Hot Borneo

Subsidi Dicabut, Harga Minyak Goreng Curah di Kalsel Masih Wajar

apahabar.com, BANJARMASIN – Program subsidi minyak goreng curah resmi dicabut sejak Selasa (31/5) kemarin. Penghentian itu…

Featured-Image
Kepala Dinas Perdagangan Provinsi Kalsel, Birhasani memantau bahan pokok pada sejumlah pasar tradisional. Foto istimewa

bakabar.com, BANJARMASIN – Program subsidi minyak goreng curah resmi dicabut sejak Selasa (31/5) kemarin.

Penghentian itu menyusul keluarnya dua aturan Kementerian Perdagangan yaitu Permendag Nomor 30 Tahun 2022 yang mengatur ketentuan ekspor CPO dan turunan lainnya serta Permendag Nomor 33 Tahun 2022 tentang Tata Kelola Minyak Goreng Curah Sistem DMO-DPO.

Lantas, bagaimana harganya di pasaran?

Penelusuranbakabar.com, salah satu agen minyak goreng curah di Banjarmasin masih menjual sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET): Rp 15.500 per kilogram atau Rp 14.000 per liter.

Hanya saja, terjadi antrean yang lebih panjang dibanding biasanya. Bahkan, Abdullah, salah satu pembeli mengaku mengantre sejak pukul 1.00 dini hari sampai sore.

"Tapi itu kemarin (31/5), kalau hari ini agennya tutup karena tanggal merah," ucapnya kepadabakabar.com, Rabu (1/6).

Tidak hanya di Banjarmasin, harga minyak goreng curah di pasar tradisional kabupaten lain di Kalsel juga masih tetap stabil.

Hasil monitoring Dinas Perdagangan (Disdag) Provinsi Kalsel, tarifnya bervariasi dari Rp 15.000 sampai Rp 17.000 per liter.

"Itu di pasar tradisional Banjarmasin, Martapura maupun yang kemarin ku pantau di pasar Simpang Empat Batulicin, Tanah Bumbu," beber Kepala Disdag Kalsel, Birhasani.

Sedangkan minyak goreng kemasan, lanjut Birhasani, ketersediaannya sangat melimpah. Harganya antara Rp 22 ribu-24 ribu, sesuai merek dan kualitas.

Melansir dari Kompas.com, Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika berkata pencabutan mekanisme subsidi minyak goreng curah bukan berarti penyediaan minyak goreng terjangkau bagi masyarakat berhenti.

Menurut dia, sistemnya digantikan dengan skema Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO).

"Ini bukan berarti penyediaan minyak goreng terjangkau kepada masyarakat dihentikan, tetapi dilanjutkan dengan skema DMO dan DPO," ujarnya.

Putu menjelaskan jika sebelumnya selisih HET dan harga keekonomian diganti oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDPKS) melalui pungutan ekspor, sekarang langsung ke perusahaan industri tanpa melalui BPDPKS.

"Itu harga di masyarakat tetap sesuai HET yaitu Rp 15.500 per kilogram atau Rp 14.000 per liter. Itu enggak berubah," kata dia.



Komentar
Banner
Banner