bakabar.com, BARABAI – Sejumlah fakta terkuak pada sidang lanjutan kasus ajaran sesat yang diajarkan terdakwa, Nasruddin (60).
Fakta itu terkuak saat pemeriksaan saksi-saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri Barabai Kelas II yang terbuka untuk umum, Kamis (5/3).
Ada 3 dari 7 saksi yang dihadirkan JPU pada sidang yang kedua kalinya itu yakni, Abdul Rasyid, Abdul Hakamil Karim dan Khairussalim.
Ketiganya merupakan anggota MUI, dua anggota MUI Kecamatan Batu Benawa dan satu anggota MUI tingkat Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST).
Sidang kali ini, terdakwa didampingi 3 kuasa hukumnya, Gusti Mulyadi, Arif Rahman Hakim dan Hondri. Persidangan disaksikan oleh mayoritas dari pengikut atau jemaah dan keluarga terdakwa.
Cukup lama jalannya sidang, dari pukul 10.30 – 15.30. Sempat di skor selama 30 menit untuk Ishoma.
Jalannya persidangan saat itu juga cukup alot, hakim pengadilan menanyakan hal yang sama berkali-kali.
Bahkan, hakim harus merubah gaya bahasa dan dikisinya untuk mendapatkan keterangan saksi.
Secara bergantian ketiganya menjalani pemeriksaan di Ruang Sidang Kartika PN Barabai. Ketiganya pun dicecar pertanyaan-pertanyaan dari Hakim Ketua, Eka Ratnawidiastuti dan dua Hakim Anggota, Ariansyah dan Novita.
Saksi kedua, Karim membeberkan fakta-fakta baru saat dicecar pertanyaan oleh hakim persidangan.
Dia mengungkapkan pernah satu kali mendatangi kediamanan terdakwa di Jalan Penas Tani IV Desa Bandang (sekarang Desa Kahakan) Kecamatan Batu Benawa. Terutama untuk menanyakan langsung apa dugaan yang berkembang di masyarakat tentang terdakwa.
Saksi melakukan itu pada 2003, saat menjabat sebagai Pembina atau Penasihat MUI Batu Benawa. Ia mengakui mendatangi terdakwa untuk menyelidiki keabsahan dugaan yang berkembang itu.
“Saya menanyakan tentang permasalahan itu langsung. Kenyataannya dari pengakuan terdakwa memang diangkat jadi rasul setelah Nabi Muhammad,” ujar Karim.
“Terdakwa juga mengakui pengangkatannya itu oleh Malaikat Jibril dan ada membawa perintah berupa 7 ayat yang diturunkan Allah langsung kepadanya,” lanjut Karim.
“Ketika ditanya tentang ayat itu terdakwa tidak bisa menyampaikan hal itu dengan pengecualian saya harus beriman kepada terdakwa dan membenarkan (pengangkatan Nasruddin sebagai rasul-red),” beber Karim.
Penyelidikan saksi rupanya tak sampai di situ. Dia menyuruh salah satu muridnya, AH untuk megikuti pengajian terdakwa setiap malam Jumat sekitar pukul 11.00-12.00.
Murid saksi ini bahkan mengikuti pengajian itu hingga 2 kali berturut-turut.
“Namun yang ketiga kalinya saya tak mengizinkan murid saya itu. Karena murid saya ini disuruh bergabung dengan tersangka dan melafaz syahadat (yang tak sesuai syariat Islam atau versi terdakwa sendiri-red),” terang Karim pada hakim pengadilan.
Selesai menyelidiki itulah, terdakwa dipanggil oleh MUI Batu Benawa dan dihadapkan dengan unsur Muspika di aula kecamatan setempat. Hingga terbit surat bernomor 25/PD-K/FAT-07/III/2003.
Di dalam surat itu tertera sejumlah poin hasil introgasi MUI. Hingga akhirnya dikeluarkan surat pelarangan terhadap ajaran yang dibawa terdakwa.
“Terdakwa akhirnya bersedia menghentikan ajaran sesat yang menyesatkan saat itu. Namun rupanya terdakwa kembali mengajarkan ajaran sesat menyesatkan,” kata Karim.
Saksi menyatakan juga pernah bertemu dengan salah satu mantan murid terdakwa, NA
“Dari pengakuannya, terdakwa memang mengajarkan salat berbahasa Indonesia dan syahadat yang diyakininya yaitu, syahadat untuknya sendiri dan untuk pengikutnya.”
“Selain itu pengikutnya diwajibkan jika ingin menikah harus di hadapan terdakwa. Selain itu terdakwa juga meminta infaq jika kepada pengikutnya. Kalau sudah beriman, meyakini akan keinginannya, kuat akan suatu keimanannya adalah membayarkan suatu infaq,” ungkap Karim.
Saksi juga menyebut pada Desember 2019, sempat berbicara dengan terdakwa. Dia menanyakan kembali tentang perintah langsung Allah yang berupa 7 ayat yang pernah ditanyakannya 2003 silam. Namun ditolak oleh terdakwa.
Pembicaraan itu terjadi ketika terdakwa masih dalam proses penyidikan oleh penyidik Polres HST atau saat memeriksakan kejiwaannya di Poli Kejiwaan Rumah Sakit Kandangan, HSS.
Dari pembicaraan itu, terungkap di persidangan yang membuat hakim bolak-balik membuka Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Namun ternyata tidak sesuai dengan BAP itu.
Pernyataan saksi berbanding terbalik dengan hasil permeriksaan kejiwaan dari penyidik Polres HST di poli kejiwaan yang menyatakan terdakwa mengalami gangguan jiwa/mental berat.
“Waktu itu saya diminta mendampingi terdakwa untuk mengulas kemampuan daya pikir terdakwa. Berdasarkan hasil penelitian dari jawaban-jawaban terdakwa, dokter rumah sakit itu tidak menyatakan gangguan jiwa berat akan tetapi benar-benar sehat,” papar Karim.
“Kata dokter mungkin di luar pemeriksaan bisa saja hal itu terjadi. Dokter menyebut terdakwa mempunyai ‘gampiran’ (makhluk gaib yang berada di tubuh Nasruddin-red). Saya mendengar sendiri itu dari dokter,” tambah Karim.
Saat ditanya seluk beluk kediaman dan rumah tangga terdakwa, saksi membeberkan terdakwa memiliki 3 orang istri dan 5 anak.
“Istri pertama meninggal dan meninggalkan 3 anak. Istri kedua dan ketiga ada. Namun dari istri kedua tidak ada keturunan. Kalau istri ke tiga ada dua anaknya,” kata Karim.
Bantah Syahadat
Sementara itu, dalam persidangan, Hakim Ketua Eka pun mempersilahkan terdakwa untuk menanggapi apakah ada yang tidak benar dari pernyataan saksi.
Terdakwa saat itu hanya membantah tentang dua kalimat syahadat yang tak sesuai dengan pernyataan saksi. Selebihnya terdakwa mengaku lupa kepada hakim.
Ditemui bakabar.com, istri terdakwa membantah dua hal yang diungkapkan para saksi ke dua itu. Menurut dia, sang suami atau terdakwa tidak pernah meminta pengikutnya untuk membayar infaq.
“Bapak tak pernah sama sekali meminta. Malah bapak yang membantu. Selebihnya, mereka suka rela memberikan infaq,” kata sang istri.
Ia juga membantah sang suami beristri tiga dan mempunyai 5 orang anak.
“Itu fitnah. Hanya saya. Kami hanya punya 4 anak. Dua laki-laki, dua perempuan (hasil perkawinan sah dengan sang istri-red),” tutup istri terdakwa.
Sementara itu JPU, Prihanida Dwi Saputra mengatakan, pihaknya saat ini fokus pada beban pembuktikan tindak pidana.
“Kami buktikan dulu dakwaan kami. Tindak pidana mana yang terbukti dari dakwaan, penodaan agama kah atau merendahkan golongan agama lain,” kata Hanida ditemui bakabar.com usai sidang.
Terkait keterangan dari saksi yang menyebutkan terdakwa tidak mengalami gangguan jiwa seperti dalam BAP tadi, apakah bisa dipertanggungjawabkan secara hukum, Hanida akan menilai dari pernyataan saksi ahli yang bakal diihadirkan nanti.
“Ini akan kita nilai secara yuridis, karena dalam persidangan kita tak boleh berasumsi, ini gangguan jiwanya seperti apa dulu, kambuhan, tertentu atau waktu tertentu,” imbuhnya.
“Yang jelas kita buktikan tindak pidana dulu. Tindak pidana terbukti baru kita buktikan, bisa gak dipertanggungjawabkan secara pidana atas perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa,” tutup Hanida.
Begitu pula dengan Kuasa Hukum Terdakwa, Gusti Mulyadi. Pihaknya juga akan menilai hal itu dari keterangan saksi ahli.
“Kita tegaskan saat sidang tadi dan kita ingatkan, saksi sudah di bawah sumpah agar memberikan keterangan dengan jujur karena acaman hukuman 7 tahun jika memberi keterangan palsu,” tutup Gusti.
Rencananya pihak kuasa hukum terdakwa bakal menghadirkan 5 a de charge (saksi meringankan) yang bisa membantah dakwaan terhadap terdakwa.
“Klien kami mengajukan 5 saksi. Tapi setelah ditanyai, ketrangannya banyak sama. Mengingat waktu, maka kita ambil dua saja nanti,” terang Gusti.
Kuasa Hukum Pertanyakan Kinerja MUI
Kepada bakabar.com, kuasa hukum terdakwa, Gusti Mulyadi mengaku menyayangkan ajaran Nasruddin ini sampai mencuat kembali. Dia mempertanyakan bagaimana sebenarnya kinerja MUI di HST.
Sebab, kata Gusti, usai dikeluarkannya pelarangan atas ajaran sesat oleh Nasruddin pada 2003 silam, harusnya ada langkah-langkah yang diambil MUI.
“Akan tetapi MUI tidak ada melakukan pengawasan pembinaan pada yang bersangkutan sehingga (ajarannya) berjalan kembali. Kalau memang orang MUI itu bisa sedini mungkin melakukan pembinaan maka tidak terjadi hal seperti ini,” kata Pimpinan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Cabang Banua Enam ini.
JPU, Prihanida Dwi Saputra menepis hal itu. Berangkat dari fakta MUI Batu Benawa sebagai pelapor yang telah mengklarifikasi dan berdialog langsung dengan Nasruddin terkait 3 item ajarannya yakni, mengaku sebagai rasul, menyalahi kalimat dua syahadat dan salat menggunakan bahasa Indonesia.
Pada 2003 MUI Batu Benawa menerbitkan surat bernomor 25/PD-K/FAT-07/III/2003 yang ditembuskan ke MUI HST. Di dalam surat itu tertera sejumlah poin hasil introgasi MUI.
Hasil dari surat itu, kata Hanida, dikeluarkan fatwa MUI bahwa ajaran yang dibawa Nasruddin sesat dan menyesatkan. Hingga Kejari Barabai (sekarang HST) selaku Rakor Pakem mengeluarkan surat pelarangan ajaran yang dibawakan Nasruddin.
“Sudah dilarang tapi tetap dilakukan. Sudah dibina tapi yang bersangkutan militan, sembunyi-sembunyi mengajarkan ajarannya kembali. Malah di 2018 malah tambah banyak pengikutnya. Dan ini tadi juga sudah dikonfirmasi di dalam persidangan,” kata Hanida usai sidang.
Kemudian, lanjut Hanida, pada Februari 2019 dilakukan dialog lagi di Kejari HST.
“Dan masih sama, terulang kembali. Artinya ada kesengajaan dia ingin melanjutkan ajarannya walaupun dia sendiri sudah tau kalau ajarannya itu dilarang,” kata Hanida.
Pada Oktober Rakor Tim Pengawasan Aliran Kepercayaan dan Aliran Keagamaan dalam Masyaraka (Pakem) mengeluarkan lagi surat pelarangan. Surat itu bernomor B-2096/0.3.15/Dsp/10/2019 tertanggal 18 Oktober 2019
Atas dasar UU Nomor 1 PNPS 1965, Nasruddin ditindak secara hukum sebelum ada pelarangan secara tertulis.
“Ini akan terbuka ketika ada saksi baik dari tokoh lingkungan maupun jamaahnya sendiri. Nanti kita panggil kita jadikan saksi fakta. Terkait fakta hukum ini biar dinilai secara yuridis oleh ahli yang kita datangakan nanti,” tutup Hanida.
Baca Juga: 10 Kriteria Kesesatan Diungkap di Persidangan, Jemaah Bantah Nasruddin Ngaku Nabi
Baca Juga: Mangkir, Terduga Pemimpin Ajaran Sesat di Banjarmasin Ngacir ke Samarinda
Reporter: HN LazuardiEditor: Ahmad Zainal Muttaqin