bakabar.com, BANJARMASIN – Sampai hari ini aturan pelaksana (PP) kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara (minerba) PT Arutmin Indonesia belum juga keluar. Padahal PP sendiri adalah aturan turunan Undang-Undang (UU) Minerba.
Sejatinya kontrak perusahaan tambang raksasa milik Grup Bakrie di bawah naungan PT Bumi Resources (BUMI) itu berakhir 1 November kemarin.
Menanti setahun lamanya kontrak tambang Arutmin Indonesia baru diperpanjang Presiden Jokowi sehari berselang.
Lantas, bagaimana PT Arutmin Indonesia menjamin operasional perusahaan tetap berjalan?
Senior External Affairs PT Arutmin Indonesia, Muhammad Agri saat dihubungi bakabar.com memberikan kepastian bagi para karyawan bahwa hingga kini operasional Arutmin tetap berjalan.
“Alhamdulillah sejauh ini kami masih melakukan operasi seperti biasa,” katanya, Senin (9/11).
Operasional yang berjalan, kata dia, tanpa harus mengikuti aturan pelaksana kegiatan usaha pertambangan minerba.
“Karena sudah mengikuti peraturan operasional dan pertambangan yang saat ini sudah ada atau berlaku,” kata Agri.
UU 3/2020 tentang Minerba, seperti dilansir Kontan, tidak mengatur teknis pemberian IUPK. Alhasil, tak ketahuan pula jumlah penerimaan negara pasca Arutmin mendapatkan perpanjangan kontrak.
Perpanjangan operasional sesuai surat presiden direktur PT Arutmin Indonesia nomor 103 6/3 ring/2019 telah diajukan sejak 24 Oktober 2019.
Perpanjangan kontrak dari perjanjian karya pengusahaan tambang batu bara PKP2B menjadi IUPK berlaku hingga 10 tahun ke depan.
Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan pemerintah SK perpanjangan izin dan peralihan izin Arutmin dari PKP2B menjadi IUPK Senin (2/11).
“SK sudah dikeluarkan, 2 November 2020. Betul (memberi perpanjangan Arutmin menjadi IUPK),” kata Ridwan, Selasa (3/11).
Lantaran belum mengantongi PP, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mendesak pemerintah menghentikan aktivitas produksi batu bara PT Arutmin Indonesia.
“Hentikan sesegera mungkin dan segera lakukan evaluasi,” ujar Dinamisator Jatam Kalimantan Timur Pradarma Rupang kepada bakabar.com.
Jatam yang menjadi bagian dalam Koalisi Bersihkan Indonesia juga mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyurati Presiden Joko Widodo.
Kasus Arutmin, kata Rupang, serupa apa yang terjadi dengan PT Tanito Harum selaku pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara atau PKP2B lainnya.
Di mana kontrak PKP2B PT Tanito Harum sempat diperpanjang Kementerian ESDM hingga akhirnya dibatalkan. Mengingat KPK bersurat kepada Presiden Joko Widodo.
“Kasus Arutmin ini serupa dengan PT Tanito Harum. PKP2B-nya telah berakhir namun sudah dilakukan perpanjangan sebelum dilakukan evaluasi tanpa pengawasan,” ujarnya.
Isi surat KPK meminta revisi Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba harus mengikuti UU Nomor 4/2009 tentang Minerba.
Koalisi Bersihkan Indonesia, kata Rupang, meminta KPK melakukan tindak serupa: menyurati Presiden Jokowi agar mengevaluasi kontrak PKP2B PT Arutmin Indonesia.
Diketahui UU Nomor 4/2009 sudah direvisi menjadi UU Nomor 3/2020. UU ini beleid yang belum lama tadi disahkan DPR RI, 12 Mei silam. Pengesahannya menuai polemik serta penolakan dari masyarakat sipil.
UU Minerba yang baru dianggap Rupang memberikan karpet merah ke pengusaha tambang karena ada pasal tentang perpanjangan otomatis.
“Jadi mereka berlindung di balik pasal tersebut untuk tetap produksi,” ujar Rupang. “Ini jelas bermasalah terlebih peraturan pelaksana UU Minerba yang baru belum ada,” sambungnya.
Jatam, kata Rupang, juga meminta Arutmin membuka informasi mengenai kewajiban apa saja yang sudah diberikan perusahaan ke masyarakat di lingkar tambang.
"Kami mendesak transparansi, dan keterbukaan pada publik, terutama bagi masyarakat yang mengalami dampak buruk akibat operasi perusahaan-perusahaan pertambangan tersebut," ujarnya.
Kontrak Arutmin Resmi Diperpanjang: Jatam Kehabisan Kata, Walhi Ikut Menyayangkan