bakabar.com, JAKARTA – Komitmen PSSI terhadap regulasi kepelatihan di BRI Liga 1, dipertanyakan Barito Putera.
Barito Putera baru saja dikalahkan Bali United 1-2 dalam lanjutan BRI Liga 1 di Indomilk Arena, Tangerang, Sabtu (11/9) malam.
Itu merupakan kekalahan kedua yang diterima Barito Putera. Sebaliknya Bali United membukukan kemenangan kedua, sekaligus memuncaki klasemen sementara.
Namun terdapat hal minor dalam pencapaian-pencapaian Bali United. Hal tersebut berkaitan dengan status kepelatihan Stefano ‘Teco’ Cugurra.
Diketahui lisensi kepelatihan Teco sekarang berasal dari Konfederasi Sepakbola Amerika Selatan (Conmebol).
Lantas setelah diverifikasi Konfederasi Sepakbola Asia (AFC), lisensi kepelatihan Teco hanya setara dengan A AFC.
Tentu saja lisensi tersebut tak berlaku untuk menukangi klub-klub di Liga 1 2021. PSSI menetapkan regulasi lisensi pelatih yang diwajibkan adalah AFC A Pro.
Lantas akal-akalan dilakukan Bali United. Dalam pertandingan perdana BRI Liga 1, status Teco dalam daftar susunan pemain adalah manajer.
Adapun pelatih kepala Bali United diisi oleh Yogi Nugraha yang sejatinya merupakan pelatih fisik.
Status Teco kembali berubah, ketika Bali United menghadapi Barito Putera. Teco sudah ditulis sebagai pelatih kepala, bukan lagi manajer.
Perubahan-perubahan itu lantas memantik reaksi Barito Putera. Terlepas dari kekalahan yang diderita, mereka meminta PSSI berkomitmen dengan regulasi.
“Ini namanya penipuan. Saya kurang tahu kalau regulasi lisensi pelatih berubah lagi menjadi A AFC,” cetus manajer Barito Putera, Mundari Karya, seperti dilansir BolaSport, Minggu (12/9).
“Seharusnya kalau sudah ditentukan lisensi pelatih harus A AFC Pro oleh AFC, berarti harus diikuti. Ini demi sepakbola nasional,” tegasnya.
Diyakini lisensi tersebut berarti penting, terutama dalam penataan sikap dan kompetensi pelatih di lapangan.
Ketika Bali meladeni Barito Putera, Teco kedapatan beberapa kali mengumpat menggunakan Bahasa Portugis.
Teco beberapa kali kedapatan menyebut pemain lawan dan wasit dengan kalimat ‘filha da puta’. Kalimat itu berarti anak haram atau dasar bajingan.
“Inilah yang membuat lisensi pelatih penting, karena mereka harus sekolah lagi untuk memimpin pertandingan besar,” cecar Mundari Karya.
Menurutnya, pelatih yang menukangi klub-klub di Indonesia harus bisa beretika dengan baik.
“Saya jujur aja yang punya liga siapa dan dia seenaknya saja tapi yang paling penting itu klub lisensi harus dituruti,” ucap Mundari Karya.
“Namun kami tak akan melanjutkan ini menjadi laporan, karena sudah ada wasit yang menilai. Kami mengakui kalah, tapi kami mau bertanding dengan pertandingan yang bagus dan bertata krama,” tambahnya.
Sebelumnya pengamat sepakbola nasional, Tommy Welly, juga sudah membongkar akal-akalan Bali United agar bisa memenuhi regulasi lisensi pelatih, asisten pelatih dan pelatih kiper.
“Bali United menulis pelatih kiper Marcelo da Silva Pires sebagai penerjemah. Ini agak lucu, karena Teco sudah fasih berbahasa Indonesia,” cetus Tommy seperti dilansir IndoSport.
Tak cuma Bali United, akal-akalan juga dilakukan Persipura Jayapura dan Persib Bandung yang notabene klub besar di BRI Liga 1.
“Waktu tanding lawan Persita, pelatih kiper Persipura ditulis sebagai kitman. Kemudian Persib Bandung lawan Barito, pelatih kiper Luiz Passos ditulis sebagai video technical analysis,” beber Tommy.
“Ini bukan soal sederhana, tapi pelanggaran terhadap aturan, tak mengapresiasi profesi dan tak jujur dengan diri sendiri,” tandasnya.