bakabar.com, RANTAU - Sudah sebulan, jalan hauling Km 101, Suato Tatakan, Kabupaten Tapin ditutup polisi.
Imbasnya, ribuan sopir dan pekerja dari PT Antang Gunung Meratus (AGM) terpaksa menganggur.
Belakangan, PT AGM mengklaim terus mencari solusi untuk bisa segera mengirimkan batu bara kepada para pelanggan.
Langkah ini dilakukan AGM untuk memberikan kepastian penghasilan bagi pekerja yang saat ini terdampak blokade Tatakan Underpass.
Deputy Chief Operating Officer PT AGM, Arifin Zainul Fanani bilang pihaknya sudah melakukan pembicaraan dengan beberapa perusahaan untuk menggunakan jalan hauling menuju pelabuhan batu bara.
"Dan saat ini dalam proses kesepakatan," katanya, Senin (27/12).
"Prioritas kami adalah membantu pekerja terdampak blokade km 101 di Tapin agar dapat segera mendapatkan penghasilan, tanpa melakukan pelanggaran hukum," tambahnya.
Meski demikian, Arifin mengakui bahwa pengiriman batu bara melalui jalan hauling dan ke pelabuhan lain tidak mudah.
Ia merasa, ada upaya dari pihak tertentu yang berusaha menghalangi AGM untuk menggunakan jasa perusahaan lain.
Arifin menuturkan, awal bulan ini AGM sudah berbicara dengan salah satu perusahaan pihak ketiga.
"Dan mereka menyatakan sanggup untuk infrastruktur logistik mereka dipakai untuk mengirimkan semua produk batu bara AGM," ujarnya.
Sayangnya, selang beberapa hari kemudian kesanggupan itu batal. Perusahaan tersebut hanya dapat menerima produk batu bara kalori 3,400 dari Blok 4 saja dan untuk kalori 4,200 dari Blok 3 tidak diterima.
"Jadi ada upaya agar kami tidak bisa mengirimkan batu bara dari tambang AGM ke pelanggan. Cara-cara seperti ini jelas-jelas merugikan pekerja, rakyat Tapin dan negara, karena membatasi produktivitas tambang pemegang kontrak KP2B," geramnya.
Ia menambahkan, sebagai pelaku usaha nasional, AGM selama ini selalu menjalin kerja sama dengan melibatkan perusahaan lain dalam mengembangkan bisnis batu bara di Tapin.
AGM berpandangan bahwa kerja sama dengan perusahaan lain dibutuhkan agar tambang di Tapin memberi manfaat yang semakin luas bagi ekonomi di daerah ini.
"Lewat kerja sama itu berarti ada banyak pelaku usaha yang terlibat, banyak masyarakat yang bekerja dan muncul sentra-sentra usaha kecil pendukungnya, sehingga ekonomi bisa tumbuh lebih cepat dan merata.
Tapi, kerja sama itu tentunya harus dilakukan sesuai koridor bisnis dan hukum yang jelas, tidak ada pemaksaan apalagi pemalakan," tambah Arifin.
Lebih jauh Arifin menegaskan, PT AGM akan selalu tunduk dan patuh terhadap setiap ketentuan hukum.
Itu sebabnya, perusahaan tidak bisa melakukan kerja sama jika tidak ada kepastian hukum, termasuk dengan PT TCT. Apalagi, saat ini AGM sedang menggugat TCT di PN Tapin terkait legalitas Perjanjian 2010.
"Dengan perjanjian yang sah dan sudah berjalan baik selama 10 tahun saja kami dipersoalkan. AGM tidak mungkin menjalankan kerjasama dengan pihak lain tanpa dasar dan kepastian hukum yang jelas," tegasnya.
Sebelumnya, Ketua Perwakilan Asosiasi Tongkang, Safei mengungkapkan blokade yang berlangsung sejak 27 November lalu telah memberikan dampak yang signifikan terhadap usaha dan keluarganya.
Lantaran tidak dapat lagi beroperasi, dia mengaku tak sanggup membayar pinjaman kepada pihak bank.
"Tongkang-tongkang punya saya tidak lagi kerja. Saya sampai telepon orang kredit (bank) bahwa siap-siap untuk tidak bisa bayar. Kami ini tidak salah. Kami ini korban," ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat yang diadakan DPRD Kabupaten Tapin, 8 Desember lalu.