Kalsel

SKCK Denny Indrayana Dipertanyakan Puar, Kasus Payment Gateway Mencuat Lagi

apahabar.com, BANJARMASIN – Puar Junaidi secara tiba-tiba menyambangi kantor KPU Kalsel di Jalan Achmad Yani Kilometer…

Featured-Image
Puar Junaidi mendatangi Sekretariat KPU Kalsel untuk mempertanyakan keabsahan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) milik calon gubernur Kalsel nomor urut 2, Profesor Denny Indrayan, Senin (16/11). apahabar.com/Robby

bakabar.com, BANJARMASIN – Puar Junaidi secara tiba-tiba menyambangi kantor KPU Kalsel di Jalan Achmad Yani Kilometer 3,5 Banjarmasin, Senin (16/11) siang. Kasus korupsi payment gateway di Kemenkumham pun mencuat kembali.

Pasalnya, dalam kunjungan itu Puan menanyakan keabsahan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) milik calon gubernur Kalsel nomor urut 2, Profesor Denny Indrayana.

SKCK milik Denny Indrayana calon gubernur Kalsel itu juga tertera di website resmi KPU Kalsel.

“Hari ini kita melakukan pengecekan terhadap SKCK Profesor Denny Indrayana. Kita telah membawa print out untuk konfirmasi. Kita tak bisa percaya begitu saja tentang IT. Terkait berkas itu, ternyata benar,” ucap Puar Junaidi kepada awak media, Senin (16/11) siang.

Alasan Puar mempertanyakan ini, ia mengaku tertarik mengamati statement-statement yang dilontarkan Denny Indrayana.

Di mana Denny Indrayana, kata dia, selalu berkeinginan menata tata kelola pemerintahan yang bebas korupsi.

“Yang kedua, ia (Denny Indrayana) juga merasa dizalimi atas ketidakadilan terhadap pengaduan yang dilakukan ternyata kandas semua,” kata eks anggota DPRD Kalsel dari Golkar tersebut.

Sehingga ia berpikir mengapa Denny Indrayana tidak mencari keadilan di kepolisian terhadap penetapan tersangka dugaan kasus korupsi payment gateway.

“Semestinya Profesor Denny akan lebih baik meminta keadilan kepada kepolisian untuk memproses secepatnya apakah nanti keputusan dari hasil penyelidikan itu dihentikan (SP3) atau ditindaklanjuti hingga P21 sampai dengan persidangan,” jelas Puar.

Lantaran berkaitan dengan jabatan publik, sambung dia, maka Puar mempersilakan masyarakat memberikan penilaian terhadap data-data yang dimiliki oleh calon gubernur Kalsel tersebut.

“Saya tak ingin apa yang dicek ini berlawanan dengan hukum. Oleh sebab itu, saya datang ke KPU,” cetusnya.

Puar mengaku tidak mencari celah hukum Denny Indrayana.

“Namun hanya sekadar menyarankan agar pencitraan Denny baik sebagai pemimpin daerah maka selesaikan kasus dugaan kasus korupsi,” bebernya.

Sementara itu, Ketua KPU Kalsel, Sarmuji membenarkan data SKCK Denny Indrayana diunggah di halaman website resmi mereka.

“Tadi kami buka di website KPU, memang betul apa yang dibawa pak Puar,” ungkapnya.

Hal itu, kata dia, sebagai bentuk transparansi KPU Kalsel dalam melaksanakan tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan pemilihan kepala daerah.

Di mana, semua data atau berkas yang disampaikan oleh calon itu di-upload di halaman KPU Kalsel.

“Agar masyarakat bisa memberikan tanggapan terhadap data tersebut. Itu bisa disampaikan ke KPU kebenarannya. Jika memang ada pelanggaran hukum, maka silakan mengadukan ke KPU atau pihak yang berwenang,” paparnya.

Menurutnya catatan kepolisian itu tidak akan memengaruhi karena yang bersangkutan tidak dipidana dan hanya tersangka dalam kasus-kasus tertentu.

“Seandainya sudah inkrah, maka tak bisa mencalonkan diri. Kalau masih tersangka, itu masih asas praduga tak bersalah,” pungkasnya.

Dikonfirmasi terpisah, Profesor Denny Indrayana belum merespons pertanyaan yang dilayangkan media ini.

Sampai berita ini ditulis, media ini masih berupaya melakukan konfirmasi kepada wakil menteri hukum dan HAM RI periode 2011-2014.

Bukan yang Pertama

Sebelumnya, Advokasi Pengawal Demokrasi mendesak Polda Metro Jaya menyelesaikan kasus Payment Gateway yang menyeret Denny Indrayana.

Pasalnya, Denny Indrayana telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi Proses Pengadaan Penyedia Layanan Pembayaran Biaya Paspor secara Online itu.

“Kami mendesak Kepolisian dan Kejaksaan Tinggi DKI agar melanjutkan proses penyidikan kasus tersebut. Mengingat sejak 2015 hingga saat ini kasus yang melibatkan Denny Indrayana seolah hilang ditelan bumi,” kata Sekretaris Jenderal Forum Advokat Pengawal Demokrasi, Zulfikri kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (6/8).

Penyidikan belum dituntaskan. Praktis, berkas perkara kasus ini belum dilimpahkan ke Kejaksaan. Jaksa dan polisi, kata dia, jangan bermain ‘drama’ dalam kasus yang sudah dilidik bertahun-tahun itu.

“Jangan sampai, penetapan status tersangka ini seperti ‘drama politik’ dua institusi penegak hukum. Masyarakat perlu tahu bahwa ada perkara besar yang melibatkan mantan pejabat negara (Wamenkumham) era Presiden SBY (Denny Indrayana), dan butuh penyelesaian di meja hijau atau pengadilan,” ujarnya dilansir dari Akurat.co.

Kasus yang menjerat Denny berawal dari Laporan Polisi nomor LP/166/2015/Bareskrim, 10 Januari 2015 terkait Payment Gateway. Dalam perjalanannya, kasus ini telah dilimpahkan Bareskrim Polri ke Polda Metro Jaya dan Kejati DKI ini.

Terlapor yakni Denny Indrayana telah ditetapkan sebagai tersangka sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 dan Pasal 23 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Pasal 421 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke (1) KUHP.

“Yang bersangkutan akan dipanggil pada hari Jumat untuk diperiksa sebagai tersangka,” ujar Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri kala itu, Kombes Rikwanto, Selasa 24 Maret 2015 silam, dilansir CNN Indonesia.

Penetapan tersangka, menurutnya, diputuskan berdasarkan gelar perkara di Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim, sepekan sebelumnya.

Lewat kuasa hukumnya, Denny membantah adanya kerugian negara dari proyek ini. Biaya Rp 5.000 yang dikenakan pada wajib bayar adalah biaya transaksi resmi yang mempunyai dasar hukum.

Selain cara pembayaran menggunakan Payment Gateway, wajib bayar tetap bisa menggunakan cara manual. “Itu sifatnya opsional.”

Pihak Denny tidak setuju jika biaya tambahan tersebut disebut sebagai pungutan liar.

Menurutnya, justru tujuan diadakannya program ini adalah menghindari pungutan liar yang marak terjadi dalam cara pembayaran manual.

Adapun biaya tambahan sebesar Rp 5.000, sesuai Peraturan Menteri Keuangan memang tidak diizinkan dan bukan dianggap tambahan untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB).

Nyagub di Kalsel, Denny Indrayana Dibayangi Skandal ‘Payment Gateway’

Komentar
Banner
Banner