya turun gunung lewat sungai selama 4 hari, pemuda Tapin dukung aksi #BatalkanOmnibusLaw.
Tidak bisa ikut aksi di Banjarmasin. Mendengar kabar RUU Cipta Kerja (Ciptaker) akan disahkan, sejak Senin lalu, 4 pemuda Tapin, Ogun , Jefry, Rama dan Fadilah diperjalanannya turun gunung saat susuri sungai Tapin.
Mereka membawa poster bertuliskan ‘Turut Berduka Telah Sah UU Cilaka’ dengan hastag #BatalkanOmnibusLaw sebagai bentuk dukungan aksi Anti-Omnibus Law.
Kata Jefry, Omnibus Law itu dipakai negara negara yang menganut sistem common law misalnya Amerika Serikat, Kanada dan Irlandia.
“Kenapa di Indonesia tidak bisa diterapkan, karena Indonesia menganut sistem Civil Law. Omnibus Law tidak masuk, karena menabrak banyak UU atau regulasi lainnya,” ujar Jefry.
Ogun menambahkan, ada beberapa faktor UU Ciptaker yang disahkan itu dan masih perlu kajian, klauster penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan pemberdayaan dan perlindungan UMKM, kemudahan berusaha, lingkungan hidup.
“Ada 11 klauster dalam Omnibus Law ini masih perlu dikaji ulang, karena dalam UU lainnya sudah ada namun impelentasinya cenderung lemah. Terkait apa yang disahkan Ibu Puan Maharani cucu Ir. Soekarno yaitu UU Cipta Kerja perlu dibatalkan,” ujar Ogun.
DPR RI mengesahkan UU itu di tengah pandemi Covid-19, di mana sebelumnya ada seruan wacana aksi Mogok Kerja Nasional oleh 32 Federasi Buruh se Indonesia menolak pengesahan draf Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
“Sangat disayangkan di tengah pandemi Covid-19, saat berjuang menghadapi wabah, negara memaksakan pengesahan RUU yang masih kontroversi itu di masyarakat. Hasilnya, pencegahan Covid-19 bisa jadi sia sia, melihat aksi massa dimedia begitu besar di seluruh Indonesia,” ujar Fadilah.
Mereka juga mendukung aksi Anti-Omnibus Law di Kalimantan Selatan atas tuntutan mereka terhadap Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) untuk mencabut UU Cipta Kerja yang sudah di sahkan DPR RI.